Tak sanggup kuungkapkan betapa beratnya langkah ini. Saat kelemahan roh datang bergelombang, saat teringat mekanisme jebakan di terowongan luar yang disebut Lu Fanming, saat letih fisik bergelora 'mengaum' memaksaku berbaring...
"Setiap anak tangga seolah menjadi 'jurang langit' yang mustahil dilalui, betisku gemetar setiap kali aku menapakkan kaki di anak tangga berikutnya!"
Jika kelelahan fisik dan tekanan mental masih bisa kuhiraukan, bagaimana dengan kelemahan jiwa yang membuatku terhanyut dalam kantuk hingga sulit membuka kelopak mata? Apalagi harus membawa seorang pria dan menggendong anak kecil kabur dari ruang bawah tanah ini?
"Keterlaluan... Ada konsekuensinya... Keterlaluan..." Ucap Guru leluhur terus bergema di kepalaku. Apakah ini keterlaluan? Apa konsekuensinya? Aku menghela napas getir, mencoba melepaskan anak dalam gendonganku, namun tangan mungilnya mencengkeram erat bajuku.
Tak terbayangkan dari mana anak yang begitu lemah ini mendapatkan kekuatan untuk mencengkeram ujung jubahku dengan erat seperti ini.
"Sayang, Paman perlu mengambil sesuatu dulu, setelah itu kita bisa kabur." Aku membujuk anak itu dengan lembut. Keajaiban terjadi lagi - dia melepaskan cengkeramannya. Aku bahkan meragukan apakah ini benar-benar seorang anak, ataukah roh dalam tubuhnya yang merespon permintaanku secara spiritual.
Aura Energi yin yang dingin dan mencekam di belakang semakin menguat. Ruang bawah tanah tertutup ini tiba-tiba diterpa pusaran angin. Nyala api ungu kebiruan yang 'indah' itu bergoyang-goyang aneh ditiup angin, nyaris padam. Suasana mengerikan ini diiringi auman menggelegar dari 'Kutukan Kunlun' yang mayat-mayatnya mulai bangkit bergerak...
"Saudara, tunggu aku sebentar!" Sambil membawa Lao Hui di punggung, aku bahkan tak punya tenaga untuk merogoh ke dalam kantong kain kuning. Saat berbicara, aku meletakkan Lao Hui, lalu mengambil pil dari kantong itu!
Konsekuensi? Aku bertindak sembrono? Melihat pil itu, aku hanya ragu sedetik sebelum berusaha memasukkannya ke mulut. Nyawa saja sudah tak kuhiraukan, apalagi kelemahan roh. Lebih berat dari Gunung Tai atau lebih ringan dari bulu angsa, kematian memang seperti itu. Aku pantas mendapatkannya.
Pada detik itu, sepasang tangan menyambar tanganku. Karena lemah, genggaman itu begitu tak berdaya - itu Lao Hui!
"Tidak... kau tidak mau hidup lagi?" Suara Lao Hui terdengar sangat payah.
"Kau istirahat. Ingat ini menyangkut tiga nyawa. Aku harus bertarung habis-habisan." Perlahan kulepaskan genggaman Lao Hui. Ia melirik anak itu dengan tatapan tak dimengerti, akhirnya hanya menghela napas tipis dan tak lagi menghentikanku.
Pil masuk ke perut. Rohku yang lemah bagai tanah gersang disuntik cairan baru. Meski cairan ini bukan air segar, mungkin hanya minyak pekat yang akan membakar habis tanah kering ini sampai tak tersisa, setidaknya dalam kobaran apiku kembali mendapatkan kekuatan.
Rasa lemah lenyap. Kelelahan yang membuat ingin tertidur digantikan kegelisahan. Tanpa ragu lagi kugendong anak itu, kusandang Lao Hui, dan berlari seperti orang gila menuju pintu keluar...
