Meski penakut, Surou sebagai teman selama bertahun-tahun sangat memahami diriku dan tahu cara berkoordinasi. Dia tahu aku ingin masuk ke area pabrik untuk menyelidiki kebenaran.
Jadi, akhirnya berkat bujukan lidah yang tak kenal lelah Surou, dua satpam itu malah setuju kami masuk. Tapi karena takut kami mencuri, salah satu satpam nekat ikut masuk bersama kami. Hanya saja yang bikin kesal, gara-gara aku teriak di pos satpam "Aku ganteng!", pandangan satpam itu ke aku kayak ngeliat orang bodoh.
Sementara Surou, menggoyangkan wajah gemuknya yang jelas sedang menahan tawa, sambil jalan dia bilang ke aku: "San Wa'er, lu bukan cuma ganteng, tapi juga cantik. Orang paling rupawan di dunia ya lu. Nanti gue beliin kaca buat lu."
Aku bingung mau jawab apa, soalnya kan teriakan itu dari mulutku sendiri. Sekarang diejek Surou, ya nggak bisa protes. Kayaknya waktu itu otakku error, sampe berani teriak begitu. Atau jangan-jangan di lubuk hati paling dalam, emang dari dulu aku merasa diri ganteng? Nggak berani mikir, akhirnya cuma nyeletuk: "Ngapain lu beliin kaca?"
"Oh, biar lu bisa nanya ke kaca: Cermin Ajaib! Kasih tahu dong, apa Chen Cheng Yi pria terganteng sedunia? Wkwkwk..." Begitu selesai ngomong, Surou langsung ngakak. Cerita Putri Salju siapa yang nggak tau? Dia ngebandingin aku sama Ratu Penyihir di situ.
Wajahku memucat, memerah, akhirnya nggak tahan dan menendang pantat gemuk Surou.
Eh, tiba-tiba dengar suara 'hik', rupanya satpam yang jalan di belakang nggak bisa nahan ketawa.
Aku merasa kali ini wajahku benar-benar malu besar, keringat dingin mengucur deras. Untung tidak ada gadis di sini, ini hoki di tengah ketidakberuntungan.
Suasana pabrik yang selama ini dikelilingi tangisan samar-samar, setelah kejadian tadi justru jadi tidak terlalu mencekam! Bahkan Pak Satpam yang selalu ketakutan setengah mati pun kini bisa berdiri tegak sambil menyalakan sebatang rokok.
Dari luar tembok tadi, aku sudah mendengar sumber suara paling keras. Aku yakin sumbernya ada di dalam tembok, tepatnya di area pabrik ini. Makanya aku langsung mengajak Surou dan Pak Satpam menuju arah tersebut.
Area pabrik tidak terlalu luas, kami segera mendekati lokasi tujuan. Tapi semakin dekat, suaranya semakin keras. Di kegelapan pabrik ini, suara itu terdengar sangat mengerikan. Benar saja, Pak Satpam yang pertama kali tidak tahan, menarik lengan kami dan berkata: "Nak, kalian memang pemberani dan masih muda, boleh saja nekat. Tapi saya sudah punya istri dan anak, tidak bisa seperti ini."
Surou tidak memberinya kesempatan mengelak, langsung menarik kenceng baju Pak Satpam: "Paman tidak takut kami mencuri? Sudah kubilang, jangan takut. Mana ada hantu di dunia ini? Kami ini pemuda baik-baik yang mau menunjukkan bukti nyata pada Paman."
Sebenarnya Surou sendiri tidak yakin apakah ini ulah hantu. Aku juga belum sempat menjelaskan detail padanya. Dia hanya sangat percaya padaku, bahwa bahkan kalau ada hantu pun aku bisa mengatasinya. Setelah berteman bertahun-tahun, setiap gerak-geriknya bisa kutebak. Alasan dia memaksa Pak Satpam ikut adalah untuk mencari saksi. Jika ternyata ada kecurangan, memiliki saksi akan lebih baik. Bagaimana jika bukti yang kami temukan malah dituduh sebagai rekayasa kami? Memang banyak akal anak ini.
Sambil berdesak-desakan, satpam itu akhirnya kami (aku dan Surou) tarik ke belakang sepetak tanah kosong di area pabrik. Tanah kosong di belakang gedung pabrik ini tak terlalu luas, hanya seukuran satu ruangan, dipenuhi rumput liar dan terlihat sangat sepi.
