Aku harus mencurigai hal ini, karena dari banyak detail, aku menemukan bahwa anggota organisasi ini sangat familiar dengan aliran kita. Pertemuan di Desa Tandus, perkataan Xiao Chengqian - mereka tidak hanya mengenal kami tapi juga sangat memantau kami.
Menghadapi pertanyaanku, Guruku menggemit pipa rokok lintingannya dalam keheningan. Lama sekali tak menjawab, sampai aku hampir tak tahan untuk bertanya lagi. Akhirnya beliau berkata: "Sudah kukatakan, awalnya kukira organisasi ini tidak ada. Tapi mereka benar-benar ada, bahkan terdiri dari banyak orang tak terduga. Masalah ini terlalu rumit untuk dijelaskan singkat, ini adalah kisah masa lalu sangat lama, bahkan Guru leluhur kita masih muda waktu itu."
Dinasti Ming, apakah itu lagi-lagi zaman keemasan yang legendaris itu?
Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi Guruku mencegahku: "Tidak perlu tahu terlalu banyak, itu juga cara menghindari Tragedi."
Apa maksud perkataan itu? Kulihat profil wajah Guruku, menyadari kerutan sangat dalam yang tiba-tiba muncul di wajahnya. Tiba-tiba aku tak berani bertanya apapun lagi, entah mengapa hatiku mulai menghindar dan menolak beberapa pertanyaan.
Guru dan murid itu terdiam cukup lama, sebelum akhirnya Guruku mulai bercerita padaku tentang Desa Miao Heiyan. Contohnya, ternyata ada 7 Serangga Gu betina di sana. Menurut deskripsiku, Serangga Gu yang dibawa Gao Ning adalah yang berevolusi paling cepat.
Sedangkan monster tua di Desa Miao Heiyan berjumlah tepat 11 orang. Yang paling tua usianya hampir 200 tahun.
Selain itu, Desa Miao Heiyan mewarisi ilmu sihir kuno. Jumlah Serangga Gu-nya tak terhitung.
Keberhasilanku kabur waktu itu benar-benar keberuntungan. Dalam situasi seperti itu, tak ada yang menyangka aku bisa melarikan diri, apalagi ada Gao Ning yang memiliki koneksi khusus denganku. Tapi Guruku juga menganggap Gao Ning sebagai misteri sekaligus masalah besar.
Karena dia membawa Serangga Gu betina yang tingkat evolusinya tak diketahui.
※※※
Setelah beberapa hari menempuh perjalanan dengan gerbong kereta, akhirnya kami tiba di Kunming, Yunnan. Menurut adat Desa Miao Yueyan, kami harus ke sana dulu sebelum masuk ke desa.
Sebelum berangkat, Guruku telah berkomunikasi dengan Kakak Enam. Jadi kedatangan kami berempat tidak membuatnya terlalu terkejut.
Kakak Enam selalu terkenal teliti. Dengan sopan ia menyambut kami masuk ke tokonya, lalu tersenyum memberi tahu pelanggan bahwa ini tamu keluarga sambil menutup pintu toko.
Saat akhirnya bisa berbicara empat mata, tak kuasa lagi kutanyakan pertama kali: "Ruxue, apakah dia baik-baik saja?"
Kakak Enam secara refleks merapikan rambut di dekat telinganya, tersenyum padaku: "Terima kasih perhatiannya, kondisi Ruxue sudah cukup pulih."
Jawaban ini sangat formal. Aku selalu merasa tatapan Kakak Enam padaku begitu dingin, apa Ia juga merasa aku yang mencelakakan Ruxue?
Kak Cheng Xin menyesuaikan kacamatanya, masih dengan senyum lembut khasnya. Ia langsung berkata pada Kakak Enam: "Ruxue gadis yang memesona, wajar saja adik seperguruanku tergila-gila padanya. Kakak Enam, kenapa kau begitu tidak suka pada adikku ini?"
Memandang Kak Cheng Xin, hatiku terasa hangat. Sebenarnya dalam urusan Ruxue, Ia pun kecewa padaku! Sebelum kembali ke Hangzhou, Ia pernah berbicara panjang lebar denganku. Perasaan itu bukan sekadar suka atau cinta, tapi kekaguman mendalam - kekaguman yang tak ingin melihat Ruxue terlukai sedikit pun.
