Pada saat itu, bukan hanya ekspresiku yang berubah, wajah Ruyue juga ikut berubah. Bahkan kulihat Ruxue melakukan gerakan kecil - jari-jarinya menyelipkan beberapa jarum bambu di celah-celahnya. Jika ada yang tidak beres, aku yakin Ruxue akan segera menyerang Gao Ning.
Penemuan ini membuatku tersentuh. Jika bukan karena peduli padaku, mengapa dia lebih khawatir daripada diriku sendiri akan ucapan Gao Ning?
Wajar kami bereaksi seperti itu. Perkataan Gao Ning sangat mudah disalahpahami, sekilas terdengar seperti dia sengaja menjebak kami. Dalam situasi tegang seperti ini, jika tidak curiga justru aneh.
Saat itu, tangga batu hijau telah kami lewati. Sebagai yang pernah ke sini sebelumnya, aku tahu begitu melewati tikungan ini, kami akan memasuki ruang ulat.
Di sinilah Gao Ning berhenti melangkah, memandangi aku dan Ruxue yang waspada seolah menghadapi musuh besar, lalu berkata sambil tersenyum: "Jangan panik, aku tahu apa yang kalian pikirkan. Tapi melakukan ini tidak memberi keuntungan bagiku. Melemahnya ulat justru sesuatu yang kuharapkan! Aku hanya ingin menyampaikan bahwa ketika kalian lari ke ruang ulat, mereka pasti lega, hanya mengirim sedikit pasukan pengejar sebagai simbolis, mungkin hanya untuk menghilangkan keraguan kalian. Mereka tidak memperhitungkan keberadanku di sini."
Gao Ning berhenti sejenak di sini, seolah menghela nafas, lalu melanjutkan: "Karena itu kita harus cepat. Sudah ada yang menyadari empat orang kabur. Saat fajar tiba, mungkin mereka akan tahu aku yang hilang. Jika sampai begitu, yakinlah para monster tua itu akan rela membakar nyawa untuk mengejar ke sini, dan orang-orang Miao tak akan lagi menghiraukan harga diri ruang ulat, langsung menerobos masuk."
Setelah penjelasan Gao Ning, raut wajahku sedikit membaik. Menanggapi perkataannya, kukatakan: "Lalu tunggu apa lagi? Ayo kita masuk sekarang."
Meski segala sesuatu di ruang ulat mengerikan, monster yang diam tak bergerak tak terlalu menakutkan. Dalam bayanganku, bahaya utama saat masuk ruang ulat adalah bagaimana menghindari cacing besar itu lalu masuk ke lubang di belakangnya dengan selamat.
Mengapa ada lubang di belakang ruang ulat? Sama sekali tidak kupikirkan.
Tak disangka, saat aku hendak melangkah, Gao Ning tiba-tiba menarik lenganku. Dia berkata, "Lebih baik kita tunggu di sini sampai tenaga dalammu pulih dulu sebelum masuk. Segalanya tidak sesederhana yang kau bayangkan."
Aku menatap Gao Ning dan bertanya, "Apa maksudmu?"
Semakin lama bersama, semakin aku sadar Gao Ning adalah sosok yang sulit kubaca. Sudah tak terhitung berapa kali aku bertanya "Apa maksudmu?" di hadapannya.
Gao Ning dengan tenang duduk di lantai, menepuk-nepuk area di sebelahnya mengajakku dan Ruyue duduk. "Aku punya cara. Duduklah, kita bicara pelan-pelan."
※※※
Aku duduk berdampingan dengan Gao Ning, masing-masing memegang sebatang rokok. Huigen tidur di pangkuanku sementara Ruyue duduk di sampingku.
Adegan ini seharusnya terasa hangat jika tanpa kehadiran Gao Ning. Tapi perasaanku saat ini sama sekali tidak terkait dengan kehangatan, malah sebaliknya - sangat buruk.
Aku menghisap rokok dalam-dalam lalu menghembuskannya keras-keras. Dengan ragu aku bertanya lagi pada Gao Ning, "Kau yakin begitu? Begitu kita mendekati ulat itu dalam 3 meter, para manusia ulat akan terbangun, Si Kakek juga akan bangun. Jika sampai di belakang ulat, induk ulat itu pun akan bangun?"
Gao Ning berkata: "Dalam situasi seperti ini, bagaimana mungkin aku menipumu? Semuanya benar! Apa sebenarnya manusia ulat itu? Lebih menyedihkan daripada orang biasa yang dipelihara di desa luar, mereka ditangkap untuk dijadikan tumpukan nutrisi ulat, mengerti? Seperti serangga di dunia insekta yang bertelur di tempat kaya makanan. Telur induk ulat itu ditanam dalam tubuh mereka, kondisi manusia ulat ini sangat aneh, kau tidak bisa bilang mereka hidup, juga tidak bisa bilang mereka mati."
Aku tidak bicara, hanya terus merokok, membayangkan semua ini saja sudah mengerikan, misalnya aku tidak berani membayangkan bagaimana jika aku menjadi manusia ulat. Jika di detik berikutnya aku tahu tak bisa lolos dari nasib menjadi manusia ulat, lebih baik aku mencari segala cara untuk bunuh diri, meski dosa bunuh diri itu sangat berat.
