Meski semakin yakin ini adalah penipuan, aku tetap menarik Surou kembali ke kamar dan mengambil beberapa barang.
Pertama adalah Lonceng Tiga Murni di tangan. Bagi orang biasa, benda ini hanyalah lonceng biasa yang sering dilihat digoyangkan 'gedebuk-gedebuk' oleh Taoist. Tapi sebenarnya tidak sesederhana itu.
Lonceng Tiga Murni ini sebenarnya juga senjata ampuh untuk mengusir hantu. Cara menggoyangkannya punya teknik khusus - jika dihitung dari semua aliran, mungkin ada 20-30 jenis cara menggoyang dengan fungsi berbeda. Di aliran kami saja ada 5 teknik.
Salah satu teknik menggoyangnya adalah menggunakan suara lonceng untuk mengusir hantu. Tapi ini hanya untuk mengusir, tidak bisa benar-benar melukai hantu.
Alat ritual Taoisme pada dasarnya penuh belas kasih. Jurus pembunuhan sejati tidak akan digunakan sembarangan.
Selain Lonceng Tiga Murni, aku juga membawa dua jimat Yang positif. Hantu takut pada Energi Yang. Jika energi Yang seseorang kuat, secara alami tidak akan diganggu roh jahat. Sebenarnya tanpa alat ritual pun, aku punya banyak cara menangkap hantu. Tapi untuk berjaga-jaga, kuberi Surou dua jimat Yang positif.
Hantu biasa bisa ditangkal dengan energi Yang alami orang biasa. Tapi yang bisa menangis (suara perempuan) dan menampakkan wujud (sebuah tengkorak), itu sudah termasuk Hantu jahat. Lebih baik Surou menyimpan jimat ini.
Surou melihat aku hanya menyiapkan sebuah lonceng dan dua jimat untuk berangkat, dia buru-buru mengeluarkan tumpukan alat ritualku dan memasukkannya ke tas. Terutama dia juga membawa pedang kayu persik di tangannya. Aku merasa kesal, karena tidak suka orang lain menyentuh alat ritualku. Bukan pelit, tapi aroma orang lain bisa mengacaukan aura energi alat tersebut. Aku segera menyita kembali semua alat itu, termasuk pedang kayu persiknya.
Kemudian aku berkata pada Surou: "Meski tidak bawa alat ritual, tetap sama saja. Lupa ya? Darah jari tengahmu saja bisa melukai hantu. Lagipula, kau jangan sembarangan memegang alat ritualku. Semua ini peninggalan guruku untukku, orang biasa tidak boleh sembarangan menyentuh. Awas energi jahatnya melukaimu."
Aku benar-benar hanya membohongi Surou! Lalu menarik lengannya keluar rumah.
※※※
Saat berjalan di area pabrik kecil ini, aku tenang-tenang saja, tapi Surou sangat gugup. Dia terus membisik di telingaku: "San Wa'er, bukalah Mata Ketiga. Lihat di mana hantunya, habisi lalu kita bisa tidur."
Aku tertawa geli dan berkata: "Langsung menyerang hantu diam-diam begini, mana dapat uang."
"Betul juga. Malam ini kita intai dulu, baru besok serang hantu dan ambil uangnya. San Wa'er, cepat buka Mata Ketiga!" Begitu dengar kata uang, Surou langsung bersemangat.
"Aku mengabaikannya. Sebenarnya, awalnya aku juga punya keinginan untuk membuka Mata Ketiga. Tapi di sini, perasaanku sama seperti saat datang siang sebelumnya. Aku sama sekali tidak merasakan energi Yin. Masih perlukah membuka Mata Ketiga? Aku sudah punya penilaian, 90% kemungkinan ini penipuan!"
Aku berkata pada Surou: "Ini tidak beres. Jika bukan karena ada yang salah lihat, atau mengira suara kucing sebagai tangisan hantu, maka pasti ini penipuan. Tidak perlu membuka Mata Ketiga, aku jamin tidak ada hantu di sini."
"Benar-benar tidak ada?" Surou tampak tidak percaya, padahal dia mendengar orang-orang menceritakannya dengan sangat hidup.
"Sungguh tidak ada." Jawabku tegas.
"Aduh, kalau tidak ada buat apa Aku mondar-mandir di sini tengah malam? Ayo, pulang saja." Surou dengan wajah santai sudah bersiap untuk kembali.
Aku menarik lengannya: "Tunggu dulu. Menangkap penipu juga bisa dapat uang, ya kan? Ada alasanku datang ke sini tengah malam. Ku tanya, berapa hari lagi ritual itu dimulai?"
Surou menggaruk-garuk kepalanya: "Katanya sih jam delapan malam seminggu lagi."
"Itu benar. Agar ikan menggigit kail lebih kuat, kita harus berpura-pura supranatural beberapa kali lagi. Malam ini kita jalan-jalan keliling, mungkin bisa bertemu." Aku menjelaskan dengan sabar pada Surou, dalam hati berpikir mana ada ritual pengusiran hantu yang dimulai jam 8 malam, jelas-jelas penipu. Hanya penipu yang tidak berani beraksi terang-terangan di siang hari, menunggu malam saat hanya tersisa orang-orang yang sudah tertipu dan percaya padanya, baru tidak akan ketahuan.
Selain itu, taktik menakut-nakuti dan menyuruh orang merahasiakan ini semakin mengurangi risiko ketahuan.
