Binatang-binatang yang disebutkan Zhao Jun menimbulkan keraguan di antara kerumunan orang. Namun dunia yang dibangun Bupati Tua telah membuat orang-orang terjebak dalam reinkarnasi tanpa akhir selama puluhan tahun. Membongkarnya tidak bisa hanya dengan satu kalimat.
Pada akhirnya, orang-orang tetap tidak sepenuhnya mengingat binatang yang disebut Zhao Jun. Seorang tak tahan berkata: "Zhao Jun, aku benar-benar tidak ingat apa yang kau katakan ini. Lagipula, apa hubungannya ini dengan Bupati Tua?"
Reaksi seperti ini sudah kuduga. Aku tidak berharap satu kalimat bisa menghancurkan kesan yang tertanam kuat. Aku menyuruh Zhao Jun melanjutkan: "Ini pasti ada hubungannya dengan Bupati Tua! Wajar jika kalian tidak ingat, tapi binatang-binatang yang kusebut benar-benar pernah ada. Mari kita lihat dari sudut lain - pernahkah kalian menyadari satu masalah? Di desa kita sama sekali tidak ada hewan, bahkan seekor ayam pun tidak. Menurut kalian ini normal? Tidak pernah terpikir sebelumnya?"
Akhirnya kulempar bom besar. Benar, tidak ada satu pun hewan di desa. Bukankah ini aneh? Ingatlah, ini desa, bukan kota! Bupati Tua terus-menerus mengulang 15 hari di desa ini, para warga juga hanya hidup 15 hari berulang. Di bawah tekanan ketegangan ekstrim, wajar jika tidak menyadari kejanggalan ini.
Jika waktunya lebih panjang, sebenarnya warga juga bisa menyadari kejanggalan ini.
Untuk membangun dunia Dendam ini, Bupati Tua telah memalsukan semua memori asli warga. Dalam cerita aslinya, hewan-hewan di desa mati terlebih dahulu.
Mengenai tanaman-tanaman di desa, di bawah Mata Ketiga, semuanya terungkap sebagai palsu yang dibuat dari Dendam. Perbedaannya dengan tanaman asli adalah mereka sama sekali tidak bergerak secara alami.
Daun, bunga, buah - semuanya terpaku dalam pola kaku. Bahkan saat angin bertiup, gerakan mereka hampir identik sama sekali, terlihat sangat tidak wajar!
Kemampuan Bupati Tua mungkin bisa memalsukan tanaman, tapi tidak mungkin membuat hewan hidup. Setelah perkataan Zhao Jun, efek yang kuharapkan muncul - kerumunan seperti dihantam bom, mulai berdiskusi dengan panik.
Sayangnya diskusi mereka melenceng. Mereka malah membahas ke mana hewan-hewan desa kami menghilang, apakah dimakan Bupati Tua.
Saat itu Zhao Jun kembali berseru: "Jangan sembarangan menebak! Tentu saja hewan-hewan tidak dimakan Bupati Tua. Mereka sebenarnya tidak pernah ada, atau setidaknya sudah puluhan tahun lenyap. Ini terkait masalah yang kusebut tadi - kita harus sadar! Ini hanya bukti bahwa desa kita palsu, semuanya ilusi. Selanjutnya, aku ingin kalian ikut ke suatu tempat."
Desa palsu? Setiap perkataan Zhao Jun semakin mengejutkan. Para warga saling pandang bingung, tidak mengerti maksudnya. Membicarakan hal-hal mistis sampai menyebut desa palsu. Meski Bupati Tua telah meningkatkan ketahanan mental warga, tetap tidak sampai bisa menerima hidup di dunia palsu.
Seseorang berkata dengan ragu-ragu: "Zhao Jun, kami percaya padamu, jangan menipu kami. Bagaimana mungkin desa kami palsu? Kami masih makan, minum, bekerja dan bercocok tanam di sini setiap hari! Jangan-jangan kau hanya bercanda?"
Sudah tahu akan seperti ini, aku menyuruh Zhao Jun berkata: "Aku tahu ini sulit diterima. Begini, mari kita pergi ke suatu tempat bersama, setelah sampai di sana kita bahas masalah ini."
Ke mana aku menyuruh Zhao Jun membawa mereka? Sangat sederhana - ke sungai tempat Bupati Tua mengalami kecelakaan.
Warga memang makan-minum di desa, tapi apakah hantu perlu makan-minum? Tubuh pun sudah tiada, untuk apa? Aku teringat rokok yang dihisap di balai leluhur dan bekal yang dimakan, semua itu palsu. Entah apa sebenarnya, tapi kurasa semua itu adalah manifestasi dendam, atau mungkin makanan yang sebenarnya sudah membusuk!
Jadi para warga hanya mengira diri mereka makan-minum. Bupati Tua bisa memanifestasikan segala sesuatu di desa dengan dendamnya. Hanya satu yang tidak bisa diwujudkannya - sungai itu. Tenaga dalamnya belum cukup kuat untuk menciptakan sungai dari kekosongan.
Warga mengira hidup sebagai roh, tapi masa hidup mereka hanya 15 hari. Karena bayangan tertentu, dalam 15 hari itu tak seorang pun mendekati tepi sungai. Bupati Tua meninggal di sungai itu tidak usah dibahas lagi, yang penting ada yang menemukan sepatunya di tepi sungai.
Tragedi itu dimulai dari penemuan sepatu itu. Orang-orang memiliki rasa takut instingtif terhadap sungai itu, jadi enggan mendekatinya.
