Hari yang biasa saja. Cuaca Juni mulai pengap, tapi langit hari ini terasa suram.
Aku menempatkan keluarga Guan Lengzi di sebuah hotel, lalu langsung berangkat menemui Guru Liu.
Masih di kamar yang remang-remang dan suram itu, kupikir Guru Liu akan menungguku sendirian, mengingat sebelumnya sudah kuberi tahu via telepon. Tapi ternyata di dalam kamar, Shen Xing sedang berdiskusi dengan Guru Liu.
Aku tidak tahu persis apa yang mereka bicarakan. Hanya dengan cahaya lentera minyak yang redup, kulihat mata Shen Xing memerah seperti habis menangis, sementara raut wajah Guru Liu terlihat penuh kesedihan dan kepasrahan.
Aku berdiri di ambang pintu kamar, mendengar Shen Xing bertanya dengan nada dingin yang membeku pada Guru Liu: "Benarkah tidak ada lagi cara? Sebenarnya aku rela mengorbankan apapun."
Kalimat ini terasa aneh. Aku menggelengkan kepala, selalu merasa ada yang tidak beres. Seolah di balik ketenangan ini tersimpan keputusasaan yang sangat dalam.
Menghadapi pertanyaan Shen Xing, Guru Liu menggeleng penuh kesedihan: "Tidak ada cara. Semula kukira masih ada waktu setahun lagi. Ini bukan soal apakah kau mau berkorban atau tidak, faktanya perbuatan melanggar Tao, kau tidak mau lakukan, aku pun tak boleh! Waktu yang dicuri tetap saja hasil curian."
Kemudian terjadi keheningan panjang antara Guru Liu dan Shen Xing. Guru Liu terlihat menyesal dan pilu, tapi Shen Xing justru menunjukkan ketenangan yang tak terduga - tenang sampai ke tulang sumsum, seolah sudah tak ada harapan lagi, untuk apa lagi heboh.
Diamnya mereka membuatku merasa canggung, maju masuk pun tidak enak, pergi juga tidak mungkin.
Aku sangat khawatir pada Shen Xing, tapi nona kecil ini terlalu cerdik, beban pikiran dan isi hatinya tersembunyi terlalu dalam. Sifatnya yang dominasi ini seolah tidak mengizinkan orang lain mengkhawatirkannya, terlihat hangat namun memiliki pertahanan yang menjaga jarak, membuatku tak tahu cara mengkhawatirkan atau merawatnya.
Konfrontasi hening ini berlangsung sekitar 1 menit, tiba-tiba Guru Liu membuka mulut: "Nona kecil, kau orang yang cerdas dan kuat. Semua masalah bisa kau pahami dengan jelas, dan berani bertindak. Masalah ini kuharap kau hadapi dengan cara yang sama."
Kukira Shen Xing tidak akan merespon, namun di luar dugaan, Shen Xing tersenyum tipis: "Paman Liu, tentu saja aku memahaminya. Tentu aku akan berani menghadapi dengan caraku sendiri."
Kulihat Guru Liu menghela napas lega, ekspresinya jelas lebih santai: "Urusan selanjutnya akan kutangani dengan baik. Tenang saja, nanti siang akan kuselesaikan."
Shen Xing mengangguk dengan ketenangan yang luar biasa.
Saat itu, Guru Liu akhirnya menyadari kehadiranku di pintu: "Diam saja apa? Masuklah."
Aku tersenyum canggung, mengangkat bahu menunjukkan bahwa kudengar percakapan mereka tanpa sengaja. Hatiku pun merasa lega, bukan tanpa alasan - karena sikap Shen Xing. Nona kecil ini adalah gadis perkotaan modern paling unik yang pernah kukenal, sifatnya yang rendah hati dan kesatria sangat kusukai. Ia telah membantu aku dan Kak Cheng Xin, kusegani dan anggap sebagai teman.
Perkataan Liu Shifu membuat Shen Xing menyadari kedatanganku. Saat aku masuk ke kamar, ia berbalik dan tersenyum padaku. Senyum itu sangat tenang, tenang seperti sinar matahari sore yang terasa biasa tanpa sesuatu yang mencolok.
"Cheng Yi..." Setelah tersenyum, Shen Xing tiba-tiba memanggilku.
"Hmm?" Aku menunjukkan keheranan karena Shen Xing memanggilku saat ini. Perlu diketahui sifatnya yang cukup individualis, bukan tipe yang akan menyapa orang hanya demi kesopanan.
"Tolong telepon Cheng Xin untukku. Hari ini moodku kurang baik, minta dia menemani sehari. Kita jalan-jalan saja." Shen Xing tersenyum sambil berkata.
"Oke." Aku mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi Kak Cheng Xin. Jangan-jangan kali ini akhirnya Kak Cheng Xin akan punya hubungan serius? Akankah menikah? Mungkinkah dia menjadi orang pertama di aliran kita yang menikah?
Ya, aku akui pikiranku melayang jauh. Tapi faktanya, dari Guru leluhur sampai Chengyuan di aliran kita, tidak ada satu pun yang bukan lajang! Sungguh memprihatinkan...
Di telepon, aku segera menyampaikan permintaan Shen Xing kepada Kak Cheng Xin. Reaksinya sesuai dugaan, tentu sangat antusias. Shen Xing mengambil alih telepon dan membuat janji temu dengan Kak Cheng Xin sebelum mengembalikan telepon padaku.