Satu anak tangga, sepuluh anak tangga, dua puluh, tiga puluh... Pintu gerbang yang terbuka lebar itu semakin membesar dalam pandanganku. Beruntung Lu Fanming terlalu percaya diri, setelah menurunkan kami, dia tidak mengaktifkan mekanisme penutup pintu. Seandainya tidak, sekadar mencari mekanisme jebakan saja bisa membuat kami terjebak di ruang bawah tanah!
Manusia tetap membutuhkan sedikit keberuntungan, ini adalah takdir manusia!
Takdir tidak menghendaki kematianku. Dengan pikiran ini, senyuman tiba-tiba merekah di wajahku. Harapan selalu memberi kekuatan tak terbatas, energi yang jauh lebih positif daripada keputusasaan, karena ia tidak mengarahkan manusia pada kehancuran!
'Gesek-gesek-gesek', suara langkah kakiku bergema di tangga yang sunyi, diselingi napas tersengal-sengalku. Lima anak tangga terakhir, tiga anak tangga terakhir, satu anak tangga terakhir... Aku melangkahi pintu gerbang itu, seolah melangkahi gerbang harapan.
Aku lupa pada 'tik-tak' jarum jam. Tak kusadari, ketika tinggal beberapa anak tangga lagi, waktu telah menunjukkan tiga menit. Tepat di saat gembiraku memuncak, kuhirup napas dalam-dalam, bersiap menerjang mekanisme apapun asal bisa keluar dari terowongan ini...
Di ruang bawah tanah, 'huuu' lilin tiba-tiba padam satu, 'peng' bohlam meledak... Melalui jendela kecil, tanpa melihat pun kurasakan ruangan itu tiba-tiba meredup.
“Mati... Kalian semua akan mati...” Suara kekanak-kanakan namun kejam tiba-tiba terdengar di ruang bawah tanah. Belum terlihat wujudnya, suaranya sudah lebih dulu menggetarkan. Seperti kata Lu Fanming, bentuk asli si kecil benar-benar akan segera kembali!
Aura energinya begitu dahsyat. Wujud aslinya belum sepenuhnya kembali, namun sudah menyampaikan pesan mengerikan melalui aura kuatnya kepada aku dan Lao Hui. Bayi dalam gendongan seketika kejang-kejang ketakutan, lalu kembali menangis seperti kucing kecil!
Situasi sudah di ujung tanduk!
Dengan teriakan keras, aku mengatupkan gigi dan berlari membabi buta. Sebelum melangkah jauh, suara glekuk air tiba-tiba memenuhi terowongan... Satu, dua, tiga... Total lima pintu Ruang Rahasia muncul bersamaan!
Mekanisme jebakan bergerak cepat. Pintu-pintu itu terbuka lebar dengan kecepatan yang terlihat mata telanjang. Di dalamnya terlihat samar-samar, banyak bayangan bergerak, disertai teriakan marah yang sangat kukenal - monster zombie!
Rupanya inilah mekanisme yang dimaksud Lu Fanming. Terowongan ini menyimpan banyak zombie di Ruang Rahasia. Tanpa berhenti, aku tak sempat menghitung jumlah pastinya. Tapi dari kerumunan yang terlihat, jumlahnya sangat banyak!
Lebih banyak daripada di gudang - ini satu-satunya konsep yang kumiliki!
Tapi situasi terburuk bukan ini. Dari belakang kami juga terdengar raungan yang lebih dahsyat disertai langkah kaki cepat dan berdesakan. 'Bencana Kunlun' yang disebut Guru Leluhur telah bangkit dari kematian, mengejar kami dengan ganas!!
Sekilas aku menoleh ke belakang. Yang tercepat sudah hampir mencapai pintu terowongan bawah tanah. Lebih mengerikan, makhluk itu bahkan memegang alat ritual sambil membentuk segel tangan!
