Akibat malam itu adalah aku menghabiskan semua apel sisa Shen Xing diam-diam, bayarannya mata kiri berubah menjadi mata panda. Sedangkan Kak Cheng Xin sebagai biang keladi yang menghabiskan persediaan makanan, mata kanannya jadi mata panda.
Shen Xing berujar: “Aku tidak mau uang, tidak berguna. Kalau dua ribu yuan saja tidak bisa memberi efek jera, lebih baik kalian masing-masing kuminum satu pukulan. Sudah lama ingin memukul kalian, pria tiga puluhan tapi berperilaku seperti anak kecil. Aku paling benci pria yang tidak dewasa sesuai usia, sok polos!”
Saat itu kami malah bersyukur, tidak perlu bayar uang, mudah sekali. Seberapa keras pukulan gadis? Hasilnya jadilah mata panda sebelah. Kalau kami berdua disatukan, jadi satu panda utuh.
Setelah memukul, Shen Xing menggosok tinjunya sambil berkata: “Ah, tangan sudah kaku. Latihan taekwondo bertahun-tahun dulu jadi sia-sia!”
"Pria boleh memukul wanita? Bolehkah? Tidak boleh! Akhirnya aku dan Kak Cheng Xin menahan diri, sekitar pukul 8 pagi kami pergi ke pasar hantu dengan mata panda."
"Tapi setidaknya sekarang aku sudah dianggap 'selebriti', pergi ke pasar hantu bersama Kak Cheng Xin dengan penampilan seperti ini pasti akan jadi bahan gunjingan. Awalnya Kak Cheng Xin tidak mau ikut ke pasar hantu hari ini, tapi dia tak tahan ingin mencari informasi tentang obat pendamping, ditambah takut dipukuli lagi oleh si wanita garang di kamar, akhirnya nekat keluar juga."
"Maka kami berjalan keluar sambil menjadi pusat perhatian kerumunan."
"Lho, Chen Cheng Yi yang kemarin begitu gagah, kok matanya lebam hari ini?"
"Eh, yang satu lagi juga mata panda, apa mereka berantem?"
Komentar yang paling sering kami dengar seperti itu, sampai kami bertemu dengan seorang penyebar rumor yang kebetulan sedang menyebarkan gosipnya.
"Hei, aku sudah tahu, 'pasangan suami istri' ini berantem, biasa lah." Orang itu berkata penuh keyakinan pada orang lain.
"Apa maksudmu pasangan suami istri? Kan mereka berdua pria, kau ini ngaco!"
"Mana mungkin aku ngaco? Di komunitas kita ini, bukankah banyak pria dan wanita yang saling mendampingi? Lagipula, suatu hari aku pernah melihat sendiri si berkacamata itu menggandeng Chen Cheng Yi, mesra sekali mereka!"
Aku dan Kak Cheng Xin mendengar kabar seperti itu, sama-sama menggigit gigi sampai berbunyi, urat nadi di pelipus berdenyut. Awalnya sudah kesal karena masing-masing ditonjok sekali oleh Shen Xing, sekarang si penyebar rumor ini membuat gunung berapi kemarahan kami meletus.
Kami saling pandang sejenak, tanpa banyak bicara langsung berlari menggiring si penyebar rumor itu pergi. Setelah menyeretnya ke tempat sepi dan menghajarnya habis-habisan, barulah kemarahan kami sedikit reda.
Tapi mulut bocah itu memang brengsek, meski sudah terkapar di tanah masih berteriak: "Suami istri satu hati, kekuatan bisa mematahkan logam. Dua anak setan berhati hitam ini, beberapa pukulan saja sudah bikin Aku muntah darah."
Kak Cheng Xin langsung naik darah lagi ingin menyikutnya, tapi kutahan. "Sudah, anak ini orang Sichuan. Demi rasa senasib sebagai orang sebangsa, jangan dipukuli lagi."
Tapi tak lupa kuperingatkan: "Iri dengan ketampanan Aku, Aku masih bisa maklum! Jangan karena ingin menghalangi cinta diam-diam murid perempuan padaku, kau karang cerita ambigu antara aku dan shixiong! Jika Aku dengar lagi sekali saja, setiap ketemu pasti kuhajar!"
Setelah mengancam si brengsek itu, kami baru merasa lega pergi ke pasar hantu. Soalnya amarah dalam hati sudah keluar semua!
Cheng Xin bahkan tertawa terbahak-bahak: "Orang itu pasti di kehidupan sebelumnya masih berhutang satu piring nasi pada Shen Xing."
Kutanya kenapa. Kak Cheng Xin sambil tertawa menjawab: "Kalau tidak ada hutang makan, mana mungkin dia yang menanggung konsekuensi karma dari penyebab yang Shen Xing tanam?"
Saat kami berdua Cheng Xin dan aku sampai di pasar hantu dengan gaya sok jagoan, hampir tak ada orang lagi di sana. Kami menyerahkan karcis biru sebagai kelompok terakhir yang masuk, tapi kami tak peduli.
Kemarin menang dua kali berturut-turut, 40 juta uang tunai di kantong, kami merasa berkantong tebal!
Sesuai perjanjian, Kak Cheng Xin tidak akan masuk ke 'ruang dalam ruang' itu. Dia akan berkeliaran mencari bahan-bahan herbal di luar. Yang masuk hanya aku. Dengan langkah gaya orang baru kaya, aku langsung menuju ke sana. Tanpa basa-basi, aku lempar 10 juta. Setelah orang itu menghitung sampai puas, aku masuk dengan gaya seorang Tuan Besar.
