"Harimau Bodoh" adalah nama yang kuberikan untuk roh harimauku. Setelah bertahun-tahun menjaganya, roh harimau ini semakin dekat denganku. Simbiosis kami semakin matang: energi jahatnya membantuku menahan sifat tubuhku yang mudah menarik 'masalah', sementara indera spiritualku memelihara sisa rohnya.
Tiga tahun lalu secara kebetulan, aku sudah bisa merasakan keberadaan roh harimau di dalam tubuhku. Ia hanya sisa roh, berbeda dengan Hantu, tidak memiliki kesadaran komunikasi konkret, tapi memiliki perasaan sederhana seperti senang dan marah yang bisa kurasakan.
Alasan memanggilnya harimau bodoh karena seperti aku yang lambat merespon, emosinya datang perlahan. Aku bahkan curiga beberapa kali saat kritis ia muncul menyelamatkanku, mungkin karena refleksnya yang lambat, seharusnya ia bisa muncul lebih cepat.
Sebenarnya roh harimau sudah menyatu sempurna denganku, simbiosis. Makna sesungguhnya dari cakar harimau ini tidak terlalu penting lagi, meski bagi orang lain tetap berharga karena membawa energi jahat pekat dan telah kujaga dengan baik, menjadi alat ritual berkualitas.
Seiring mantra yang kulumatkan, kurasakan semangat roh harimau dalam tubuhku yang ingin meledak, seperti energi yang terakumulasi siap memuntahkan keluar.
Di sisi lain, seiring mantra Lin Chen yang bergema, angin kencang berhembus bertubi-tubi. Angin ini berbeda dengan angin yin yang dibawa Hantu biasa, justru terasa semangat perkasa di dalamnya.
Kuduga ia memberikan persembahan pada makhluk yang telah lama bertapa dan memiliki kesaktian, tapi aku tak tahu jenisnya. Penasaran apa sebenarnya, tapi apapun itu harimau bodohku takkan kalah.
Begitu kami berdua naik panggung untuk Pertarungan Ilmu, Lin Chen langsung membuat keributan besar yang memicu teriakan panik di sekitar. Hampir semua yang hadir adalah orang dalam lingkaran ini. Meski belum mencapai level Mata Ketiga atau Mata Dewa, dengan tenaga dalam yang terkumpul bertahun-tahun dan indera spiritual, mereka masih bisa melihat detail pertarungan atau adegan yang tak terlihat oleh orang biasa.
Di sisi sana, mantra Lin Chen telah selesai dirapalkan. Angin kencang yang mengamuk tiba-tiba lenyap seketika seolah tak pernah ada. Persis di saat itu, tulang aneh yang dia lemparkan mulai bergetar hebat.
Aku tahu makhluk itu akan segera keluar, tapi aku tetap tak kehilangan fokus. Aku terus menggerakkan bibir dengan cepat merapalkan mantra. Semakin tinggi level simbiote spiritual, semakin rumit mantra yang dibutuhkan dan semakin lama waktu persiapannya.
Semua orang menahan napas, seluruh perhatian tertuju pada potongan tulang aneh itu. Kupingku jelas mendengar bisikan: "Generasi muda sekarang luar biasa. Pertarungan ilmu zaman kita dulu seperti permainan kecil dibanding ini. Tapi sepertinya Lin Chen lebih unggul - murid keturunan Lao Li di sebelah sana masih belum ada gerakan."
Banyak yang mengangguk setuju! Bagaimanapun juga, dibandingkan energi yang dipancarkan Lin Chen, sisi ku terlalu diam-diam.
Plak! Akibat getaran hebat, tulang aneh itu akhirnya jatuh ke tanah. Seketika kerumunan meledak dalam teriakan!
"Ini... Pasti hasil cultivasi selama ratusan tahun..."
“Tak wajar, benar-benar tak wajar, dari mana Lin Chen menemukan senjata ini?”
Ya, dalam kondisi Pertarungan Ilmu yang membutuhkan konsentrasi tinggi indera spiritual, Mata Ketigaku juga terbuka secara otomatis. Aku langsung melihat sesuatu yang muncul di arena pertarungan luas itu.
Seekor musang putih berukuran raksasa!! Xianjia sejati yang telah mencapai cultivation!!
Siapapun yang memiliki sedikit pengetahuan umum tahu bahwa ular, musang, rubah dan sejenisnya adalah hewan yang sangat mudah dihinggapi roh. Hewan-hewan ini juga memiliki indera spiritual yang sangat kuat, dibandingkan hewan lain mereka sangat mudah mencapai kesuksesan dalam cultivation. Saat mencapai tingkat tertentu, atau karena alasan lain, mereka akan melampaui raga fisik dan membentuk wujud spiritual seperti ini.
Jelas, Lin Chen telah mempersembahkan sesaji kepada musang putih ini. Jika masih memiliki raga fisik, kemunculannya takkan semenakutkan ini. Tapi dengan tenaga dalam yang sangat kuat, ia muncul sebagai entitas spiritual yang luar biasa besar, membuat siapapun yang melihatnya gentar.
"Hei? Dari mana kau dapatkan tulang jiao untuk mempersembahkan kepada musang putih ini?" Suara kagum terdengar dari samping arena. Itu Feng Wei, orang yang sangat tertarik dengan benda-benda pusaka.