Tidak, tidak! Dalam hati aku berteriak. Apakah masih ada sisa-sisa insting dari kehidupan sebelumnya? Ini benar-benar mengerikan. Tapi ingat Bupati Tua, dia hampir mempertahankan semua ingatan masa hidupnya, bahkan sampai menyimpang dengan mempertahankan desa seperti masa lalu. Zombie-zombie ini yang masih memiliki keahlian masa hidupnya sama sekali tidak aneh!
Lu Fanming! Gigiku hampir berdarah karena menggigit terlalu keras. Aku menyesal telah membunuhnya terlalu mudah tadi...
Aku segera melewati 5 ruang rahasia itu. Pintu-pintu ruang terus membuka tanpa ampun. Monster-monster zombie satu per satu mulai 'merayap' keluar. Menurut pola, begitu mereka sedikit sadar, akan langsung mengejarku tanpa belas kasihan. Lebih parah lagi, jika kami mati, bagaimana dengan desa ini? Desa yang letaknya begitu dekat dengan kota...
Mataku merah membara - merah karena kebencian yang membara. Lu Fanming, goblok kau! Dia sudah mati, kubunuh dengan tanganku sendiri. Tapi ini tak bisa meredakan kebencian luar biasa yang kurasakan padanya!
Tiba-tiba, aku merasakan Lao Hui di punggungku menggeliat dua kali. Aku tak bisa menoleh untuk memeriksanya, teriakku, "Lao Hui, kau harus bertahan!"
Lao Hui tak menjawab. Dengan susah payah ia merosot dari punggungku. Aku nyaris terjatuh sebelum akhirnya mantap. Saat menoleh, kulihat tujuh pisau tertancap di tubuhnya... Tujuh pisau persembahan! Begitu nyawa dikorbankan, bahkan dewa pun tak sanggup menolong...
"Lao Hui... Kau!" Air mataku langsung meluap. Tenggorokanku serasa tercekik, segunung kata akhirnya terpaksa kupendam jadi satu kalimat pendek ini!
Seluruh tubuh Lao Hui berubah drastis. Setelah mempersembahkan nyawa, yang didapat adalah kekuatan penuh. 'Dewa' yang dipanggil akan mengambil seluruh daya hidup, konsentrasi, dan esensi vital. Maka selama ritual, harus ada ikatan 'hidup mati bersama'!
Dalam kondisi begini, siapa berani menyimpan tenaga? Di saat ini, Lao Hui adalah hantu gunung, hantu gunung adalah Lao Hui!
Jangan kira sihir ini terlalu ajaib. Wajah mencerminkan jiwa - roh mempengaruhi rupa. Setelah mendapatkan seluruh kekuatan hantu gunung, roh Lao Hui langsung menyatu dengannya. Wajahnya pun mulai berubah.
Lao Hui tetap diam. Sosoknya yang kini hanya beberapa inci di depan mataku perlahan asing, tapi sekaligus terasa sangat familiar.
"Dadaku terasa berat di saku depan baju, tangan Lao Hui yang berlumuran darah memasukkan jam tangan itu ke dalam saku bajuku: 'Bawa keluar anak-anak dan jam tangan ini, kau bilang (guru leluhurku) roh bisa terangkat, hidup matiku tak penting! Ingat, bawa mereka keluar, atau aku takkan memaafkanmu!'"
"Setelah mengucapkan ini, Lao Hui mengeluarkan teriakan marah ke langit, berbalik tanpa menoleh dan berlari menuju terowongan. Hanya sekejap dia sudah bertarung dengan gerombolan zombie monster itu..."
"Lao Hui! Air mataku saat ini seperti air bah yang mengalir deras. Aku tak berani melihat lagi. Kurasakan ujung jubah di dadaku semakin erat tergenggam. Aku berbalik, berlari menuju pintu keluar. Di belakang, terdengar raungan zombie monster dan teriakan kemarahan Lao Hui!"
"Saudara, sampai jumpa lagi..."