Begitu tiba di area ini, tangisan sudah terdengar sangat jelas, seolah menangis tepat di samping telinga. Sejujurnya, tempat ini sesuai dengan gambaran orang tentang lokasi angker: sepi dan terpencil. Melihat situasi ini, Kak Satpam langsung hampir menangis, menghindar sambil memandangi kami dengan tatapan penuh tuduhan.
Surou si nakal malah tidak takut sama sekali di tempat ini. Jangan main-main, Kak Surou ini berpengalaman. Hantu yang tangisannya sudah sedemikian jelas, masa sampai di wilayah kekuasaannya tidak menampakkan wujud? Ini jelas-jelas tidak ada!
Surou menahan tubuh Kak Satpam, sementara aku mulai menyisir setiap sudut. Akhirnya di sudut yang dipenuhi semak belukar, kutemukan sebuah benda. Kuangkat benda itu dan meletakkannya di depan Kak Satpam, "Masih takut?"
Kak Satpam mengkerut sambil menutup mata, terus mengibaskan tangan, "Jangan mendekat, jangan mendekat..."
Surou tertawa melihat kelakuannya, "Paman, apa yang menakutkan dari walkman?"
"Tidak, tidak, aku takut hantu. Apa katamu? Walkman?" Kak Satpam perlahan keluar dari kondisi paniknya. Matanya tertuju pada walkman di tanganku dengan ekspresi campur aduk antara malu dan heran.
Ternyata, dia sudah sangat ketakutan melihatku mencari-cari ke sana kemari. Ketika aku berdiri, dia mendengar tangisan itu seolah-olah berasal dari tubuhku, membuatnya semakin panik dan mengira hantu akan berbuat jahat. Tak disangka, ternyata itu hanya sebuah tape recorder kecil. "Speaker ini memang bagus kualitasnya," gumamku. Dengan volume maksimal, suara itu benar-benar bisa menakuti banyak orang di area pabrik yang sunyi ini.
Ku tekan tombol stop dengan suara "bret", lalu mengeluarkan kaset dari dalamnya. Kubicangkan pada kakak satpam ini: "Setelah kasetnya habis, walkman ini akan berhenti otomatis. Lalu kalian mengira itu hanya tangisan malam sesaat. Jika tidak repot, paginya mereka akan memanjat tembok untuk mengambil tape recorder ini. Tapi kalau malas, tinggalkan saja di sini. Kalian juga tidak akan sadar. Paling-palai cuma perlu memutar ulang kaset dan menekan tombol di malam hari."
Surou terdiam sejenak lalu berkata: "Dasar, jenius! Ini bisa bekerja! Dengan kejadian seperti ini, mana mungkin para bos itu tidak percaya."
Kataku: "Ya. Cuma perlu memainkan rekaman ini di setiap area pabrik, maka kepanikan akan menyebar. Lalu suruh orang tertentu menyebarkan isu bahwa ini mengganggu bisnis. Para bos malah akan merahasiakannya, sehingga lingkupnya terkontrol dan tidak takut diperiksa."
"Benar-benar cara yang licik," Surou berkomentar takjub.
Begitulah, Surou dan aku saling menyambung cerita sampai kakak satpam ini termakan omongan kami. Baru sekarang dia tersadar dan bertanya: "Kalian ini siapa sih? Kok bisa tahu semua ini?"
Gua, lupa soal ini! Barusan waktu Surou minta satpam ngajak kita masuk, dia bohongin dua satpam itu kalau hantu perempuan di pabrik punya hubungan sama kita, mungkin bisa diselesaikan. Sekarang kejadian ini palsu, kita harus kasih penjelasan ke orang lain.
Surou lagi mikirin ide, tapi aku langsung nangkep. Aku atur ekspresi wajah jadi serius banget, bilang ke satpam itu: "Mas, jujur aja ya. Identitasku cuma orang sengsara. Orang yang hampir bangkrut gara-gara ditipu paranormal gadungan ini."
Alasan ini bagus, mata Surou langsung berbinar. Aku pegang tangan si Mas itu, bilang: "Tahu nggak? Keluarga kami ditipu 30 ribu yuan sama paranormal palsu ini, beneran mau bangkrut! Hidupku cuma punya satu tujuan: pengen orang-orang ini dihukum!"