Gao Ning ini biasanya sangat tenang, namun ketika membicarakan tentang manusia ulat, tangannya gemetar halus: "Tahu kenapa aku bilang begitu? Setelah diteluri di dalam tubuh, induk ulat akan membungkus mereka dengan sutra seperti yang kau lihat. Saat itu mereka masih sadar, tapi tak bisa bergerak. Jangan harap orang Miao akan memberi makan, karena segala sesuatu di ruang ulat juga berbahaya bagi mereka. Terkurung begitu, kelaparan hidup-hidup selama tiga hari. Begitu telur serangga menetas menjadi larva, larva itu langsung menerobos ke otak. Saat itu otak manusia ulat sudah mati. Mereka dianggap mati, tapi sekaligus tidak, karena larva itu punya keunikan – selama ada di tubuh, mayat manusia ulat tak akan membusuk..." Di sini Gao Ning berhenti, mungkin bingung mencari kata.
Dengan dingin kusambung: "Aku tahu, jadi semacam zombie ya? Bedanya, manusia ulat ini dikendalikan oleh serangga, benar?"
Gao Ning menatapku dengan ekspresi terkejut pertama kalinya: "Kau dari mana tahu? Begitu ulat itu keluar dari tubuh, manusia ulat langsung jadi mayat biasa yang cepat busuk, karena dalamnya sudah kosong sejak lama."
Aku tidak menjawab, hanya asyik merokok. Aku berusaha menghindari kata 'zombie', tapi sia-sia. Tumbuhan ungu, ulat ungu, ditambah deskripsi Gao Ning, semua ini hanya mengingatkanku pada zombie.
Ungu selalu menjadi simbol kemuliaan. "Ungu itu mulia." Aku tak bisa berhenti berpikir: Mengapa ulat-ulat iblis dan bunga-bunga setan yang seharusnya tak ada di dunia kita ini semuanya berwarna ungu? Apakah mereka lebih berharga?
Apakah konsekuensi dari keistimewaan ini lebih mengerikan daripada iblis?
Aku tidak memberi jawaban pada Gao Ning. Gao Ning juga malas terus bertanya. Dia bersandar di dinding: "Para manusia ulat ini, bahkan jika kau lumpuhkan, mereka tetap bisa bergerak. Merusak otak pun percuma. Selama ulatnya masih di tubuh mereka. Sebenarnya mereka tidak punya kekuatan serang khusus, tapi akan menggigit dengan ganas. Orang yang digigit mungkin akan menjadi inang baru bagi larva."
Aku menatap Gao Ning: "Kalau begitu, apa harapan kami untuk kabur? Kau tak lupa, di ruang ulat ini ada belasan manusia ulat? Cukup satu yang mendekat, kita tamat!"
Gao Ning berkata: "Benar, dan manusia serangga ini bukanlah zombie seperti yang dibayangkan orang. Gerakan mereka sangat cepat, bahkan senjata pun tidak bisa mengatasinya. Apalagi jika mereka benar-benar menjadi tumpukan daging hancur lebur yang tidak bisa bangkit, larva-larva itu tetap akan terbang keluar. Saat larva terbang keluar, induk serangga juga akan bangun, ditambah siluman tua itu..."
Mendengar penjelasan Gao Ning, semakin kupikir semakin terasa seperti jebakan maut tanpa harapan. Awalnya aku semakin tegang dan serius, tapi di akhir justru tertawa. Kutatap Gao Ning sambil tersenyum: "Kalau menurutmu begitu, berarti kau sedang mempermainkan kami, membawa kami ke sini! Pantas saja orang-orang Miao itu tidak mau masuk ke sini."
Aku sengaja bertanya seperti itu. Gao Ning menggambarkan semuanya sangat mengerikan, tapi sebenarnya dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Ditambah dia pasti membutuhkan sikapku, pastilah dia punya cara.
Aku tidak mau mendengar ancamannya yang berlebihan. Sepanjang perjalanan aku terus diatur-atur olehnya, sudah muak. Sekarang sudah sampai di ruang serangga, di ambang pelarian. Aku memaksa Gao Ning langsung menjelaskan semuanya tanpa perlu menakut-nakuti kami. Menurutku, setidaknya aku harus bisa mengambil sedikit inisiatif.
Perkataanku ini jelas-jelas meminta Gao Ning langsung menyebutkan solusi. Seorang yang pintar seperti Gao Ning pasti mengerti. Mungkin dia juga merasakan ketidakpuasanku dan keinginanku untuk mengeluarkan "kartu as". Dia mulai berbicara: "Memang kamar serangga ini terlihat tak bisa ditembus, tapi dengan kehadiranmu dan aku, segalanya menjadi mungkin. Chen Cheng Yi, ingat baik-baik: Aku tak bisa mencapai tujuan tanpa dirimu, dan kamu juga tak bisa tanpa aku. Saat ini, jangan saling menyimpan dendam. Lagipula setelah ini, kita akan berpisah jalan dan takkan bertemu lagi."
Aku menghembuskan asap rokok dengan ekspresi datar, meski hati bergolak hebat. Melalui kepulan asap yang mengepul, wajah Gao Ning terlihat samar. Mengapa aku selalu merasa rencananya bukan hal sepele? Jangan-jangan aku membantu kejahatan? Jika benar, harus bagaimana?
