Aku bangkit dari tanah, bingung memandang situasi yang tiba-tiba tenang, juga sosok ungu di kejauhan. Tak percaya dengan apa yang kulihat, kugosok-gosok mata berharap bisa melihat lebih jelas.
Tapi terbukti aku tidak salah lihat, meski yang kulihat hanyalah punggung yang saat ini sedang berjongkok, meringkuk, dengan bahu bergetar - ia sedang menangis.
Makhluk apa ini? Apakah monster ungu yang tadi kita alami dalam halusinasi belum pergi?
Tapi ini berbeda! Bagaimana bedanya? Karena sosok ungu ini jauh lebih besar, jelas terlihat sebagai siluet orang dewasa, bukan monster ungu tadi yang ukurannya hanya sebesar bayi!
Memandangi generasi tua yang masih terbelenggu perasaan tertentu dan orang-orang yang terpana, aku bertukar pandang dengan Kak Cheng Xin yang paling cepat sadar dan Ruyue. Entah kenapa, kuambil sebatang ranting sambil berseru-seru lalu mendekati dengan hati-hati.
Kak Cheng Xin dan Ruyue mengikutiku dari belakang!
Hingga kami sangat dekat, sosok ungu itu tetap tak bergerak, masih berjongkok di sana seolah terus menangis.
Entah mengapa, tiba-tiba hatiku juga diliputi kesedihan. Tanpa alasan jelas, kujulurkan ranting itu untuk menyentuh sosok ungu tersebut. Ruyue langsung menutup mulut mungilnya sambil memandangiku dengan wajah tegang maksimal. Ekspresi Kak Cheng Xin hanya menyiratkan satu makna - kau gila.
Tapi aku justru tidak merasa takut. Sebaliknya, perasaan pilu di hati semakin menjadi-jadi, dan intuisi mengatakan tak ada bahaya di sini.
Monster yang beberapa kali ditusuk ranting itu, bahunya kini berhenti berkedut. Ia seolah terdiam sejenak, lalu menoleh. Saat menoleh itulah, Kak Cheng Xin dan Ruyue tak kuasa mengeluarkan teriakan 'Aah!'
Jika kita bicara soal rupa monster kecil itu yang aneh, itu hanya membuat orang takut. Bagaimanapun juga ciri-ciri serangganya sangat dominan. Siapapun tahu itu 'bukan golongan kita'.
Tapi sosok yang ada di depan mata ini jelas-jelas terlihat sebagai manusia. Ia memiliki fitur wajah dan postur manusia yang jelas. Yang berbeda hanyalah kulitnya yang sudah mengungu dan mengeras seperti cangkang! Lalu di dahinya ada dua tonjolan, yang langsung mengingatkan pada sungut monster kecil itu.
Untuk hal lainnya, bagaimana menjelaskannya? Seolah wajahnya sedang berevolusi menuju bentuk monster itu. Setelah tahu ini manusia, aku mengganti kata ganti menjadi 'Dia'. Hati pun agak lega. Tapi seketika itu juga aku ikut berteriak 'Aah!'
Karena aku mengenali sosok ungu ini - Dia adalah Gao Ning! Benar-benar Gao Ning.
Karena struktur wajahnya yang mulai menyerupai monster kecil itu, perubahan yang terjadi sangat drastis. Itulah sebabnya aku tak langsung mengenalinya. Tapi saat kulihat kedua matanya yang familiar itu, barulah aku tahu si monster ini adalah Gao Ning!
Kak Cheng Xin yang mendengar teriakanku yang terlambat itu kaget, lalu memandangku kesal: "Cheng Yi, julukanmu 'Si Setengah Nada' ya?"