Si Mas satpam kayaknya tersentuh dan hampir percaya. Tapi dia ngeliatin Surou lama-lama, tiba-tiba bilang: "Kayaknya wajah anak ini familiar ya? Beberapa waktu lalu sering ke sini? Katanya mau urus merek dagang gitu."
Aku kasih "tatapan benci" ke Surou. Si gemuk ini, tubuhnya yang gendut bikin orang nggak bisa nggak notice.
Surou tiba-tiba ngomong serius: "Sebenarnya aku anggota tim anti-penipuan. Denger kabar target berikutnya para tukang sihir palsu ini adalah bos kalian. Makanya, setahun lalu aku udah mulai sering ke sini buat ngelilingin lingkungan."
Sial! Surou benar-benar jago akting. Lihat sikapnya yang penuh integritas itu, berhasil mengubah dirinya dari si gendut mati ini menjadi seorang pekerja bawah tanah.
Fakta sudah jelas. Si satpam Kak ini sudah 70-80% percaya pada kami, tapi masih ragu-ragu bertanya: "Tangisan palsu itu bisa dipalsukan. Tapi Lao Sun kan melihat sendiri tengkorak berjalan. Lain lagi Liu yang waktu itu terbangun setengah sadar karena suara ketukan di jendela, pas lihat ada wajah tengkorak nempel di kaca. Ini bagaimana penjelasannya?"
Aku sendiri belum bisa menjawab. Hanya bisa berkata pada si satpam Kak: "Kelompok penipu ini punya banyak trik. Kau sudah lihat bukti malam ini. Pasti tengkorak itu juga tipuan. Biarkan aku pelajari dulu baru kuberi tahu. Atau, aku akan berjaga beberapa hari lagi sampai bisa menangkap tengkorak hidup-hidup untuk kalian."
Kesabaran menjelaskan panjang lebar pada si satpam Kak ini karena dia saksi penting! Ini bukan urusanku, juga bukan demi uang. Sejak kecil terbentuk dari didikan Guru, tulang sumsumku sudah membenci anjing sialan yang merusak reputasi Taoisme ini sampai ke ubun-ubun.
Pada saat itu, aku mengira ini ulah Jiang Xiang Pai yang memang selalu ada! Belakangan baru kusadari, penipuan kekanak-kanakan ini bukan pekerjaan Jiang Xiang Pai, melainkan orang lain. Orang inilah penyebab utama aku dan Surou terperangkap ke perbatasan Miao. Hidup... Setelah penjelasanku, kakak satpam benar-benar mempercayaiku. Kusuruh dia mengembalikan tape recorder ke tempat semula, jangan bertindak dulu agar tengkorak itu tidak kabur.
Meski tengkorak itu terperangkap, aku tetap ingin menahan diri. Amarahku pada 'anjing-anjing' ini membuatku bersumpah akan menghinakan mereka di depan umum! Tapi sekedar membongkar kebohongan ini belum cukup untuk memuaskan Kak. Harus menghajar mereka sekali pukul. Maka, atas instruksiku, kakak satpam memutuskan untuk merahasiakan hal ini.
Tapi Surou masih khawatir, dia bilang: "Kalau ini terbongkar, bos pasti akan mempromosikan kalian. Paling tidak dapat bonus. Jadi jangan bocorin ya."
Jelas kata-kata Surou lebih menyentuh hati satpam. Kakak satpam terus berjanji tidak akan bocor. Tapi untuk memastikan semuanya aman, kami juga memberitahu satpam lain yang menunggu di pos satpam. Kalau tidak, besok pagi dia berisik, akan susah menjelaskannya.
“Setelah mendengar semua ini, si satpam itu terlihat bengong, baru akhirnya berkata: ‘Taoist itu aku tahu, reputasinya sangat bagus! Bos kami juga pernah bocorin info, beberapa kolektor barang antik ternama di Chengdu semua minta mereka buat ritual, sangat percaya sampai anggap seperti dewa. Tak disangka, mereka penipu?’”
Aku mendengus keras di hidung, lalu berkata: “Taoist beneran yang bisa mengusir hantu atau baca takdir biasanya rendah hati. Soalnya urusan begini nyeret karma, bikin diri sendiri sengsara! Kalo bukan darurat, mana mungkin mau turun tangan? Kalo mau minta tolong, harus ada setidaknya dua batang emas kecil baru bisa.” Yang kubicarakan tentu saja guru leluhurku Lao Li.
Si satpam bertanya: “Batang emas kecil maksudnya apa?”
“Batang emas lah.”
