Sorotan mata penasaran kami serempak mengarah ke Shen Xing. Shen Xing menutup buku dengan tenang, menguap lalu berkata: "Jangan tanya apapun. Jika hasil sudah ada, tak perlu selidiki prosesnya. Aku mau tidur. Kalian masih mau berdiri kaku di situ?"
Kami tak bisa berkata-kata. Bagi Shen Xing, hal yang tak ingin dia bicarakan, menggunakan dongkrak pun tak bisa membuka mulutnya. Menghadapi Shen Xing yang tenang ini, kami malah menyimpan pertanyaan di perut. Percuma bertanya.
Shen Xing berbaring masih berpakaian lengkap. Kak Cheng Xin tiba-tiba mencekik leherku sambil berbisik marah: "Dasar otak udang! Jika kalah, darimana kita cari dua puluh ribu yuan untuk Lin Chen itu?"
Aku tercekik sampai batuk, mendorong Kak Cheng Xin sambil berkata: "Aku lebih ganteng dari dia, lebih tinggi juga, mana mungkin kalah. Jangan kau melemahkan semangatku di sini."
Mendengar itu, Kak Cheng Xin mengusap dagunya, memandangiku dengan tatapan penuh arti lama sekali, baru berujar: "Hmm, lebih baik aku hubungi beberapa orang saja."
"Orang apa?" tanyaku bingung.
"Oh, aku kenal beberapa wanita kaya yang kesepian. Akan kuhubungi dulu biar kalau kalah ada yang bayar. Kalau mereka mau bantu melunasi, kau akan kucuci bersih dan kuantarkan. Toh kau masih muda, masih ada tenaga perkasa." Kak Cheng Xin berbicara dengan wajah serius.
"Goblok!" Aku langsung menerjang, mencekik lehernya balik, berteriak: "Bilang! Apa aku lebih ganteng dari Lin Chen? Lebih tampan dari kau? Jangan menghindar dari kenyataan!"
"Lebih baik mati daripada menyerah!" Kak Cheng Xin 'menggigit gigi' menjawab.
Kami berdua pun tertawa terbahak-bahak, membuat Shen Xing di ranjang sebelah menghela napas: "Tinggal bersama anak kecil, memang tidak tenang."
Setelah bercanda, kami berbaring setengah duduk di tempat tidur bawah yang sempit. Tiba-tiba Cheng Xin berkata: "Cheng Yi, jangan sampai kalah. Di Panggung Pertarungan Ilmu, hidup-mati tidak ditanggung. Lin Chen pasti tidak akan menunjukkan belas kasihan."
Kujawab: "Tenang saja. Lima tahun ini dia berkembang, aku juga tidak diam. Aku tidak akan membuat keputusan gegabah tanpa persiapan."
"Ya, aku percaya padamu."
"Tadi siapa yang mau menjualku ke wanita kaya?"
“Ha ha……”
※※※
Keesokan harinya aku terbangun oleh suara ketukan "tok tok tok" di pintu. Sebelum sempat bangun dari tempat tidur, Shen Xing sudah membuka pintu. Melihat aku dan Kak Cheng Xin yang masih tidur seperti babi, Shen Xing tak kuasa berkomentar: "Hebat benar, hari ini masih mau bertarung."
Setelah pintu terbuka, Lin Chen datang membawa beberapa orang. Melihat kami masih tidur nyenyak di kasur, matanya menyiratkan kemarahan sesaat yang segera ditutupinya. "Chen Cheng Yi, jangan-jangan kau lupa janjimu kemarin?" katanya.
Aku bangun perlahan sambil bergumam: "Ngapain buru-buru? Kalau mau duel ilmu, aku harus mengumpulkan tenaga dulu biar bisa muncul dengan gemilang. Pergi sana! Tunggu di luar sampai kami 'dandan rapi'."
Lin Chen mungkin merasa kesal dengan ucapan itu. Setelah menarik napas panjang, ia pun pergi.
Tiba-tiba tempat tidur atasku bergetar hebat. Tertawa mesum bergema dari atas, diikuti suara Kak Cheng Xin yang terengah-engah: "Shen Xing, pinjamkan bedak dan lipstikmu. Aku mau dandan bareng Cheng Yi biar bisa tampil gemilang!"
“Oh, aku tidak bawa. Kalian cari saja lumpur merah untuk dioles ke wajah, bisa dipakai sebagai perona pipa darurat.” Suara jernih Shen Xingqing terdengar dari ranjang seberang, disambut tawa ketiga gadis itu. Mana ada suasana duel serius di sini?
Proses aplikasi Pertarungan Ilmu sebenarnya sederhana. Setelah bersiap, aku dan Lin Chen pergi ke suatu tempat – mungkin semacam kantor cabang sementara dua organisasi – untuk menyusun surat persetujuan duel. Isinya sekadar pernyataan duel adil, hidup atau mati tidak diperhitungkan, tidak melibatkan pihak lain, lalu kami berdua menandatangani dan menyerahkannya. Perwakilan dua organisasi masing-masing memberi cap persetujuan.
Hanya saja di tengah proses, seorang yang mungkin dari Organisasi Rahasia berkomentar provokatif: “Duel rahasia? Atau perlu kami umumkan untuk duel terbuka?”
Mendengar itu, mata Lin Chen langsung memerah. Dengan gigi gemeretak ia berkata: “Duel kok sembunyi-sembunyi! Pria sejati bertarung harus di depan publik, adakan pertarungan yang tuntas dan memuaskan!”