Tapi karena aku, Ruxue sampai harus menghancurkan Benming Gu-nya. Ini membuatnya sangat kecewa.
Namun bagaimanapun, Ia boleh kecewa padaku, tapi tak sudi melihat orang lain bersikap sama. Inilah keanehan aliran kita: boleh saling kecewa bahkan saling mengabaikan, tapi saat menghadapi pihak luar, senjata kita selalu searah.
Menghadapi perkataan Kak Cheng Xin yang sudah cukup tajam, senyum tenang dan memikat Kakak Enam masih tak berubah. Ia berkata: "Mana berani aku tidak puas dengan Cheng Yi? Hanya saja kalian tahu sifat gadis Miao itu keras, perasaan pun datangnya membara. Begitu ada perasaan di hati terhadap seseorang, itu sudah jadi urusan seumur hidup. Tapi, mana bisa gadis Miao kami menandingi pentingnya tradisi spiritual Taoisme kalian? Guruku saja seperti ini, murid pun juga begitu. Daripada begini, buat apa memancing masalah?"
Usai berbicara, Kakak Enam pura-pura menguap lalu berdiri: "Lihatlah aku, terlalu sibuk bicara saja. Kalian datang dari jauh, pasti belum makan kan? Aku akan mempersiapkan diri."
Usai berkata, Kakak Enam langsung berbalik menuju dapur kecil di halaman belakang yang sibuk, menyisakan kami empat anggota seperguruan. Paman Chen memandangi Guruku dengan helaan napas getir, sementara Kak Cheng Xin menggelengkan kepala ke arahku.
Hal antara Nenek Ling Qing dan Guruku memang mereka ketahui. Lalu keadaan seperti apa yang akan menimpaku, mereka pun sudah tahu. Tanganku menggenggam tinju di bawah meja, hati dipenuhi kepahitan.
Justru Guruku terlihat tenang. Ia kembali mengeluarkan pipa tembakau dan menggigitnya, berkata: "Bersama bukan satu-satunya cara mengekspresikan perasaan. Ada ikatan yang tak perlu dipertanyakan ada atau tidaknya, dalam atau dangkalnya - hatimu sendiri lah jawaban mutlaknya. Aku tak akan mengurangi perhatian dan keinginan meski tak bersama. Jika diperlukan, nyawapun bisa kuserahkan. Apakah kebersamaan itu penting?"
“Atau mungkin tetap penting, menyengsarakan dua orang.” Paman Chen seolah sangat tersentuh.
Kak Cheng Xin mengusap dagunya, berkata: "Kalau aku, akan menghabiskan semua perasaan saat masih bersama. Begitu tak akan menderita."
Paman Chen menatap Kak Cheng Xin dan berkata: "Kekanak-kanakan."
Aku tak menjawab. Aku tahu Guruku telah memberi jawabannya. Pilihanku sendiri adalah urusanku sendiri.
Hatiku terasa sesak dan perih. Aku langsung berdiri menuju halaman belakang, bersandar di ambang pintu dengan tangan di saku, memperhatikan Kakak Enam yang sibuk bekerja.
Kakak Enam jelas melihatku. Ia tak menyapaku, tetap fokus pada pekerjaannya. Bagi orang seprofesional dirini, sikap dingin ini sudah sangat tak biasa.
Aku pun bingung tak tahu harus berkata apa.
Sepertinya lupa membawa sesuatu, Kakak Enam hendak masuk ke dalam. Kebetulan aku berdiri di depan pintu. Dengan kesal ia berkata: "Minggir dong, Adik kecil."
Aku tersenyum pasrah. Menyampingkan badan. Kakak Enam melangkah pergi tanpa menoleh. Tapi entah dari mana keberanianku, tiba-tiba kuteriakkan: "Kakak Enam, aku benar-benar suka Ruxue. Tidak, aku mencintainya!"
