Bagiku, evolusi dari Taoist menjadi agen khusus sebenarnya hanya perlu menguasai tiga hal: Pertama, sedikit lebih sabar. Kedua, bisa berperan sebagai Junzi sekaligus berakting seperti jahil. Ketiga, berani mengambil tindakan tegas terhadap lawan.
"Berdiri di sebuah kamar di lantai dua, memandang tujuh pria kuat yang terikat rapat dengan sprei robek, rasa pencapaian memenuhi diriku. Mulai hari ini, aku Chen Cheng Yi telah menjadi agen khusus yang kompeten. Aku semakin mulus melangkah di Jalan Suci 007 yang penuh keren dan kemilau ini."
Lao Hui telah berhasil menginterogasi dengan berbagai cara. Ia menoleh memandangku yang sedang menginjak tepi tempat tidur dengan satu tangan di saku celana, rokok tergigit di mulut, berpose serius seperti sedang berpikir dalam-dalam. "Ayo pergi, interogasi sudah selesai. Jangan berpose begitu, kau lebih mirip preman kampung yang pantas dipukuli daripada 007," ujarnya.
"Lao Hui, sebenarnya aku merasa ada kecanduan saat main kasar dan menghajar orang sampai terkapar. Tadi aku sedang menikmati kembali sensasi itu," teriakku sambil mengejar Lao Hui.
"Kalau 007 tahu kau mengidolakannya, dia pasti menangis." Lao Hui berjalan terus tanpa menoleh.
"Sialan!" Kutgejar Lao Hui sambil tertawa mengumpat, lalu kuhantam perutnya dengan tinju.
※※※
Lu Fanming berada di ruang bawah tanah. Tempat itu menyimpan banyak rahasia. Kecuali Lu Fanming dan beberapa pemimpin tinggi, orang biasa sama sekali dilarang masuk ke ruang bawah tanah.
Kamar ini sangat aneh. Baik siang maupun malam, selalu muncul suara-suara aneh di waktu yang tak terduga - seperti tawa anak kecil, bunyi bola yang teredam...
"Contoh lainnya, ruangan ini selalu dijaga oleh lebih dari 5 orang yang sedang 'bertugas', tapi tidak lebih dari sepuluh orang. Tentang apa sebenarnya tugas penjagaan ini, tidak ada yang benar-benar paham. Intinya mereka hanya berjaga di dalam ruangan ini."
"Terakhir, ada satu orang yang memegang kunci ruang bawah tanah. Tugasnya hanya menaruh beberapa barang saat para pemimpin inti tidak ada, sama sekali tidak berani masuk lebih dalam. Kabarnya yang berani masuk dalam sudah menjadi 'korban tragedi' - tidak pernah terlihat lagi keluar. Selain itu, tugas penjagaan yang terlihat santai ini sebenarnya sangat aneh, karena tiap bulan selalu ada satu dua orang yang tewas."
"Tugas jaga di sini sudah berjalan 3 bulan. Sungguh, sudah 4 orang yang mati." Ini informasi dari salah satu orang. Dari raut wajahnya yang seolah memberi informasi, sebenarnya ada maksud lebih dalam: ingin bebas dari bayang-bayang mengerikan tugas jaga ini.
"Empat kematian dalam tiga bulan mungkin terlihat sedikit. Tapi bagi lingkaran pergaulan yang saling mengenal, tekanan ini benar-benar tak tertahankan!"
"Demikian semua informasi yang kami dapatkan, ditambah segumpal kunci untuk membuka pintu gerbang ruang bawah tanah. Sebenarnya orang-orang ini tahu sangat sedikit, bahkan tidak lebih dari aku dan Lao Hui. Mereka bahkan tidak tahu apa yang setiap hari dimasukkan ke ruang bawah tanah. Tapi kami berdua telah menyimpulkan hasil mengerikan: kemungkinan lebih dari 80% si kecil berada di sini."
"Tentu ada juga penjelasan aneh yang tidak masuk akal - bagaimana dengan loteng berdarah di atap itu?"
Tapi, aku dan Lao Hui sudah tidak punya energi untuk memikirkan hal-hal ini. Tekanan mengetahui bahwa si kecil kemungkinan besar berada di sini sangat besar, begitu besar sampai kami tidak bisa berpikir jernih, hanya bisa melontarkan candaan yang tidak lucu untuk menenangkan diri.
Tak satu pun dari kami yang mengusulkan untuk pulang dan membawa semua orang kembali. Di dalam hatiku ada pemikiran: jika benar-benar berbahaya, tidak perlu membawa semua orang ke sini untuk mengorbankan nyawa. Lebih egois lagi, aku sangat menyayangi Huigen dan Qiangzi, begitulah adanya.
Sedangkan Lao Hui, mungkin alasannya mirip denganku.
Jadi kami berdua hanya bisa melanjutkan misi tanpa menoleh ke belakang. Lao Hui mengingatkanku bahwa bukti adalah hal yang serius, bukan sekadar dugaan atau tebakan, apalagi ketika akan memicu operasi besar seperti 'Operasi Petir'. Saat mengatakan ini, Lao Hui sedang menyetel arlojinya yang berisi kamera kartu - hmm, peralatan dari TV!
Pintu masuk ruang bawah tanah tersembunyi di balik jam dinding besar yang sangat mencolok di ruang tamu. Jam itu terlihat seperti karya seni, tapi menyembunyikan tempat mengerikan dan penuh dosa.
