Rumah tradisional Siheyuan di Beijing telah disita setelah kepergian guruku. Selama di Beijing, aku dan Huigen menginap di rumah Qinhuai. Karena Huigen sudah lama tertinggal pelajaran dan tidak mau tinggal kelas, banyak urusan administrasi yang harus diselesaikan.
“Aku juga khusus memperhatikan Zhang Haiyan, gadis kecil yang cukup imut. Aku yakin perasaannya dengan Huigen saat ini sangat murni. Adapun masa depan mereka, siapa yang tahu?”
“Aku mengikuti saran Ruxue dan memilih sikap tidak ikut campur. Jadi aku hanya mengawasi sedikit, itu saja.”
“Setelah menyelesaikan urusan-urusan kecil di Beijing, aku pun menganggur. Untuk sementara, aku agak bingung harus memulai dari mana. Qinhuai mati-matian membujukku tinggal lebih lama di Beijing. Mempertimbangkan kondisiku yang masih galau, akhirnya aku setuju.”
“Malam itu, kami minum sampai agak mabuk lagi. Saat berjalan pulang, Qinhuai berkata, ‘Cheng Yi, bagaimana kalau kau menetap di Beijing saja? Aku bukan sok jagoan, tapi di sini koneksiku lumayan. Gimana menurutmu?’”
“Tinggal di Beijing? Aku geleng-geleng kepala. Takdirku kelak adalah mengembara. Di sela waktu luang, aku ingin sedekat mungkin dengan orang tua. Pasti aku takkan menetap di Beijing, meski ada juga yang membuatku rindu di sini.”
“Teringat hal itu, tiba-tiba kuajak Qinhuai, ‘Ayo, temani aku ke suatu tempat. Kita panjat tembok masuk!’”
“Tempat apa?”
“Rumah tradisional Siheyuan tempat aku dan Guruku dulu tinggal,” jawabku sambil terus berjalan tanpa menoleh.
“Goblok! Lihat dari luar saja lah! Jangan-jangan sudah ada penghuni baru?” teriak Qinhuai dari belakang.
“Kau takut?”
“Ah, masa kakku takut siapa-siapa?”
Begitulah, aku dan Qinhuai berjalan sambil bercanda sampai ke rumah tradisional Siheyuan yang dulu, memasuki gang yang sudah familiar. Segala sesuatu di sini sulit berubah, bahkan para tetangga lama pun tetap sama. Tapi aku sadar, tak mungkin lagi aku membuka pintu dan melihat bayangan Guruku duduk menungguku di halaman.
Aku hanya ingin datang ke sini untuk bernostalgia.
Namun, tepat saat kami hampir sampai di kompleks Siheyuan itu, aku dan Qinhuai sama-sama melihat seseorang berdiri di depan rumah itu. Karena jaraknya, kami tak bisa mengenali siapa orang itu.
Di saat yang sama, orang itu juga melihat kami. Kemudian dia terlihat agak bersemangat dan melangkah cepat ke arah kami.
Melihat ini, Qinhuai berteriak, "Ibu Guo siapa ini? Malam-malan masih pakai kacamata hitam! Sok gaya ya?"
Dulu, banyaknya perkelahian dan masalah yang kuhadapi di Beijing, sebagian besar gara-gara mulut lancang Qinhuai ini. Sampai sekarang si nak masih belum bisa mengubah kebiasaannya. Tapi kali ini aku tak menghentikannya, karena orang ini memang kukenal dan kesan ku terhadapnya juga buruk.
Sekejap, orang itu sudah berada di depan kami. Dia melepas kacamata hitamnya, memperlihatkan mata yang sangat lesu. Menatap Qinhuai dia berkata, "Kau anak pejabat tinggi, aku tahu. Tapi kau bukan bangsawan. Kau tak paham bahwa menunjukkan wajah lesu di depan orang itu tak sopan."
