Tak jelas siapa yang lebih dulu jatuh cinta antara Shen Xing dan Guan Rui. Bukan cinta pandangan pertama yang bergelora, tapi aliran sungai sunyi yang tersembunyi dalam rentang waktu, menghangatkan hati dengan kelembutan.
Pada usia 18 tahun, Guan Rui lolos ke universitas di utara. Sebelum kepergiannya, sehari sebelumnya Ia mengajak Shen Xing berjalan di gang tua yang familiar. Masing-masing menyimpan beban pikiran, membuat mereka diam seribu bahasa.
Akhirnya, mereka tiba di atap rumah petak tua yang sudah lapuk. Dulu rumah Guan Rui berada di sini. Pernah Guan Rui memberitahu Shen Xing, saat hatinya sedang sedih, dia akan naik ke atap ini, memandang langit dan kejauhan. Di masa-masa setelah pertemuan mereka, dia juga sering mengajak Shen Xing ke sini.
Mereka sangat polos. Seluruh cerita yang terjadi di atap ini tak lain hanyalah bagaimana Guan Rui terus menyemangati Shen Xing untuk menghadapi berbagai kesedihan dan kepedihan di panti asuhan.
Hari ini, apakah suasana hati mereka berdua sama-sama buruk? Di hari terakhir sebelum perpisahan, tanpa direncanakan mereka memilih datang ke atap ini.
Untuk pertama kalinya, sebelum naik ke atap, Guan Rui membeli beberapa camilan kecil dan dua botol bir.
"Ini untuk merayakan keberhasilanku masuk universitas, sekaligus merayakan penerimaanmu di SMA." Guan Rui membuka botol bir dan menyerahkan satu botol kepada Shen Xing, begitu katanya.
Shen Xing menyesap sedikit bir. Itu pertama kalinya ia minum arak. Cairan berbuih yang pahit ini mengalir lewat tenggorokan masuk ke lambung, bahkan hatinya pun ikut terasa pahit. Rasanya aneh, tapi juga membuat ketagihan.
Shen Xing berkata: "Rayakan saja keberhasilanmu masuk universitas. Aku tidak akan melanjutkan ke SMA. Panti asuhan hanya akan membiayai kami sampai usia 16 tahun. Aku akan masuk sekolah guru tingkat menengah, tidak bayar uang sekolah (dulu sekolah menengah kejuruan gratis), malah dapat subsidi. Lulus juga ada jaminan penempatan kerja. Semua ini sudah kupikirkan sejak lama..."
"Anak-anak di panti asuhan matang sebelum waktunya sampai membuat kesakitan hati. Shen Xing bahkan lebih matang dibanding mereka. Ia sudah merencanakan masa depannya setapak demi setapak sejak lama."
"Dia sangat paham, di panti asuhan tak ada banyak pilihan untuk masa depan. Nilai akademiknya yang cemerlang hanya untuk memastikannya bisa masuk ke institusi paling hemat biaya."
"Waktu itu ujian masuk sekolah kejuruan lebih sulit daripada ujian SMA."
"Bukankah cuma tiga tahun?" Guan Rui menenggak seteguk besar arak, tiba-tiba serius berkata pada Shen Xing: "Biaya SMA tidak mahal. Kamu sangat hemat, biaya hidup juga tak perlu banyak! Biar aku yang membiayai SMA-mu. Jangan kau tinggalkan universitas, nilai akademikmu begitu bagus."
"Tidak, mana mungkin kau sanggup menanggung?" Hati Shen Xing tersentuh, namun tetap menolak. Setelah bertahun-tahun, ia percaya Guan Rui tulus saat ini. Tapi sebagai orang yang tak punya rasa aman, prinsipnya sendiri tentang ketidakmungkinan mengkhianati perasaan justru membuatnya yakin semua orang di dunia fana mudah berubah.
"Ia akan mengingat kebaikan Guan Rui, tapi tak berani mempertaruhkan masa depannya pada diri pria itu."