Tubuhnya Kakak Enam terhenti sejenak, lalu ia mendatangi aku dengan penuh kemarahan, "Kau mencintainya? Berani-beraninya kau bilang cinta! Semua pria di dunia boleh mencintai Ruxue, kecuali keturunan Lao Li yang terhormat seperti kalian. Gadis seperti Ruxue, bukan hanya perempuan ahli santet berharga dari desa kami, bahkan jika bukan pun, dia takkan kesulitan mencari pria baik. Mengapa harus dia dan nenek buyutnya bertemu dengan kalian guru dan murid?"
Aku tak bisa berkata-kata, hanya menundukkan kepala.
Kakak Enam tidak pergi, malah bertanya, "Apa kau benar-benar mencintai Ruxue? Apakah pilihanmu berbeda dengan gurumu?"
Tenggorokanku tercekat. Pertanyaan seperti ini sama sekali tak kuketahui jawabannya. Sejak beberapa hari lalu, hatiku sudah memutuskan, tinggal menunggu pilihan Ruxue. Tapi... aku tetap mengangkat kepala memandang Kakak Enam, "Apapun pilihannya, takkan mengurangi cintaku pada Ruxue. Bahkan kebahagiaan sehari pun berharga, bukan begitu?"
Kakak Enam menatapku lama, tiba-tiba menghela napas. Mulutnya terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kebahagiaan sehari memang kebahagiaan, tapi bagaimana dengan sisa hari-hari yang begitu panjang? Kerinduan? Aku tak berani membayangkan.
Kakak Enam selalu begitu sopan dan penuh perhatian, membuat empat anggota seperguruan kami bisa makan dan beristirahat dengan nyaman. Hanya terhadap aku dan guruku, ia tak bisa menyembunyikan 'kemarahan'nya, sehingga terasa lebih menjaga jarak.
Ia memberitahu bahwa utusan dari desa akan segera menjemput kami, meminta kami tinggal dengan tenang di Kunming beberapa hari.
“Beberapa hari ini, Hui Dàye setelah menyelesaikan beberapa urusan, juga akan membawa Huigen bergabung dengan kami, ini memang sudah direncanakan.
Tapi bagaimana aku bisa tenang? Hatiku terus memikirkan Ruxue, ingin segera terbang ke Yueyan Miao Zhai. Meski tahu kebahagiaan ini sementara, pertemuan mungkin juga singkat, tapi siapa yang bisa menolak godaan kebahagiaan dan pertemuan dengan orang tercinta?
Setelah kami tinggal di sini selama dua hari, Hui Dàye datang membawa Huigen. Urusan yang harus diselesaikannya sebenarnya hanya membawa Huigen mengunjungi orang tua yang sudah lama tidak bertemu. Setelah liburan musim panas Huigen selesai, dia tetap harus mengantar Huigen kembali ke Beijing untuk sekolah.
Aku menemukan satu hal: sepertinya Hui Dàye sangat menghargai setiap hari yang dihabiskan bersama Huigen.
Hanya di kemudian hari, baru kusadari bahwa selama ini aku selalu bisa memahami urusan orang lain, tapi tak bisa memahami urusanku sendiri.
Pada hari keempat, utusan dari desa datang menjemput kami. Kali ini bukan duo Kombinasi Nasi Kepal yang datang, melainkan seorang gadis lain.
Gadis ini adalah tipikal gadis Miao sejati. Seluruh tubuhnya memancarkan semangat yang membara. Di balik mata besar yang jernih, tatapannya begitu penuh gairah dan kebebasan.
"Nama Han-ku Cao Ailin, panggil saja Ailin. Aku sengaja datang untuk melihat siapa sebenarnya Chen Cheng Yi ini!" seru gadis itu begitu masuk pintu.
"Ailin? Kenapa gadis Miao punya nama 'orang bule' seperti itu?" Ini pikiran pertamaku. Pikiran kedua adalah, kenapa dia mau menemuiku sendirian?
Kakak Enam sudah berlari memeluk Ailin dengan hangat. Tak ada yang memberitahuku alasannya.
Untung Kak Cheng Xin tahu situasinya. Dia berbisik di telingaku, "Cheng Yi, kau habis. Cewek ini sahabat terbaik Ruxue sekaligus yang paling temperamental!"