Qinhuai menghela napas melihat orang yang datang, lalu mengorek telinganya, memeluk bahuku dan berkata: "Cheng Yi, apa orang ini gangguan mental ya?"
Aku mengabaikan Qinhuai, hanya menatap orang di depan dan berkata: "Xiao Chengqian, kau datang lagi untuk mengajarkan Tao-mu dan teori bangsawanmu? Kalau begitu, aku tak tertarik mendengarnya."
Ya, orang di depan ini adalah Xiao Chengqian. Kami pernah dua kali berinteraksi. Tak kusangka tindakan spontanku bisa membuatku bertemu dengannya di sini.
Melihat bahwa ini orang yang kukenal, Qinhuai berhenti mengejek. Xiao Chengqian juga sepertinya tak ingin berdebat dengannya. Ia memakai kembali kacamata hitam sambil berkata padaku: "Chen Cheng Yi, ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu."
"Kalau mau mengajak ke bar, aku tak tertarik. Selain itu, kalau kau mau pamer keunggulanmu di depanku, aku juga tak berminat." Tanganku masuk ke saku celana. Sungguh, aku tak punya mood untuk berdebat dengan Xiao Chengqian. Biarpun organisasi mereka ingin melawan takdir, asal jangan ganggu aku.
Seperti guruku dulu: selama tidak mengganggu, biarkan saja mereka.
"Masalah gurumu juga tak kau pedulikan?" Xiao Chengqian melontarkan kalimat itu padaku.
Aku seketika mengerutkan kening, tak kuasa melangkah mendekat: "Kau tahu tentang guruku?"
“Ya, apa kau tertarik untuk mencobanya?” Wajah Xiao Chengqian sebagian besar tersembunyi di balik kacamata hitam, aku tak bisa melihat ekspresinya dengan jelas. Tapi saat menyebut urusan Guruku, bagai menggaruk titik lemahku, hampir tanpa ragu langsung kusetujui, malas memikirkan apakah ada jebakan atau bahaya.
※※※
Karena sebelumnya kukatakan tak mau ke bar, lokasi pembicaraan kami adalah suite VIP di hotel mewah yang dia pesan. Qinhuai tentu ikut serta, tapi Xiao Chengqian juga tak keberatan.
Di ruang tamu yang luas, Xiao Chengqian akhirnya melepas kacamata hitamnya dan berganti pakaian yang lebih nyaman. Setelah duduk, dia mengambil sebotol wiski dan menenggak beberapa teguk, lalu berkata padaku dan Qinhuai: “Di kabinet minuman ada arak, silakan pilih sendiri. Aku tak akan melayani kalian.”
Ekspresinya sangat lesu, di bawah sorot lampung, wajahnya yang letih semakin tak terbendung.
Qinhuai dengan santai mengambil minuman, sementara aku yang gelisah menanti kabar Guruku sama sekali tak berminat minum. Langsung kusergah: “Bukannya kau punya info tentang guruku? Sekarang aku sudah datang, bisakah kau jelaskan?”
Xiao Chengqian memandangiku dengan tatapan ambigu, lalu menenggak lagi araknya sebelum berkata: “Aku sudah menunggumu lama di sini, sekitar sebulan! Karena tak bisa menemukanmu, kuantri di alamatmu di Beijing. Tak disangka akhirnya berhasil.”
“Kenapa kau menungguku? Bukannya kau yang mau memberitahu kabar tentang guruku?” Aku merasa agak bingung.
“Iya, karena aku pernah bertemu gurumu, sekitar sebulan lalu. Dia datang ke markas lama organisasi kami, menemui kakekku, lalu setelah itu kakekku dan beberapa pamanku menghilang.” Xiao Chengqian tidak berbelit-belit, langsung menjelaskan padaku.
Aku sulit mencerna kabar ini, menarik napas dalam-dalam lalu bertanya: “Siapa kakekmu?”
