Permintaan apa yang kau punya datang ke sini? Pertanyaan ini malah membuatku bingung menjawab! Aku sama sekali tidak punya permintaan, yang ada justru segudang pertanyaan. Menghadapi pertanyaan Yuan Laoye, aku malah tak tahu harus mulai dari mana. Setelah bergumam lama, Yuan Laoye yang sudah tak sabar hampir memukulku tiba-tiba kudengar suaraku sendiri: "Yuan Laoye, bisakah kau memberitahuku di manakah Kunlun berada?"
Mendengar ini, Yuan Laoye langsung terkesima. Mungkin karena beliau tidak biasa mengumpat, andai bisa pasti sudah mengeluarkan kata "Goblok". Dengan kumis berkibar dan mata melotot, beliau menunjukiku lama sebelum akhirnya membentak: "Nonsense! Kalau tahu di mana Kunlun, masak aku tinggal di tempat begini? Bisakah kau berhenti mengoceh kosong?"
Sebagai roh, aku tak bisa mengeluarkan keringat dingin. Andai bisa, pasti seluruh tubuhku sudah basah kuyup menghadapi kemarahan Yuan Laoye ini.
Melihat ekspresiku, Yuan Laoye akhirnya mereda amarahnya. Lalu beliau mengucapkan kalimat yang membuatku terpana: "Sebenarnya, aku juga tahu alasannya. Kau dan Jiang itu pasti keturunan Kunlun! Kalian berdua satu-satunya yang bisa kupastikan sebagai penerus Kunlun."
Setelah Kunlun, ini kedua kalinya aku mendengar istilah ini. Yang membuatku terkejut tentu saja karena Kakek Yuan Yi bisa menebak bahwa aku dan guruku adalah keturunan Kunlun!
Aku membeku di tempat, bingung apakah harus mengaku atau tidak.
Wajar jika aku berpikiran picik. Jika yang bertanya adalah Mas Yuan Yi, pasti akan kujawab terus terang. Tapi apa hubunganku dengan Kakek Yuan ini? Berani-beraninya aku mengaku? Keturunan Kunlun ini menyangkut urusan besar. Jika mengaku, aliran Lao Li kami langsung akan menjadi barang rebutan bagai kue wangi yang dikerubungi orang lapar.
Kakek Yuan menatapku sambil tersenyum geli, "Aku paham betul arti keturunan Kunlun. Bahkan semasa hidup pun sudah tahu. Jangan berlagak ragu-ragu seperti orang sembelit, Nak. Raut wajahmu sudah mengkhianatimu."
Aku kesal. Perumpamaan apa itu? Sembelit?
Sebelum sempat membalas, Kakek Yuan melanjutkan, "Aku ini siapa? Pasti gurumu pernah ceritakan sedikit! Dulu alat ritual dan sumber daya milik gurumu selalu jadi incaran. Pernahkah aku berniat merebut? Jangan kira dengan berlindung pada negara lalu aman! Lagipula, cicit perempuanku adalah bagian dari aliran Lao Li kalian. Sekarang tiba-tiba dibilang keturunan Kunlun. Apa gunanya menyembunyikan ini dariku?"
“Benar, apa artinya aku menyangkal? Belum lagi Mas Yuan Yi, Nona kecil Chengyuan juga sudah kutarik masuk ke perahu penjahat ini. Yang terpenting, Guruku pernah bilang kakeknya Mas Yuan Yi adalah seorang tua generasi sebelumnya yang luar biasa. Jika wataknya buruk, pasti tidak akan dapat pujian seperti itu dari Guruku.”
Memikirkan ini, hatiku pun lega. Akhirnya aku mengaku, bahkan bercerita panjang lebar: “Tuan, hal ini membuatku tak bisa tidak berhati-hati. Awalnya aku benar-benar bingung karena Guruku sama sekali tidak memberi tahu sepatah kata pun! Sampai dia menghilang pun tak ada sepatah petunjuk! Kemudian, kami tanpa sengaja menemukan beberapa jejak, baru menyimpulkan bahwa Guru pergi ke Kunlun. Aku... sebenarnya baru-baru ini saja mulai terpikat oleh Kunlun. Hal terpenting dalam hidupku adalah bisa bertemu Guruku sekali lagi sebelum aku mati! Jujur saja, bukan hanya aku, seluruh aliran kita menganggap mencari Kunlun sebagai tujuan hidup. Ah... ini memang obsesi.”
Saat mengucapkan kalimat terakhir, aku sengaja berlagak bijak dan sedih.
Tua Yuan mengangkat alisnya: “Termasuk cicit perempuanku?”
“Tentu! Adik perempuan seperguruan kami pernah belajar pada setiap guru, pasti ada ikatan emosi. Lagipula sekarang dia diasuh oleh kami para saudara seperguruan, baru-baru ini sedang belajar ilmu firasat dari adik Chengzhen.” Jawabku pelan, karena ada firasat tak enak!
“Lihat, kuhajar kau si bocah nakal ini! Berani-beraninya mengajak cicitku ikut berulah. Kunlun, Kunlun itu bisa dikejar dalam seumur hidup kalian? Aku benar-benar kesal!” Sambil berkata, Si Kakek benar-benar mencoba menghajarku. Tapi karena kami dalam kondisi roh, pukulannya tak mungkin mengenai fisikku.
Namun, kekuatan jiwa yang tiba-tiba dilepaskannya membuatku tertekan. Kuangkat kedua tangan tanda menyerah. Temperamen kakek ini benar-benar meledak-ledak. Sepertinya Mas Yuan Yi sering dihajar waktu kecil, pikirku dalam hati sambil bersyukur.