Hanya saja ia mengatakan sesuatu yang cukup berani dan tak biasa dari karakternya: "Su Cheng Xin ini cukup baik. Yang penting dia menyukaiku, kan?"
Aku sempat terdiam, lalu spontan menjawab: "Iya."
“Bagus, anak laki-laki ini adalah satu-satunya yang tidak kusukai di antara semua yang menyukaiku. Pergilah menghabiskan hari di sana.” Shen Xing tersenyum, lalu berbalik pergi.
Aku menggaruk-garuk otak, tetap tak mengerti maksud percakapan aneh ini.
Kalau tak paham ya sudah, ini adalah ciri khas nekat keturunan Lao Li. Aku duduk dengan santai di depan Guru Liu: "Kubawa orangnya, sekarang di hotel."
Ekspresi Guru Liu sama sekali tidak heboh. Masih memegang cangkang enamelnya, menyesap teh, baru bertanya datar: "Lalu kenapa tidak dibawa kemari?"
"Guan Laidi sangat menyedihkan."
Guru Liu terkekeh. Sekali lagi kulihat kulit jeruk yang retak, dalam hati kumaki: rubah tua ini!
"Benar saja anak keturunan Lao Li, semua penuh prinsip kemanusiaan. Demi orang asing, bahkan jejak penting Kunlun pun bisa dikorbankan! Kau takut aku akan menggunakan Guan Laidi untuk hal jahat?" Guru Liu menatapku dengan mata keruh, tapi kurasa itu mata yang paling bisa melihat hati orang.
"Aku mau tahu detail rencanamu! Katamu, proses ritualmu juga butuh bantuanku." Sayangnya sifat nekalku muncul. Jangankan rubah tua, harimau pun tak kutakuti.
Liu Shifu satu tangan terus memutar tutup cangkir teh enamel, satu tangan lain tak henti mengetuk meja. Menghadapi pertanyaanku, dia terdiam lama sebelum akhirnya berkata: "Sama sepertiku, ilmu simpul dari aliran Lao Li berani mengklaim nomor dua, tak ada yang berani sebut nomor satu se-Tiongkok. Lagipula indera spiritualmu kuat, bisa sedikit membantu. Adapun apa yang akan kulakukan..." Sambil bicara, Liu Shifu akhirnya berhenti memainkan tutup cangkir tehnya dan mengeluarkan suatu benda dari laci mejanya.
Kuperhatikan baik-baik, itu adalah sepotong tulang belakang manusia yang memancarkan kilau lembut. Potongan tulang ini jelas memenuhi standar tertinggi alat yin Taoisme. Untuk memoles tulang sampai memancarkan kilau selembut ini, diperlukan puluhan tahun latihan ditambah metode rahasia perawatan.
Seperti kata pepatah, cintai pekerjaanmu maka akan kau cintai hal-hal terkait pekerjaan itu. Sebagai seorang Taoist, wajar jika aku menyukai berbagai alat ritual (alat yin juga termasuk kategori alat ritual). Begitu melihat benda ini, tak kusangka langsung kuraih dan kumasukkan ke telapak tangan untuk kumasah-masah.
Begitu menyentuh telapak tanganku, tulang ini langsung mengeluarkan hawa dingin yang tak terkatakan namun nyaman, bagai minum sup kacang hijau di musim panas. Aku langsung tahu nilainya: "Liu Shifu, hebat! Alat tulang ini sudah dirawat dengan energi Yin murni. Sungguh kedermawananmu!"
“Benar, aku pernah bilang, energi Yin murni itu sulit ditemukan di dunia fana. Tempat yang punya energi spiritual biasanya punya energi positif. Tapi tempat dengan energi Yin murni juga bisa disebut tanah spiritual, kenapa? Asal kau punya benda yang cocok untuk menopang tubuh Yang, berlatih di tempat dengan energi Yin murni, kemajuannya bakal pesat! Murni untuk memelihara roh.”
Makanya, aku sampai memanggil Liu Shifu dengan sebutan "Anda" karena terlalu heboh. Ternyata dia memakai energi Yin murni untuk merawat benda pusaka!
“Kau memang tahu barang bagus, gimana? Alat Yin ini cukup baik kan?” Tiba-tiba Liu Shifu berkata padaku seperti itu.
Aku kaget, langsung melepaskan alat Yin itu. Karena aku sudah menebak apa yang akan dilakukan Liu Shifu, aku berbisik: “Liu Shifu, jangan-jangan Anda...? Tidak, aku pasti tidak setuju.”
Liu Shifu berkata pelan: “Cuma dua tahun!”
“Dua tahun? Kalau cuma dua tahun, buat apa susah-susah begini?” Gumamku.
“Aku ini selain jago membuat jimat dan merawat alat, juga mendalami penelitian tentang roh dan manusia. Banyak ritual rahasia yang sudah kudapat. Semua ini, kau tahu, hanya untuk putriku yang malang! Raga fisik punya batasan umur. Di bawah hukum alam, roh juga punya batasan? Kau tahu kondisi putriku, meminjam umur tanpa batas sudah tidak mungkin. Dia menderita, mana mungkin aku sebagai ayah tidak ikut menderita? Kecuali...” Liu Shifu terdiam sejenak.
Aku berbisik: “Kecuali mengubah takdir secara melawan kodrat!”
“Benar, kecuali mengubah takdir secara melawan kodrat, tapi kau pikir aku akan melakukannya?” Liu Shifu menatapku dengan sorot mata berapi-api.