“Kau tidak tahu siapa kakekku?” Xiao Chengqian tertawa pendek sebelum menatapku serius: “Kakekku adalah Wu Liyu. Sekarang ingat? Aliran kami sebenarnya punya posisi penting dalam organisasi, bahkan baru membawa pulang telur serangga. Tapi begitu gurumu datang, semua tulang punggung utama aliran kami – yaitu penerus resmi guru leluhur kami – ikut lenyap bersama telur serangga itu. Sekarang aliran kami kehilangan pengaruh di organisasi, bahkan posisiku terancam. Heh, gurumu benar-benar hebat...”
Aku menyeringai sinis. Rupanya yang lebih dipikirkannya adalah posisinya sendiri. Tapi aku teringat satu pertanyaan: “Bukannya organisasi itu didirikan oleh aliran kalian? Kok bisa kau kehilangan pengaruh?”
Kalimat ini seolah menggugah beban pikiran Xiao Chengqian. Ia kembali meneguk beberapa kali arak, lalu berkata: "Awalnya memang begitu, tapi sejak ratusan tahun lalu, organisasi sudah dipenuhi banyak kekuatan lain. Untuk berkembang, ini hal yang tak terhindarkan. Hanya saja aliran kita masih bisa mempertahankan keunggulan. Sekarang... semuanya pergi, tak tersisa apa-apa..."
Aku merebut botol araknya dan ikut meneguk. Tiba-tiba teringat ucapan Guruku dulu: untuk telur serangga yang dicuri, dia punya cara. "Bersama-sama, paling-paling bersama-sama." Rupanya "bersama-sama" yang dimaksud adalah membawa serta aliran Wu Liyu dan kelompoknya?
Dengan blak-blakan aku bertanya: "Kau punya petunjuk apa? Apa tujuanmu menemui aku?"
Sebenarnya sampai saat ini, hatiku sudah mulai samar-samar mengerti maksud Xiao Chengqian mencari aku.
"Aku ingin bekerja sama denganmu. Di pihakku ada keunggulan finansial dan logistik yang tak kau miliki, tapi aliran kalian memiliki kelebihan dalam hal pewarisan ilmu dan pengetahuan rahasia yang lebih banyak. Aku harus menemukan kakekku, atau posisiku di organisasi sekarang sangat genting. Aku butuh dukungan eksternal. Maukah kau bekerja sama denganku?" Xiao Chengqian menatapku.
Kuperhatikan Xiao Chengqian beberapa saat. Sejujurnya sampai sekarang aku belum paham betul sifat sebenarnya organisasinya. Aliran kami memiliki banyak prinsip batasan - setidaknya kami tidak akan merusak masyarakat, mengkhianati negara, atau merugikan rakyat jelata. Tapi mereka bisa saja melakukannya.
Aku menggelengkan kepala pada Xiao Chengqian, berkata: "Kerja sama yang bisa kami lakukan selamanya hanya satu hal - tentang keberadaan mereka. Aku tidak tertarik dengan urusan organisasimu, asal kalian jangan macam-macam denganku. Meski tak pantas melawan kalian, setidaknya bisa kugigit dua potong daging kalian. Syaratnya begitu, terima atau tinggalkan."
Xiao Chengqian menenggak arak lagi, "Dengan jaringan kontak yang ditinggalkan gurumu, kalau bisa kau gali, kau pasti mampu melawan kami. Baiklah, kita kerja sama dalam hal ini. Kau akan tahu betapa pentingnya dana dan logistik! Sialan Lin Chen, aku takkan biarkan dia naik jabatan. Tapi aku harus menemukan Guru, setidaknya tahu keberadaan mereka sebagai modal. Brengsek!"
Xiao Chengqian mulai kehilangan kendali, sementara aku termenung. Apakah ini awal masa depan berbeda milikku sejak Guru pergi?
【Jilid 6: Kejadian Aneh di Kota (Bagian Atas)】