Saat kami sedang berbincang, seseorang berjalan mendekat dari ujung gang. Di lorong sempit ini, saat berpapasan dia sengaja menabrak Surou. Surou bukan tipe yang suka mempermasalahkan, tapi kulihat orang itu melirik tajam ke arah Surou sebelum pergi.
Orang itu memberiku kesan tidak enak, tapi cukup biasa. Keamanan di daerah ini memang buruk. Banyak preman berkeliaran malam hari, juga pemabuk. Sifat galak memang ciri khas mereka. Meski merasa tidak nyaman, aku tidak terlalu memikirkannya.
Kami terus berjalan. Tapi saat melewati tikungan gang, aku dan Surou saling pandang. Serentak kami mendengar tangisan samar-samar seorang perempuan, terdengar sangat menyedihkan.
Seketika itu, Surou kembali panik, menggenggam tanganku erat dan berkata, "San Wa'er, kau tidak bohong padaku kan? Ini bukan suara kucing, sama sekali bukan suara kucing!"
Aku merasa heran, suara ini terdengar sangat menyeramkan di tengah malam, tapi tetap berbeda dengan tangisan hantu sejati. Secara umum, tangisan hantu terbentuk dari aliran energi Yin yang menggerakkan medan energi sehingga menciptakan suara, yang berada di antara lolongan angin dan tangisan manusia.
Tentu ada pengecualian, misalnya hantu jahat yang penuh dendam bisa memiliki medan energi begitu kuat hingga mempengaruhi otak manusia, membuat orang mendengar tangisan sesungguhnya. Tapi ini biasanya spesifik, hanya ditujukan pada satu target balas dendam.
Seberapa kuat hantu harusnya untuk bisa mempengaruhi semua orang hingga mereka semua mendengar tangisan hantu ya? Paling tidak harus melebihi Li Fengxian, mendekati tingkat Bupati Tua itu kan?
Keherananku adalah, jika hantu seperti itu muncul, pasti sudah ada angin Yin berhembus kencang atau membuat semua orang merasakan kedinginan di hati. Tapi aku merasa semuanya normal saja.
Aku kembali tenang, sementara Surou yang tidak berguna ini kembali gugup. Entah karena dinginnya malam musim dingin, giginya gemetaran saat berkata, "Sa...San Wa'er, buka...buka...buka Mata Ketiga lah."
Kutatap tajam si pengecut ini sambil membentak, "Buka kepala kau saja! Apa kau merasa energi Yin mengelilingi sini? Apa kau merasa dingin sampai ke tulang sumsum?"
Surou terus mengangguk, "Aku rasa iya."
"Aku tidak bisa berkata-kata, akhirnya mengabaikan nak ini. Mungkin dia ketakutan sendiri karena imajinasinya."
"Melihat aku tidak bereaksi dan tidak mau pulang, Surou menarik-narik ujung bajuku sambil mengikutiku. Dia terjebak antara ketakutan dan tidak berani pulang sendirian."
"Aku menyimak sumber suara dengan seksama, perlahan mendekati sumbernya. Suara itu semakin keras, jelas ini bukan tangisan hantu. Hantu bisa dipahami sebagai aura energi yang menyebar ke segala penjuru. Jika menangis, suaranya akan datang dari segala arah, terdengar samar dan tidak fokus, mana mungkin semakin keras?"
"Melihatku terus maju dalam diam, Surou hampir menangis. Dia mencengkeram erat bajuku dan berkata, 'San Wa'er, dasar! Kau mau menyeretku ke liang kubur?'"
"Sambil menyisir dinding mencari sumber suara, aku balas bertanya, 'Masa aku menyeretmu mati?'"
"'Iya! Kau diam seribu bahasa, malah menuju ke arah suara paling keras. Katanya cuma pengintaian malam ini. Aku bahkan belum siapkan pisau dapur, kau sudah mau cari hantu. Bukan mau mati, apalagi? Dasar, jangan berani-berani potong jari tengahku!' Ucapan Surou kacau balau. Anehnya, dia ini orang yang pernah melihat dunia."
Tapi aku juga memahaminya. Yang ditakuti manusia seringkali bukan hasil akhir, melainkan proses menunggu hasil itu. Aku menarik Surou selangkah demi selangkah mendekati suara tangisan itu. Perasaan yang membuat siapapun merasa tidak nyaman. Surou masih bisa bercanda denganku, performanya sudah sangat hebat.
Saat itu, kami kebetulan melewati pos satpam yang lampunya menyala. Aku mengernyitkan alis penuh keraguan, menarik Surou dan berkata: "Kalau begitu mari kita selidiki. Lebih baik masuk pabrik bersama satpam ini. Hantunya ada di dalam pabrik ini kan?"
Mendengar itu, Surou tiba-tiba menjerit: "Masuk pabrik? Di dalam pabrik?"
Aku menahan diri lama sekali, mengepal tinju erat-erat agar tidak meledak tertawa. Nak ini waktu kecil mungkin lebih tenang, kok semakin besar malah jadi pengecut begini. Begitu dengar ada hantu di pabrik, suaranya langsung berubah jadi suara perempuan.
Aku malas menghiraukannya, langsung menyeretnya masuk ke pos satpam. Dua satpam di dalam sedang meringkuk ketakutan dengan wajah tegang. Terkejut melihat dua orang masuk tiba-tiba, dua pria dewasa ini malah menjerit bersama-sama.
Kupingku hampir tuli. Dasar! Siapa yang bilang cuma jeritan perempuan yang bikin sakit telinga?
Aku membentak: "Diam! Aku ini cowok ganteng, bukan hantu!"