"Menghadapi penolakan Shen Xing, Guan Rui sangat bersemangat. Dengan suara keras ia meyakinkan: "Bisa! Mahasiswa dapat subsidi bulanan dari universitas. Masih banyak cara cari uang. Ditambah uang saku saya, kalau berhemat pasti cukup."
"Tidak..." Shen Xing masih ingin menolak.
Tapi Guan Rui saat itu sudah menenggak setengah botol bir. Ini pertama kalinya dia minum alkohol, emosinya terlihat agak heboh dan tak bisa dikendalikan. Dia melangkah maju, meletakkan kedua tangannya di bahu Shen Xing. Wajahnya kemerahan, suaranya bergetar saat berkata: "Jangan tolak aku. Aku hanya ingin... di masa depan, terus bersamamu. Mulai sekarang, aku sudah dewasa. Ayahku pernah bilang, pria harus melindungi wanita dan menanggung tanggung jawab keluarga. Aku... di dalam hati... sudah menganggapmu sebagai keluarga. Aku ingin mulai dari sekarang..."
Guan Rui tak berkata lagi. Tangan yang menempel di bahu Shen Xing gemetar halus. Ini pertama kalinya dia melakukan gerakan 'mesra' seperti itu pada Shen Xing, bahkan pengakuan yang tak menyebut kata 'suka' sekalipun.
Dalam diary-nya, Shen Xing menulis: Pengakuan tanpa 'aku menyukaimu' atau 'aku mencintaimu' ini adalah pengakuan paling indah yang pernah dia dengar di dunia fana. Malam itu, mata pria itu begitu jernih, begitu tulus.
Sebenarnya mereka saling menyukai, hanya karena masih muda tak ada yang mengungkapkan. Cinta selalu menyentuh hati terdalam, bahkan Shen Xing yang memiliki tembok tebal di hatinya pun tak bisa menolak. Saat itu, dia menunduk dan berbisik satu kata: "Oke."
Satu kata 'Oke' ini mengandung makna luar biasa. Karena itu berarti Shen Xing telah menggadaikan takdirnya pada Guan Rui sejak saat itu.
Mendapatkan satu kata 'baik' ini, Guan Rui sangat bersemangat. Dia mengerti ini juga merupakan janji Shen Xing untuk bersamanya. Akhirnya dia tak tahan memeluk Shen Xing sebentar, lalu segera melepaskannya. Ini adalah cinta mereka saat itu, juga keintiman pertama mereka.
Tahun itu, Guan Rui berusia 18 tahun, Shen Xing 15 tahun. Tahun itu adalah tahun 1988.
Di masa-masa berikutnya, Shen Xing memilih SMA dengan tegas, diperingatkan panti asuhan bahwa mereka tidak bisa menanggung biaya sekolah SMA-nya karena terlalu banyak anak yatim dan dana terbatas.
Shen Xing bernegosiasi dengan panti asuhan. Dia berkata baik dalam studi maupun kehidupan, tidak akan membebani panti asuhan satu fen pun. Dia bahkan akan membantu bekerja di panti asuhan, hanya meminta tempat tinggal.
Itu adalah periode hidup saling bergantung dan saling mendukung. Meski dalam arti tertentu Shen Xing dan Guan Rui saat itu masih anak-anak, tapi mereka layak menyandang dua frasa itu.
Sekaligus merupakan masa pahit yang dipenuhi semangat perjuangan.
Di era itu, setiap hari selain mengurus pelajaran SMA, Shen Xing harus melakukan banyak pekerjaan kasar. Dia menghemat hidupnya sampai-sampai gadis muda ini tampak kurus kering dan kurang gizi.
Tapi dia tak merasa menderita, karena dengan 'pengorbanan' Guan Rui, masa depannya penuh harapan bahkan bisa kuliah. Dia juga punya kebahagiaannya sendiri, seperti setiap kali menerima surat dari Guan Rui atau menulis surat untuknya.
Setiap bulan, Guan Rui mengirim uang ke Shen Xing, dari bulan pertama dia bersekolah hingga tiga tahun Shen Xing menyelesaikan SMA, tak pernah terputus. Dia selalu berpesan pada Shen Xing: jangan terlalu menyiksa diri, makanlah yang cukup agar kuat belajar. Katanya—dia bisa menghasilkan uang.