Aku mengeluarkan suara "ah" beberapa kali, tidak tahu bagaimana mengutarakan pada Kak Cheng Xin. Ruyue memandangiku dengan khawatir, lalu bertanya tulus padanya: "Kak Cheng Xin, kan kamu belajar kedokteran. Pernah lihat orang tiba-tiba jadi gangguan jiwa karena ketakutan? Kakak San ini…"
Si Cheng Xin yang menjengkelkan itu pura-pura serius merenung. Setelah napasku mulai teratur, kutunggu ke arah bayangan ungu itu sambil berkata: "Dia...dia…"
"Apa sih?" Kak Cheng Xin dan Ruyue bertanya serentak.
Tiba-tiba suara aneh memotong pembicaraan kami. Bunyinya seperti ucapan manusia yang disusun dari derik serangga. Entap ada yang paham deskripsi ini atau tidak, yang jelas suaranya sangat mengganggu tapi masih bisa dimengerti: "Dia cuma mengenaliku!"
Yang bicara adalah manusia ulat berwarna ungu itu. Kak Cheng Xin dan Ruyue kaget setengah mati. Mata Kak Cheng Xin berkeriput penuh tanya: "Siapa dia?"
Kuhela napas dalam-dalam: "Gao Ning!"
Sekarang giliran Kak Cheng Xin dan Ruyue yang terkejut.
Persis di saat itu, suara langkah kaki terdengar dari belakang. Suara Guruku menggema, bukan pada kami tapi pada Gao Ning: "Sudah kuduga kau akan ke sini. Kegilaanmu akhirnya gagal. Dengan cara ini kau takkan mencapai tujuanmu. Lantas apa rencanamu selanjutnya?"
Gao Ning menatap Guruku dengan intens. Lama sekali baru dia menjawab: "Bunuh aku. Tolong bunuh aku."
Guruku menghela napas, tapi aku tak percaya memandangi Gao Ning. Pria yang mengejar status dewa dan keabadian ini justru meminta guruku membunuhnya. Apa yang akan dikatakan guruku?
"Bunuh aku, tolong bunuh aku..." Gao Ning seperti melihat penyelamat, tiba-tiba berdiri lalu menerjang guruku. Dia memeluk kaki guruku sambil terus memohon.
Aku memandang Gao Ning dengan iba. Saat dia berdiri, kulihat tonjolan mirip tumor di kedua sisi dadanya dan punggungnya. Tidak sulit membayangkan, dia akhirnya akan berubah menjadi seperti monster kecil itu.
Menghadapi permohonan Gao Ning, guruku menyatukan tangan di belakang punggung sambil menatap langit biru dan sinar matahari pagi yang hangat: "Lihatlah betapa indahnya dunia ini. Langit biru, matahari hangat. Meski hanya puluhan tahun di dunia, kau bisa merasakan keindahan hidup setiap saat, menjalani hari dengan kebaikan dan kepenuhan, lalu pergi tanpa penyesalan. Tapi mengapa masih ada orang yang menyia-nyiakan nyawanya? Memaksakan yang tak ditakdirkan, iri hati, memfitnah, menghalalkan segala cara. Setiap harinya dijauhkan dari keindahan dan harapan, malah berubah menjadi neraka. Pada akhirnya, apa yang didapat hanyalah kekosongan."
Gao Ning mulai gemetar sambil terus menangis. Wajahnya begitu aneh, bahkan air matanya tak lagi jernih, berubah menjadi cairan kekuningan. Tapi saat ini, aku justru merasa sedih dan merasakan kedalaman makna dalam perkataan guruku.
“Menyesal? Orang biasa mati, masih ada roh, masih ada reinkarnasi. Kau pada akhirnya, bahkan tak akan meninggalkan jejak sedikitpun, roh pun akan ditelan ulat, seperti dia.” Guruku menunjuk mayat siluman tua itu, mayat yang sudah terkarbonisasi.
“Bunuh aku, kumohon bunuh aku…” Gao Ning mulai terus-menerus bersujud kepada Guruku, memohon dengan suara parau dan menyayat hati yang penuh tangisan.