Saat memindahkan jam itu, Lao Hui berkata: "Sebenarnya, si kecil bukanlah makhluk paling mengerikan di dunia ini. Contohnya, saat bertugas di XX Shan (daerah wisata terkenal), aku pernah melihat sesuatu yang lebih menakutkan - makhluk dari mitos dan legenda. Hanya sekilas pandang, tapi menurutku tidak semenakutkan si kecil."
“Menurutmu mana yang lebih menyeramkan, teroris bersenjata lengkap? Atau pembunuh psikopat yang membawa gergaji mesin? Jangan berpikir, beri jawaban cepat dalam satu detik.” Aku langsung menekan jam meja untuk mencegah Lao Hui memindahkannya, bertanya dengan serius.
“Pembunuh psikopat dengan gergaji mesin lebih menakutkan.” Lao Hui tidak melihat wajahku, melainkan menatap langit-langit sambil berkata. Sebenarnya saat ini tatapan kami saling menunjukkan ketakutan, sepertinya saling pandang sesaat saja bisa membuat mental kami hancur.
Agar diri sendiri tetap kuat, sebaiknya jangan melihat ketakutan di mata lawan. Dengan begitu kita masih bisa menyemangati diri: Masih ada rekan yang bisa diandalkan. Ini psikologi medan perang yang sederhana.
“Benar. Si kecil itu psikopat tanpa perasaan. Apalagi kelebihannya dibanding pembunuh psikopat adalah kemampuannya yang nyata. Lao Hui, sebenarnya yang paling ingin kukatakan adalah: Semoga kita semua bisa keluar hidup-hidup. Waktu pertemanan tak diukur panjang pendek, aku anggap kau sebagai rekan dan saudara.” Setelah berkata demikian, aku melepas tangan yang menekan jam meja.
“Sebenarnya, awalnya aku bicara begitu juga untuk mengatakan ini: Hantu kecil itu sangat menyeramkan. Kuharap Chen Cheng Yi, generasi muda paling mentereng di Pasar Hantu, bisa keluar dengan selamat.” Lao Hui tersenyum padaku.
“Rupanya kau tahu?” Aku terkejut.
“Ini sangat fenomenal. Aku selalu tahu.” Lao Hui tersenyum saat bicara. Kulihat itu adalah senyuman bangga. Siapa yang akan bangga pada diri sendiri? Keluarga! Pasangan! Saudara!
Aku juga tersenyum. Saat itu, Lao Hui sudah memindahkan jam dinding. Di belakangnya terdapat lubang legenda yang gelap gulita. Tangga menurun miring ke bawah. Lao Hui melangkah hendak masuk. Aku menariknya dan berjalan di depan.
"Kau..." Di belakangku, suara Lao Hui terdengar bergetar saat mengucapkan kata itu.
"Sebenarnya aku hanya terbiasa ada orang di belakang. Itu memberiku ketenangan hati, apalagi jika yang di belakang adalah saudaraku." Aku terus turun tanpa menoleh, berusaha mengabaikan getaran di hati. Benar, begitu masuk ke lubang legenda ini, suasana langsung berbeda. Jarang ada hal di dunia fana yang membuat bulu kudukku merinding, tapi tempat ini langsung memberiku perasaan itu begitu masuk.
Tapi aku benar-benar tak ingin memikirkannya.
"Kita akan keluar hidup-hidup. Tapi sebelumnya, kita harus siap. Di sabuk kulitku ada pemancar sinyal yang bisa mengirim sinyal darurat ke departemen pos komando terdekat setiap setengah menit. Barusan aku mengaktifkannya. Alat ini bisa bekerja selama setengah jam. Jika kita..." Lao Hui ragu-ragu.
"Sebenarnya, senjata-senjata ini akan mengganggu transmisi sinyal. Artinya—kita takkan mati." Tangga bawah tak panjang. Kini kami berdiri di depan pintu besi. Kukatakan pada Lao Hui.
Aku tak berbohong. Bukankah di Desa Tandus dulu juga begitu? Bupati Tua pernah sepenuhnya memblokir kami.
Lao Hui tidak bicara, sementara aku mengeluarkan kunci, tangan gemetar menjulur ke pintu besi. Hanya dengan sentuhan ringan, gembok pintu besi terbuka. Aku menarik napas dalam-dalam, langsung membuka pintu besi itu. Suara 'kreek' bergema di ruang bawah tanah kosong ini.
Aku dan Lao Hui sama-sama tak bergerak. Entah karena tekanan psikis atau energi jahat di sini telah bertransformasi melawan takdir. Saat pintu besi terbuka, seakan kulihat lautan darah mengaum di baliknya, pertanda darah menjulang, energi jahat mengepul ke langit!
Itu hanya sensasi sesaat. Segalanya kembali tenang seketika. Di balik pintu besi terbentang terowongan, di langit-langitnya tergantung lampu neon redup.
Aku tak tahu apakah mataku bermasalah, tapi selalu merasa cahaya lampu itu kehijauan.
"Kau lihat apa?" Lao Hui tiba-tiba bersuara.
"Lautan darah!" Jawabku singkat.
"Ingat legenda tentang membudidayakan si kecil?" Lao Hui sengaja membuat nada bicaranya terdengar ringan.
Tapi benarkah ringan? Kulihat sebuah tas di lantai, sangat familiar. Itu tas ransel yang dibawa Lu Fanming di motor!