Lin Chen memberikan tatapan permintaan maaf ke Feng Wei. Dalam pertarungan ini dia tak bisa menjelaskan banyak hal, juga tak ingin memberiku kesempatan balik. Segera dia melantunkan mantra kontrol. Mendengar mantra (jenis mantra ini bisa dipahami sebagai bahasa komunikasi) itu, musang putih raksasa itu langsung berlari kencang ke arahku.
Roh sama sekali tidak terpengaruh oleh batasan gravitasi. Kecepatannya begitu dahsyat, dalam sekejap mata sudah sampai di depan aku. Mungkin Lin Chen tidak ingin terlalu cepat mengambil nyawaku, dia tidak memilih untuk menubrukkan roh Musang Kuning Berpunggung Putih itu ke raga fisikku hingga rohku terlempar, melainkan menyuruh Musang Kuning itu mengangkat satu cakar depan dan menghantamku dengan keras.
Serangan roh seperti ini tidak akan melukai tubuh fisik sedikitpun, tapi yang terluka adalah roh. Jika rohku terluka, sudah pasti aku sulit menggunakan sihir besar, dan berarti kekalahan pasti terjadi.
Mungkin kemenangan yang terlalu mudah tidak diinginkan Lin Chen. Yang dia mau adalah menyiksaku, semakin menderita aku, semakin gemilang kemenangannya!
Namun menghadapi cakar Musang Kuning Berpunggung Putih yang teracung mengerikan, sama sekali tidak ada rasa takut atau khawatir dalam diriku. Di saat ini, aku telah menyelesaikan suku kata terakhir mantra. Persis di detik itu, semburan kekuatan dahsyat memancar dari tubuhku.
Di tengah arena, tanpa tanda apapun terdengar raungan harimau maha dahsyat "RAUUUGGHH"!
Cakar Musang Kuning Berpunggung Putih itu dalam sekejap terpental oleh hantaman cakar harimau raksasa.
"Ayo, Si Bodoh! Jangan mempermalukanku," teriakku keras.
Dengan teriakanku, kudengar suara gemuruh bertanya, "Apa?" Disusul bunyi kursi terjatuh. Kulempar pandangan ke belakang, si Taoist tua yang tadi asyik mengendus sepatunya telah melemparkan sepatu itu dan bangkit berdiri tegak.
Entah siapa yang kena lempar sepatu sial itu, kudengar suara "Aduh!" melengking.
Lalu, Feng Wei menatapku dengan mata menyala-nyala. Kerakusan di sorot matanya tak perlu kujelaskan. Bibirnya komat-kamit membentuk empat kata: "Simbiosis Roh Harimau!"
Reaksi kerumunan tak perlu kupaparkan. Untuk pertama kalinya kudengar helaan nafas serempak sedramatis itu. Harimau bukanlah hewan yang mudah mencapai pencerahan. Kemunculan roh harimau siluman ini jelas sesuatu yang mengejutkan.
Kubicarakan semua reaksi ini dengan tenang. Ini cuma warisan Roh Harimau dari Guruku, tak ada yang patut dibanggakan. Hanya saja, separuh kekuatan jiwaku melekat pada roh itu. Kepergiannya membuatku limbung dan lemas.
Kurasakan perlu mengisi energi. Kuraba-raba tas punggungku, akhirnya mengeluarkan apel. "Kretak!" Suara gigitanku menggema keras.
Tiba-tiba suara Kak Cheng Xin dari barisan depan menderit: "Chen Cheng Yi dasar brengsek! Naruh apel di tas alat ritual!"
"Mendampingi teriakan Kak Cheng Xin, adalah ekspresi wajah pucat Lin Chen."
Kemunculan roh harimau membuat musang punggung putih itu secara instingtif mulai menjauh perlahan. Dalam biologi, mereka memang bukan makhluk setara dengan harimau. Apalagi aura energi jahat dan medan energi yang dibawa roh harimau begitu kuat, sama sekali bukan tandingan bagi roh seperti musang punggung putih.
Dengan langkah anggun, roh harimau berjalan mengelilingi arena Pertarungan Ilmu. Ini adalah naluri harimau yang membutuhkan momen serangan terbaik. Sementara itu, musang punggung putih terus mundur selangkah demi selangkah, kedua matanya menatap tajam ke arah roh harimau, seluruh jiwa-raganya dalam keadaan siaga!
"Kalian para senjata berlatar belakang ini, bukankah hanya mengandalkan pemberian leluhur? Roh harimau hebat-hebat apa?" teriak Lin Chen hampir dalam keadaan histeris.
'Kretak!' Aku menggigit apel lagi, sama sekali tidak menanggapi ucapan Lin Chen. Saat Pertarungan Ilmu malah merangsang diri sendiri, bagaimana bisa Lin Chen melakukan kesalahan sepele seperti ini? Tapi mungkin, inilah titik paling menyakitkan dalam hatinya.
Aku ingin bertarung secara adil dengannya, jadi tidak menambahkan minyak dan cuka untuk mengacaukan pikirannya.
Tepat pada saat itu, sekali lagi gemuruh harimau yang memekakkan telinga menggema di seluruh ruangan. Disertai teriakan itu, Harimau Bodohku telah melesat keluar. Sebuah cakar harimau raksasa menghantam dengan keras ke arah Musang Berpunggung Putih. Musang itu tak bisa menghindar lagi, akhirnya mengeluarkan rengekan tajam dan menyambut serangan Harimau Bodohku.
Pada momen yang sama, teriakan kaget serempak terdengar di arena!