Begitu masuk, rasa santai itu langsung lenyap. Di dalam sini, aku merasakan gelombang kekuatan spiritual yang sangat kuat. Tak perlu diragukan lagi, ini pasti pusat formasi pasar hantu. Getaran energi spiritual ini cukup mempengaruhi tubuh. Seperti diriku, aliran darah di seluruh tubuh jadi lebih cepat. Bagaimanapun, energi formasi ini bukan milik sendiri dan tidak menyatu dengan diri, pasti akan mempengaruhi.
Seperti pengetahuan umum bahwa ginseng adalah tonik kuat, tapi jika dikonsumsi berlebihan sekaligus, pasti berbahaya.
Pantas saja ada persyaratan masuk ketat di sini. Mereka yang cultivation-nya lemah pasti akan 'terstimulasi' keluar oleh getaran energi ini. Biasanya orang yang cultivation-nya rendah juga tak punya banyak uang, mereka tak butuh barang 'high-end' seperti minta bantuan arwah tua. Inilah alasan kenapa tarifnya mahal.
Setelah menyesuaikan diri dengan fluktuasi energi spiritual yang kuat di sini, aku mulai membiasakan diri dengan kegelapan. Berbeda dengan luar yang masih dipenuhi lilin-lilin rapat, di sini benar-benar gelap gulita. Saat pertama masuk, aku sama sekali tak berani bergerak, hanya bisa beradaptasi sejenak sebelum akhirnya berani bergerak.
Ketika aku sedang berusaha membiasakan diri dengan kegelapan, tiba-tiba sebuah suara mampir di telingaku: "Nak, kemarin sok pamer, sekarang masuk sini langsung gelagapan ya? Berdagang di sini bukan pakai mata, tapi pakai indera spiritual, Mata Ketiga. Kalau kau punya Mata Ketiga, kau bisa melihat semuanya, bisa pilih-pilih barang dagangan sesukamu! Kalau cuma mengandalkan indera spiritual, ya cuma bisa berdagang dengan siapa yang kau rasakan."
Aku kaget mendengar suara itu, refleks merogoh korek api dan menyorotkannya. Terlihat wajah biasa yang tak kukenal sama sekali sedang menatapku penuh kemarahan. Sekejap kemudian dia meniup korek apiku hingga padam, bergumam dengan geram: "Di sini dilarang ada cahaya sedikitpun. Para 'orang tua' itu tak akan suka. Karena ini pertama kalinya, kau masih diampuni. Kalau terulang lagi, kau harus pergi!"
Aku memang kurang sopan tadi. Cepat-cepat kusimpan korek api dan meminta maaf: "Maaf, aku cuma heran. Kok kamu kenal aku? Takut kalau-kalau kita sudah akrab."
Orang itu tidak sabar mengeluarkan suara 'hng', lalu berkata: "Jangan sampai ada lagi next time! Intinya aturan sudah kuberitahu, kalau kau tidak punya Mata Ketiga, Indera spiritual juga tidak cukup kuat, lebih baik segera keluar, masih bisa menjelaskan situasi dan kembalikan uang 5000. Tapi, melihat Pertarungan Ilmu mu kemarin, Indera spiritualmu sangat bagus, aku tidak akan cerewet lagi, silakan berbuat semaumu!"
Setelah berkata demikian, suara itu menghilang. Setelah berdialog dengannya, mataku mulai sedikit menyesuaikan dengan lingkungan di sini, tapi hanya bisa melihat bayangan orang samar-samar yang bergerak, bahkan jalan pun tidak jelas terlihat.
Tapi apa itu Mata Ketiga? Temen satu geng umur 6-7 tahun saja sudah membuka Mata Ketiga, apa sulit bagiku? Pada detik berikutnya, aku membacakan mantra dalam hati, langsung memasuki kondisi Mata Ketiga.
Perilaku ini membuat pemilik suara tadi mengeluarkan suara heran, lalu berbisik: "Pantasan, tanpa bakat memang susah masuk pintu gerbang keturunan Lao Li!" Setelah itu, suaranya lenyap tanpa jejak.
Tapi aku tidak punya waktu untuk mengobrol lagi dengan pemilik suara ini, karena begitu membuka Mata Ketiga, pemandangan di sini langsung membuatku kaget. Arwah tua benar-benar sudah hidup terlalu lama dalam kegelapan *yin*, bukan berarti psikologisnya menyimpang, tapi pasti punya hobi yang aneh. Adegan-adegan yang kulihat ini benar-benar mengejutkan, sangat menggetarkan! Aku benci melihatnya terlalu jelas, benar-benar ingin menusuk mataku sendiri!
Tapi apa boleh buat? Yang lebih sial lagi, sifat alami spiritual roh menentukan sensitivitas terhadap 'pandangan' orang lain. Saat kau melihat atau merasakannya, dia pasti bisa merasakan bahwa kau sedang melihat atau merasakannya.
Maka, adegan yang lebih spektakuler pun terjadi. Mereka serentak menatapku. Saat itu, aku benar-benar ingin menampar diri sendiri dua kali. Membuka Mata Ketiga sialan, memamerkan Indera spiritual sialan! Kini menjadi pusat perhatian. Melihat wajah-wajah yang menghadap langsung, benar-benar akibat ulah sendiri!
Tapi tak seorang pun menunjukkan simpati. Bayangan-bayangan orang yang samar itu malah tertawa melihatku mempermalukan diri. Aku menggigit gigi dan memaksa diri beradaptasi dengan kondisi Mata Ketiga ini. Berbicara dengan setiap sosok, baru bisa dapat informasi lebih, bukan?
Maka, kutahan rasa tak nyaman yang mendebarkan, mataku mulai menjelajahi setiap keberadaan di sini!