Guruku menghela napas panjang, saat itu Paman Wang dan Paman Chen juga mendekat. Paman Chen adalah yang paling lembut hati di generasi tua, dia berkata pada Guruku: “Kabulkanlah permintaannya. Meski kita telah membuktikan sesuatu yang sebelumnya tidak pasti, bahwa pada tingkat tertentu, Langit akan mengembalikan debu menjadi debu, tanah kembali ke tanah, menarik kembali yang bukan milik sini. Tapi dia sudah menyesal, tak perlu membuatnya menderita seperti ini, kehendaknya sendiri sirna perlahan, akhirnya hanya…”
Paman Wang menyela: “Akhirnya hanya menyadari, tujuan tercapai tapi dirinya sendiri sudah lama lenyap. Seperti siluman tolol itu! Selama ratusan tahun, sudah merenggut banyak nyawa manusia.”
Guruku mengeluarkan sebuah kotak dari kantong kain kuning yang selalu dibawanya. Kotak itu pernah kulihat sebelumnya, saat menutup Makam Hantu Kelaparan dulu, Guruku juga mengeluarkan kotak serupa. Di dalamnya ada jimat perak, kali ini juga sama?
Saat mengeluarkan kotak, Guruku berkata: "Sebenarnya, aku sudah lama menyiapkan ini untuknya. Kita semua tahu dia akan kembali, namun yang tak pasti adalah apakah 'itu' akan muncul. Kini setelah sudah muncul, soal ulat yang jatuh ke tangan organisasi itu, kita tak perlu terlalu khawatir. Aku punya cara sendiri untuk menyelesaikan beberapa hal."
Paman Wang dan Paman Chen serentak berkata: "Kami tahu, bukankah ini berarti kita harus bersama-sama?"
Guruku tersenyum tipis. Nenek Ling Qing dan Hui Dàye juga menyambung: "Kami juga akan ikut serta."
"Bersama-sama dalam hal apa?" Aku sama sekali tak mengerti. Baru ingin bertanya pada Guruku, tapi dia malah mengalihkan topik: "Cheng Yi, istirahatlah sebentar. Setelah itu, gunakan lagi ilmu Zhongmao. Dengan jimat ini, memanggil guru akan lebih efektif. Pastikan kau gunakan untuk membunuh Gao Ning, sekaligus mengakhiri ikatan lama antara guruku dan nenek Gao Ning."
Kuambil kotak itu sambil mengangguk. Tak kusangka suatu hari justru tanganku sendiri yang akan menghabisi Gao Ning. Ironisnya, Gao Ning malah memandangku dan Guruku dengan penuh rasa haru dan terima kasih.
"Setiap malam, selalu ada dua jam dimana aku kehilangan kendali. Saat itu, aku merasa diri benar-benar menjadi seekor ulat. Butuh esensi vital manusia untuk pertumbuhan dan evolusiku. Terima kasih, Master Jiang. Terima kasih, Cheng Yi. Satu-satunya hal benar yang kulakukan sejak menjadi monster ini adalah tak membunuh satu pun orang. Tidak satu pun." Demikian Gao Ning berkata pada kami.
Aku merasakan kesedihan yang dalam, tak tahu harus berkata apa. Apakah harus kukatakan bahwa aku akan membunuhmu dengan baik?
Gao Ning berkata, "Aku merasakan sesuatu akan terjadi di sini, satu-satunya harapanku. Aku datang memenuhi panggilan ini. Tapi sekarang aku tahu, tak ada harapan sama sekali. Aku ditolak, aku monster. Cheng Yi, aku tak ingin menjadi monster seperti ini lagi sehari pun. Kuharap setelah mati, masih ada roh Gao Ning yang utuh dan bersih. Jadi... tolong selesaikan sebelum tengah malam ini. Waktuku menjadi ulat semakin lama setiap hari, aku tak tahan lagi."
Aku tak tega melihat kesedihan Gao Ning, akhirnya berbalik dan mengangguk.