Berjalan di jalan, orang-orang desa ini tentu mulai curiga dan tak bisa menahan diri bertanya padaku: "Zhao Jun, kau mau membawa kami ke mana? Apakah ke... ke sana?"
Kuteriakkan: "Ke tepi sungai itu. Mari kita kumpulkan keberanian! Untuk lepas dari penderitaan tak berujung ini, kita harus menghadapinya."
Mereka tak paham apa itu penderitaan tak berujung, tapi rasa sakit itu nyata. Ucapan "lepas" dariku sedikit menenangkan mereka, memberi semangat untuk ikut ke tepi sungai.
Begitu tiba di tepi sungai, angin kencang tiba-tiba bertiup tanpa alasan. Apakah Bupati Tua akan muncul? Hatiku berdebar-debar, sementara warga semakin ketakutan. Beberapa bahkan ingin kabur.
Dari sudut pandang Zhao Jun, aku sama sekali tak bisa melihat Yuan Yi. Hanya merasakan kehadirannya di sampingku. Tak tahan aku berteriak: "Yuan Yi, tolong aku!"
Lalu kubicara pada warga: "Jika kalian bahkan tak berani menghadapi ini, bersiaplah menerima balasan Bupati Tua."
Ucapanku berpengaruh. Kerumunan akhirnya tenang. Aku pun tak tahu apa yang Yuan Yi lakukan, tapi angin perlahan mereda.
Ini bukan berarti ilmu Tao Yuan Yi lebih hebat dari guruku. Tapi kali ini kita sudah siap. Semua mengeluarkan jurus andalan. Angin kencang yang mewakili kemarahan Bupati Tua masih bisa diredakan Yuan Yi.
Tapi situasinya genting, aku tak punya banyak waktu lagi. Karena angin sudah bertiup, Bupati Tua mungkin muncul kapan saja. Dengan sigap aku berjongkok di tepi sungai, menciduk air dengan kedua tangan, lalu membentak warga: "Mari! Lihat siapa di antara kalian yang bisa melakukan ini!"
Inilah celah terbesar dalam dunia dendam Bupati Tua!
Pertama menggunakan alasan "hewan tidak ada" untuk mendapatkan kepercayaan warga, lalu membawa mereka ke tepi sungai. Tujuanku sederhana namun tidak mudah, karena warga memiliki ketakutan instingtif terhadap sungai ini. Mungkin dalam 15 hari siklus reinkarnasi yang tak berujung, Bupati Tua telah menanamkan gagasan "dilarang mendekati sungai" yang mengakar kuat di benak mereka. Peluangku untuk menghancurkan ini sebenarnya tidak besar.
Satu-satunya pegangan adalah kontradiksi lain yang ditinggalkan Bupati Tua. Sebesar apapun ketakutan warga terhadap sungai, takkan melebihi rasa takut mereka padanya. Inilah titik tolak pembongkaranku.
Di tanganku tergenggam air sungai yang sejuk. Perlahan air itu merembes melalui sela jemariku. Warga kebingungan mengapa aku menyuruh melakukan hal sederhana ini, tapi beberapa mulai meniru dengan ragu, diikuti lebih banyak orang.
Sesuatu yang mengejutkan terjadi. Tak ada satu pun, benar-benar tak ada yang bisa menahan setetes air sekalipun! Lebih dari itu, mereka menyadari tangan mereka sama sekali tak bisa menyentuh air sungai - atau tepatnya, mereka tak merasakan keberadaan air sama sekali. Sensasi basah, suhu dingin...
Kali ini kepanikan mencapai puncaknya. Banyak yang mencoba berulang kali dengan gigih, tapi hasilnya tetap sama.
Hantu hanyalah makhluk hidup dari dunia lain, mereka adalah eksistensi yang bersifat maya. Bagaimana mungkin mereka bisa mempengaruhi dunia material yang nyata? Mereka bisa mempengaruhi jiwa dan pikiran manusia, tapi tak mungkin benar-benar menampar manusia!
Dengan kata lain, mereka sama sekali tidak mungkin bisa mengambil air sungai.
Di desa itu, fenomena pintu terbuka-tutup dan benda bergerak sesungguhnya adalah ilusi karena seluruh desa merupakan dunia dendam Bupati Tua. Seperti orang biasa yang masuk akan terpengaruh dan mengira melihat warga membuka/menutup pintu atau membawa barang, padahal jika mata spiritual dibuka, akan terlihat warga hanya bergerak sebagai roh yang bebas menjelajahi desa. Tidak ada aktivitas membuka/tutup pintu, apalagi memegang benda - yang mereka pegang hanyalah benda maya yang tercipta dari dendam!
Transformasi dendam inilah prinsipnya: apa yang ada dalam pikiran, itu pula yang terlihat oleh mata.
Menembus ilusi berarti tidak terpengaruh olehnya, tetap menjaga kesadaran jernih, berpegang teguh pada keyakinan diri sendiri hingga kokoh bagai gunung. Dengan demikian yang terlihat pasti kebenaran.
Kemampuan ini lebih dikuasai aliran Buddhisme. Dalam hal pelatihan mental, memang Buddhisme lebih unggul.
Karena itu, awalnya Guruku juga tidak memahami esensi dunia ini dan menyebutnya sebagai misteri yang tak terpecahkan.
Jika orang suci sekalipun demikian, apalagi warga biasa yang dikendalikan Bupati Tua. Fakta ini membuat mereka nyaris stres.
Kulihat warga biasa tiba-tiba mengeluarkan aura dendam hitam dari tubuh mereka. Apakah ini pertanda mereka akan berubah menjadi Hantu jahat?