Shen Xing tetap hemat. Dia tak ingin menjadi beban Guan Rui saat kuliah. Uang yang dihematnya akan dipakai sebagai biaya masuk universitas. Tak mau berhutang pada kampus, tapi rela berhutang pada Guan Rui—karena dia memutuskan akan membalas kebaikan Guan Rui seumur hidup.
Tiga tahun itu, Shen Xing tak pernah sekalipun bertemu Guan Rui. Liburan musim dingin maupun panasnya habis untuk bekerja. Dia harus cari uang, tak sempat pulang.
Satu-satunya jembatan penghubung mereka adalah surat-surat yang terus berdatangan. Saat Shen Xing selesai ujian masuk perguruan tinggi, tumpukan surat itu sudah mencapai 900 lembar—hampir tiap dua hari sekali datang, bahkan kadang dua surat sehari.
Semua surat itu disimpan Shen Xing. Saat membersihkan barang peninggalannya, kubakar semuanya. Seperti pesan Shen Xing: "Bakar semua, cukup tinggalkan buku harian ini saja."
Sebenarnya, alasan mempertahankan buku harian ini sangat kumengerti: itu adalah penjelasan untuk Kak Cheng Xin.
Cerita terus berlanjut. Setelah pahit pasti datang manisnya. Pada musim panas setelah Shen Xing selesai ujian masuk perguruan tinggi, Guan Rui akhirnya pulang. Tak sepatah katapun dia menyebut teguran orang tua karena tak pulang-pulang—yang diingatnya hanya nilai rapor ujian Shen Xing.
Tapi pertemuan mereka diwarnai kalimat pembuka yang sama.
"Kau kurus."
"Kau kurus."
Usai berbicara, mereka saling tersenyum. Benar, keduanya kurus. Dibandingkan sebelum kuliah, Guan Rui kini menjadi hitam dan kurus.
Sementara Shen Xing tampak pucat dan kurus karena kekurangan nutrisi, bahkan rambutnya terlihat kering.
Tapi di mata masing-masing, mereka tetap adalah manusia tercantik!
Cerita selanjutnya manis. Shen Xing lolos ujian ke kota tempat Guan Rui berada, kampusnya dekat dengan universitas Guan Rui. Di tahun terakhir kuliah, Guan Rui melepas tanggung jawab besarnya dan berhasil masuk program pascasarjana.
Kehidupan kampus tetap sederhana, tapi tidak sesulit masa-masa lalu. Namun setelah waktu berlalu, tiga tahun itu justru menjadi Batu Permata dalam ingatan mereka, berkilauan sebagai fondasi terkuat ikatan mereka.
Kemudian datanglah kehidupan sehari-hari: lulus bersama-sama, pulang ke kampung halaman bersama, karir keduanya cemerlang. Orang tua Guan Rui juga menyukai Shen Xing yang pendiam dan tangguh. Mereka bertunangan, mempersiapkan pernikahan...
Sampai di sini, aku agak takut melanjutkan karena sudah tahu betapa kejam akhirnya. Tapi dengan helaan napas, tetap kupilih untuk terus membaca.
Di tahun persiapan pernikahan mereka - 1997, Guan Rui sakit. Penyakit tak tersembuhkan - kanker kelenjar getah bening stadium akhir.
Di hari-hari terakhir Guan Rui, Shen Xing menemani tanpa keluh, merawat dengan sepenuh hati, dan berlarian mati-matian mencari cara pengobatan.
Tapi semua ini, seikhlas dan seberharga apa pun, tak bisa menyelamatkan nyawa Guan Rui. Persis satu bulan sebelum pernikahan mereka di bulan Oktober, Guan Rui meninggal dunia.
Saat itu, air mata Shen Xing jatuh diam-diam. Ia hanya berkata pada Guan Rui: "Tunggu satu bulan lagi, aku bisa menikahimu."