Kakek Yuan juga tampak pasrah. Ia tak mungkin benar-benar menyakitiku. Setelah amarahnya mereda, ia berjalan mondar-mandir sambil membawa Yuan Yi di punggung. Setelah lama, barulah ia tenang: “Sudahlah. Katamu tadi gurumu menghilang?”
“Iya. Bukan hanya guruku, seluruh generasi tua aliran kita juga lenyap. Termasuk...” Segera kusampaikan jejak-jejak ini pada Kakek Yuan. Pasti pengetahuannya lebih luas, terbukti dari kemampuannya langsung mengenaliku sebagai keturunan Kunlun.
Ada satu hal yang membingungkan: Kenapa saat guru-guru itu menghilang, mereka juga membawa orang dari organisasi seperti Wu Liyu dan lain-lain? Jejak yang kudapat hanya hubungan antara guru Wu Liyu dengan guru leluhurku.
Tak mungkin kulewatkan kesempatan bertanya pada Kakek Yuan. Saat ini juga kujelaskan semua situasi ini secara detail.
"Kakek Yuan mendengarkan dengan serius. Setelah selesai, beliau merenung lama sebelum berkata, 'Sejarah organisasi itu bisa ditelusuri sangat jauh, bahkan terkait dengan sebuah rahasia yang hanya sedikit orang tahu. Aku beruntung mengetahui secuil informasi! Jadi, tidak aneh jika gurumu melibatkan mereka. Mari kita kesampingkan dulu itu. Dari ceritamu, di pasar hantu ini ada jejak besar yang bisa kau kejar. Akan kujelaskan dulu petunjuk ini, baru kemudian ceritakan tentang Kunlun yang kuketahui.'"
Mendengar perkataan Kakek Yuan, aku senang. Rupanya beliau juga orang yang blak-blakan. Kukatakan sambil tersenyum, "Baik, baik, baik."
"'Baik apaan sih! Siapa suruh kau ajak cicitku ikut dalam bahaya ini? Hah? Aku ini dipaksa masuk ke dalam pusaran! Kunlun selalu menjadi topik tabu di kalangan kita, tahu kenapa? Karena itu tujuan paling nyata kita! Setidaknya tidak semu seperti konsep mencapai pencerihan. Sedikit saja info konkret tentangnya, bisa memicu pertumpahan darah! Bahkan melibatkan kekuatan tersembunyi di dunia ini. Keterlaluan kau berani menanyakannya di pasar hantu!' Kakek itu melotot sambil menggumam."
Dalam hati aku bersyukur. Total hanya dua kali aku menanyakan Kunlun: pertama ke tengkorak pejabat yang berhasil kuhindari, lalu di tempat perlindungan ini bertemu Kakek Yuan. Syukurlah tampang tampan membawa hoki lebih baik.
Si Kakek Yuan mungkin tidak tahu ideku ini, kalau sampai tahu, mungkin akan kembali terdiam karena marah padaku.
Aku juga tidak ingin membuat Si Kakek Yuan kesal lagi, buru-buru tersenyum penuh basa-basi: "Kakek Yuan, ceritakanlah tentang jejak yang kau sebut itu. Kau tahu, sulit bagiku datang ke sini, kali ini hanya beruntung dapat kuota, tidak boleh disia-siakan."
Si Kakek Yuan mengeluarkan suara "hng", lalu langsung ke inti: "Kau kira bagaimana aku tahu gurumu pernah ke sini? Karena kedatangannya sempat menggemparkan. Kultivator hantu di sini semua terkunci di tempat ini, harus bayar mahal untuk keluar, dan tak bisa kembali lagi. Jadi dalam kondisi begini, kabar heboh cepat menyebar, sampai ke telingaku."
Seketika aku membeku. Guruku, tidak boleh gitu! Aku yang ganteng begini tidak dihiraukan, tapi penampilanmu yang jorok malah bikin heboh? Kemampuan apresiasi para hantu ini bermasalah ya?
Tapi tentu aku tak berani mengungkapkan pikiran ini. Setelah membeku sejenak, aku segera berlagak serius mendengarkan penjelasan Si Kakek Yuan.
Si Kakek Yuan merenung sejenak sebelum melanjutkan: "Sekarang jelas, kedatangan Xiao Jiang (Kakek Jiang) kemungkinan berkaitan dengan rencana ke Kunlun. Sayang waktu itu saat dapat kabar, dia sudah pergi. Aku tidak berpikir sejauh itu. Kalau tidak ketemu kamu hari ini, takkan terpikir olehku bahwa pertemuannya dulu dengan satu makhluk yang berada di sini ternyata terkait Kunlun?"
“Berada, apa yang berada?” Perasaanku langsung tegang, aku merasa seolah berhasil menangkap inti persoalan.
“Inilah alasan mengapa gurumu dulu membuat sensasi saat datang ke sini! Bukan kebetulan, dia menggunakan metode rahasia untuk mencari paksa, menemukan sosok seperti leluhur di sini, lalu entah dengan cara apa, akhirnya membuat kesepakatan rahasia dengan leluhur tersebut.” Ayahah Yuan berkata dengan ekspresi tidak percaya.
“Le... leluhur apa?” Aku bahkan tidak bisa bicara lancar.
Ayahah Yuan menatapku sejenak, lalu berkata: “Sudah kukatakan, tempat ini telah ada selama ribuan tahun. Aku di sini hanyalah udang kecil yang masih sangat muda. Menurutmu, siapakah yang pantas disebut leluhur?”