Aku tidak berkomentar. Pilihan Lin Chen sudah jelas – bukankah dia ingin tenar lewat duel ini? Murid Lao Li vs murid Jiang Lichun, nilai gelar ini pasti tinggi di kalangan insider.
Lin Chen telah memilih demikian, anggota organisasi gelap segera mengerahkan orang untuk melakukan 'propaganda' yang disebut-sebut. Metode 'propaganda' mereka cukup menggelikan - menggunakan pengeras suara besar untuk berteriak. Barulah aku tahu alasan semangat mereka: mereka memungut tiket 50 yuan untuk menonton pertarungan kami, plus membuka taruhan siapa yang akan menang dengan mereka sebagai bandar.
Harus diakui metode propaganda dengan pengeras suara ini cukup efektif. Mengingat semua orang sudah berkumpul di perkemahan dan baru kembali dari pasar hantu, mendengar ada tontonan seru dengan tiket cuma 50 yuan plus bisa berjudi, siapa yang tidak antusias?
Yang terpenting, para peserta adalah Lin Chen yang punya pengaruh besar di belakang layar, dan murid utama Aliran "Gunung" dari keturunan Lao Li yang baru muncul belakangan ini - topik panas perbincangan orang. Ini semakin memicu semangat mereka.
Arena pertarungan adalah tanah lapang yang dipilih dadakan oleh kedua organisasi. Untuk keamanan, organisasi terang dan gelap sama-sama mengirim pengawas pertarungan agar tidak melukai yang polos. Yang membuatku geleng-geleng, pengawas dari organisasi gelap ternyata Feng Wei.
Sedangkan pengawas dari organisasi terang juga kenalanku - orang tua itu yang menjaga pintu. Ini ketiga kalinya aku melihatnya. Dengan malas ia duduk di luar lingkaran besar yang digambar untuk pertarungan antara aku dan Lin Chen, sambil... menciumi sepatunya sendiri. Dalam radius 1 meter di sekelilingnya tidak ada seorang pun, mungkin daya penghancur sepatu itu terlalu dahsyat.
Orang yang membeli tiket untuk menyaksikan Pertarungan Ilmu kami sangat banyak, memenuhi area seperti hamparan hitam. Di bawah koordinasi dua organisasi, yang jongkok tetap jongkok, yang duduk tetap duduk, yang berdiri tetap berdiri, sehingga memastikan semua orang bisa menyaksikan.
Namun karena penundaan ini, ketika Lin Chen dan aku memasuki arena pertarungan, waktu sudah hampir pukul 12 siang.
Aku dan Lin Chen pernah bertarung sebelumnya, jadi kami saling memahami cara masing-masing. Tanpa basa-basi, begitu naik ke podium, Lin Chen langsung mengeluarkan alat tulang aneh dari tasnya, meletakkannya di tengah arena, lalu segera membentuk segel tangan sambil merapal mantra.
Begitu rupanya?! Hatiku langsung berdebar karena gerakan Lin Chen ini jelas terlihat - dia sedang memanggil 'asisten' yang dipeliharanya. Ini lebih hebat dari ilmu memanggil dewa maupun ilmu Xiaomao.
Baik ilmu memanggil dewa maupun ilmu Xiaomao memiliki batas waktu. Setelah waktu habis, kekuatannya akan lenyap bahkan membuat penggunanya lemas.
Tapi sihir ini tidak memiliki kelemahan itu. Selama bisa mengendalikan dan menanggung bebannya, bisa digunakan tanpa batas dengan waktu persiapan singkat. Satu-satunya kelemahan adalah 'asisten' tersebut harus terus diberi persembahan. Ini seperti ritual jangka panjang karena semakin lama masa persembahan, semakin kuat kekuatan 'asisten' tersebut.
Ini adalah sihir yang hebat! Berdasarkan 'kekuatan bantu' yang kamu miliki, kekuatan sihir ini akan berbeda. Artinya, jika 'kekuatan bantu'-mu adalah sesuatu yang melawan takdir, maka sihir ini pun akan melawan takdir.
Contohnya, para Taoist di zaman kuno bisa memberikan persembahan kepada roh hewan suci!
Selain itu, alasan Lin Chen menggunakan sihir dengan waktu persiapan sangat singkat ini adalah untuk mencegahku menggunakan ilmu Zhongmao!
Lin Chen dengan cepat melafalkan mantra, namun raut wajahnya menunjukkan kesombongan yang tak bisa disembunyikan. Mungkin dia merasa sudah bisa mengalahkanku, atau mungkin 'kekuatan bantu'-nya sangat kuat.
Tapi dia salah perhitungan satu hal: ada sesuatu yang tak pernah kuperlihatkan di hadapannya selama ini. Selama lima tahun, benda yang bersimbiosis denganku ini telah kukuasai dengan sempurna.
Seketika itu juga aku menutup mata dan mulai melantunkan mantra - mantra yang sama yang dulu Guruku ajarkan saat menghadapi Ibu Dendam dan arwah bayi di Desa Miao Heiyan, mantra untuk mengendalikan roh harimau. Setelah Guruku pergi, kutemukan versi lengkap mantra pengendalian ini dalam buku-buku sihir peninggalannya.
Sekarang saatnya harimaunya yang bodoh ini menunjukkan kekuatannya.
