Di mana keunikannya? Setelah mendengar pertanyaan ini, Zhao Hong merenung sejenak, lalu berkata: "Sebenarnya ada catatan detail di data ini, tapi aku bisa jelaskan dulu. Bagian paling unik adalah saat polisi menerima laporan dan hendak masuk, mereka jelas-jelas mendengar suara percakapan pria dan wanita di dalam ruangan, juga..."
Saat sampai di sini, Zhao Hong sedikit mengerutkan kening.
Sambil menyalakan rokok, aku bertanya: "Ada apa lagi?"
“Ada juga tawa anak kecil yang sangat mengganggu, tawa yang sulit dilupakan, terdengar sangat liar! Inilah alasan mengapa para polisi bisa ketakutan seperti itu. Tentu saja hal seperti ini tidak punya bukti nyata di dunia realitas, hanya bisa disebut sebagai omong kosong. Kasus-kasus ini tampak tidak punya kesamaan, tapi dikumpulkan dalam satu arsip khusus karena selama penyelidikan, kami tanpa sengaja mengelompokkannya berdasarkan satu ciri khusus.” Zhao Hong berbicara perlahan padaku.
“Ciri khusus apa?” Aku menghembuskan asap rokok dan bertanya datar.
Karena sampai sekarang aku belum menemukan ujung pangkalnya, makhluk apa yang melakukan ini. Mungkin ciri khusus ini bisa memberikanku sedikit petunjuk.
“Yakni, baik korban bunuh diri maupun korban kejahatan, sebelumnya semuanya menunjukkan ketakutan ekstrem terhadap anak-anak! Saat itu kami mengumpulkan sekitar 90 kasus dengan pola serupa. Lebih dari setengahnya berhasil kami tangani dan selesaikan! Sisanya 40 kasus ini, secara permukaan sama sekali tidak terkait dalam jejaring sosial manapun. Secara teori harusnya bisa ditangani seperti sebelumnya, tapi nyatanya tidak. Kami bekerja sia-sia, tidak menemukan satu pun jejak, kecuali...” Zhao Hong minum seteguk air.
Meski kesan pertamanya terhadapku tidak bagus, dalam membahas kasus-kasus ini dia cukup serius. Aku menunggu kelanjutan ceritanya.
“Kecuali satu titik persamaan.” Zhao Hong meletakkan gelas, lalu membalik dokumen di mejaku ke halaman terakhir. “Mereka semua punya hubungan dengan perusahaan ini, entah itu sangat lemah seperti sekedar menggunakan produknya, atau hubungan interpersonal tertentu.”
“Menggunakan produk perusahaan saja sudah dianggap punya hubungan?” Tanyaku.
"Karena Surou adalah seorang pebisnis, perusahaan ini pernah disebutkannya padaku. Ini adalah perusahaan dengan kekuatan yang luar biasa besar. Kantor pusat perusahaan melalui metode tertentu sudah berada di luar negeri. Lingkup bisnis yang mereka tangani sangat luas, memiliki banyak anak perusahaan, dan cakupan produk fisiknya juga besar. Dalam arti tertentu, menggunakan produk mereka sebenarnya tidak bisa dianggap sebagai hubungan, bukan?"
"Ya, aku juga tahu ini omong kosong! Tapi demi rasa tanggung jawab, bahkan hubungan sekecil apapun tidak boleh terlewat!" Zhao Hong menatapku dengan tatapan yang seolah menuduhku sebagai orang yang kurang bertanggung jawab.
Aku seperti menangkap sesuatu lalu bertanya: "Selain itu kau bilang kalian menangani kasus-kasus lain, apa hasil penanganannya?"
"Ada kasus biasa-biasa saja, ada yang dililit arwah bayi. Untuk beberapa kasus yang lebih spesial, ada yang melakukan hal buruk pada anak-anak sehingga menjadi benci bahkan takut pada anak kecil. Seperti kau tahu, cakupan koleksi kami sangat luas, dan Tiongkok yang besar ini penuh dengan keanehan." Zhao Hong menjelaskan secara singkat.
"Mengapa mengumpulkan begitu banyak kasus sejenis?" Menurutku mustahil departemen ini menggunakan kekuatan besar untuk analisis terpadu hanya sekadar keinginan sesaat?
"Karena mereka... kepentingan yang terlibat di baliknya sangat besar! Kau akan mengerti setelah terlibat dalam kasus ini." Zhao Hong membuka dokumen dan meletakkannya di hadapanku, halaman itu menampilkan foto suami istri yang meninggal dengan cara mengerikan.
"Baik, aku mengerti." Kuambil dokumen itu. Kurasakan perlu membacanya lagi dengan seksama malam ini.
"Karena sekadar alasan takut pada anak kecil tidak bisa dijadikan dasar penilaian konkret. Sekalipun itu peristiwa gaib, terlalu banyak penyebab mengapa seseorang takut pada anak-anak."
"Kau punya jejak?" Nada suara Zhao Hong terdengar penuh harap.
"Belum sementara ini. Aku akan lihat datanya dulu." Jawabku singkat.
"Lalu kapan kita mulai operasi resmi?" Zhao Hong ini memang tipe orang yang tidak sabaran.
"Operasi resmi? Bisakah kau memberitahuku, ke mana kita akan bergerak?" Tanyaku sambil tersenyum. Benar juga, mau ke mana?
"Justru karena sekarang kita seperti lalat tak berkepala, makanya kami minta bantuanmu. Ke mana kita harus bergerak? Aku tunggu kabarmu, jangan sampai terlalu lama." Kata Zhao Hong.
Cara bicara si nak ini seolah aku yang memaksa membantunya. Tapi orang seperti ini biasanya tidak punya niat jahat, jadi aku malas berdebat dengannya.
※※※
Saat aku pergi ke kota kabupaten mengerjakan Formasi feng shui, Huigen nongkrong di tempat Surou. Begitu dengar aku kembali, si nak ini langsung membawa beberapa bungkus 'barang rampasan' buru-buru kembali ke tempatku.
Waktu itu aku sedang duduk di ruang tamu membaca data-detail. Sejujurnya, membaca ini di malam hari bukan pengalaman menyenangkan. Perutku yang sebenarnya lapar jadi cuma makan beberapa suap, bahkan daging pun tak kusentuh.
Kubukakan pintu. Begitu masuk, Huigen langsung melempar 'barang rampasan' di tangannya dengan sembarangan, lalu merebahkan diri di sofa seenaknya.
Sofa ini dari awal juga nggak gede, si nak ini plus tasnya langsung nemenpatin semua tempat. Aku malas ngurusin dia, mending duduk aja di atas tasnya sambil lanjut baca-baca data.
Huigen liat gerakan gue langsung panik, dia narik-narik tangan gue sambil nyerocos manis, “Kak, jangan duduk dong! Baju-baju ini mahal, beneran keren. Ntar gua keluarin ya buat liat-liat?”
Emang gue mau liat? Mending nggak usah. Kalo sampe liat baju 'kesan logam' ala dia, bisa-bisa gue mampus ngamuk.
“Ya udah, beresin tuh!” Gue ngomong sambil kesel. Abis baca-baca kasus serem mulu, mood juga auto anjlok.
Huigen buru-buru masukin bajunya, terus lompat-lompat kayak monyet di samping gue. “Kak, gua tau lu lagi ada urusan! Paman Surou udah cerita!” dia heboh.
Gue cuma diam. Emang udah nggak ngarepin Surou bisa jaga rahasia ke Huigen. Lagian status Huigen juga spesial, dia tahu hal beginian wajar aja.
Liat gue cuma baca data doang, Huigen akhirnya nyomot berkas di tangan gue. “Kak, gua boleh liat nggak?” dia nyengir manis lagi.
Aku dengan lelah merebahkan diri di sofa, langsung menendang Huigen ke samping sambil berkata, "Kalau mau lihat silakan, asal kau nggak nyesel liat ini." Usai bicara, aku memijat dahiku. Dokumen ini sudah kubaca dua kali, termasuk berbagai spekulasi dari departemen itu.
Bagaimanapun di departemen itu juga ada beberapa yang paham ilmu Taoisme, cuma dibandingkan praktisi Tao profesional atau Buddhis masih kalah sedikit. Tapi setelah investigasi selama ini, spekulasi mereka patut dipertimbangkan.
Spekulasi mereka cuma seputar formasi rahasia pengumpulan energi jahat di sekitar rumah, atau santet, atau... Sebenarnya di hatiku, semua ini nggak masuk akal. Aku punya spekulasi radikal yang agak horor dan sangat tidak realistis, tapi menurutku dari semua bukti, kemungkinan besar ITU!
Kalau benar-benar ITU? Wah repot. Aku sadar diri nggak sanggup menghadapinya, Si Bodoh pun nggak bisa... ITU adalah 'bom atom'-nya hantu jahat, senjata pamungkas!
Dalam hati kuberdoa semoga saja bukan!
Ekspresi Huigen berubah saat membaca, lalu bergumam, "Wah, energinya jahat banget!"
Kubuka mata dan bertanya ke Huigen, "Gimana? Kau juga bisa merasakan sesuatu cuma lewat foto?"
“Benar, energi jahat tak bisa masuk ke foto, tapi pemandangan dan orang yang difoto di tempat berenergi jahat pasti bikin orang ngerasa nggak nyaman! Lagian, gua siapa? Biksu kecil jenius, pasti bisa ngeh.” Ekspresi wajah Huigen muram, mulutnya masih bersikukuh sok jago.
“Coba omongin pendapatmu.” Barusan gua rebahan di sofa istirahat, si nak ini udah hampir sejam baca-baca data. Gua nggak percaya dia nggak punya pendapat.
“Kak, gua nggak berani ngomong.” Meski masih kecil, Huigen jelas-jelas profesional sejati.
Perkataan Huigen bikin hati gua 'deg', jangan-jangan si nak ini punya pendapat sama kayak gua?
Gua langsung 'bruk' bangkit dari sofa, bilang: “Ya udah, jangan dibilang dulu. Gua cari dua kertas, kita tulis di kertas terus tukaran, biar liat apakah pemikiran kita sama?”
Huigen mengangguk pucat, mungkin foto-foto plus tebakan tadi bikin si nak ini ketakutan.
Cepet banget, kami udah nulis jawaban di kertas. Setelah tukaran, hampir bersamaan kami buka kertas itu – serentak kami bacakan tulisan di situ: Si kecil!
