Setelah mengeluarkan cap ini, raut wajah Mas Yuan Yi untuk pertama kalinya menjadi sangat serius dan khidmat. Meski saat ini berada di medan perang yang tidak memungkinkan banyak protokol, ia tetap membersihkan debu di bajunya dengan teliti. Dengan penuh hormat, ia meletakkan cap besar di depannya, lalu melakukan ritual sembahyang ala Taoisme dengan tangan terkatup, membungkuk tiga kali sambil bergumam mantra.
Ia berbicara terlalu cepat sehingga aku tidak bisa mendengar jelas ucapannya. Namun setidaknya aku menangkap intinya: hari ini terpaksa meminjam Cap Leluhur dalam keadaan darurat, meminta maaf atas ketidaklayakan ritual seperti tidak sempat menyalakan hio, mandi bersih, dan berpakaian resmi.
Cap macam apa ini sampai membuat Mas Yuan Yi begitu takzim? Aku tahu keluarga Yuan adalah klan praktisi spiritual yang menjunjung tinggi warisan leluhur. Yang pantas menyandang gelar "Cap Leluhur" pastilah pusaka keluarga turun-temurun.
Menggunakan kesempatan ini, aku melirik Qiangzi. Sebelumnya baik Yuan Yi maupun Gao Ning melarangku mendekat. Kini Mas Yuan Yi mengizinkanku melihat sekilas. Sekejap saja sudah kupastikan: suara mantra aneh itu berasal dari Qiangzi. Di sekelilingnya terbuka tanah lapang luas. Dengan langkah berirama khas, ia seperti penari kesurupan yang larut dalam dunianya sendiri, terus melantunkan mantra sambil menari-nari.
Proses ritual seperti ini adalah khas ilmu sihir kuno. Aku rasa tidak ada yang aneh, hanya merasa Qiangzi sudah memiliki energi misterius layaknya seorang ahli Wu. Energi semacam ini pernah muncul pada seorang jenius yang sirbak seperti meteor, yaitu Gao Ning lainnya.
Tapi apa yang aneh dari ini? Mengapa Mas Yuan Yi dan Gao Ning melarangku melihat? Bagaimanapun, tidak ada pencahayaan terkonsentrasi di sini. Aku juga tidak melihat sesuatu yang istimewa, hanya memastikan Qiangzi tidak dalam bahaya sebelum kembali memandang ke medan perang. Saat ini aku seperti orang tak berguna, sebenarnya aku sedang berusaha memulihkan kondisi. Tadi mengendalikan petir surgawi secara tak terduga menghabiskan sepertiga kekuatan jiwaku!
Di medan perang, Huigen, Chen Li, dan Lu Fanming masih dalam kondisi deadlock. Pertempuran semakin sengit. Untuk mencegah monster berjubah mendekat, semua sihir dikerahkan tanpa ampun di area tersebut. Selama ini barisan kami unggul tipis. Saat ini Lu Fanming sangat butuh kemenangan kecil untuk membangkitkan semangat. Menghadapi serangan sihir kami yang mengguyur, pihak lawan juga seperti tak peduli nyawa. Mereka bertarung habis-habisan menangkis semua serangan sihir kami, berharap ada yang bisa mendekati titik deadlock untuk membunuh Chen Li dan Huigen!
Aku tidak tahu bagaimana gambaran dahsyatnya perang senjata api, ribuan meriam menembak bersamaan, peluru beterbangan di udara, bahkan sebuah puncak gunung dihancurkan. Yang kuketahui hanyalah perang kami ini, kurang dari seratus orang tanpa menggunakan senjata api apapun, telah membuat lembah ini penuh lubang-lubang, alam semesta berubah wajah. Jika diceritakan, orang biasa pasti tidak akan percaya!
Entah sudah habis terbunuh atau tidak, kawanan serigala sekarang sudah tidak datang lagi. Lembah yang kehilangan lolongan serigala yang heroik itu justru terasa lebih menyedihkan. Aku khawatir pada Xiao Huo, tapi kulihat dia berdiam tenang di belakang barisan, memegang peluit aneh. Entah apa yang akan dilakukannya?
Melihat Huigen lagi, kusadari ada yang tidak beres. Meski tanpa membuka Mata Ketiga, perubahan itu jelas terlihat. Seluruh tubuh Huigen memancarkan warna merah aneh, otot-ototnya mengembang sampai tingkat yang tak wajar. Setiap helai otot kecil terlihat jelas membesar. Huigen tampak sangat menderita - urat nadi di lehernya menonjol, wajahnya menyeringai kesakitan. Apa yang sedang dilakukan Huigen ini?
Tapi, aku tidak bisa membuka Mata Ketiga, karena saat ini adalah masa di mana sihir bertebaran. Jika aku membuka Mata Ketiga, kemungkinan yang akan kulihat adalah 'kekacauan' dari level yang berbeda. Lagipula, Mata Ketiga akan perlahan menguras kekuatan jiwaku. Aku tidak boleh melakukan ini!
Semua cahaya lampu terkonsentrasi di area pertempuran yang sengit. Dalam kecemasan, akhirnya kumelihat sesuatu yang aneh: Tato Vajra merah darah di tubuh Huigen yang setengah telanjang perlahan menghilang. Aku tahu tato itu hanya muncul saat Huigen meminjam kekuatan Vajra. Semakin besar kekuatannya, semakin merah menyala warna tatonya. Keadaan menghilang ini berarti apa?
Aku tidak paham sihir Buddhis. Pikiranku kacau balau saat itu. Tiba-tiba, seorang anggota agama Buddha dari tim tempur kedua maju dan berkata: "Anak ini luar biasa! Darah dalam tato darah itu konon adalah benih yang ditinggalkan oleh biksu senior setelah memahami kekuatan Vajra. Dalam arti lain, ini mengandung kekuatan Vajra - bisa disebut darah Vajra. Jika hanya mengapung di permukaan tubuh, tidak bisa diserap sepenuhnya. Tapi dengan metode rahasia, seseorang bisa sementara menyerap darah Vajra, menyatukan kekuatan diri dengan kekuatan Vajra, benar-benar menjelma menjadi Vajra. Anak ini ternyata hendak melakukannya! Luar biasa..."
“Aku tak paham semua ini. Aku hanya tahu satu prinsip sederhana: selama itu metode rahasia, pasti merusak tubuh. Semua peningkatan yang tidak bertumpu pada realitas, bagi Langit itu dianggap melawan takdir. Tentu akan ada hukumannya.” Aku hampir tak sabar bertanya, “Lalu pengaruh apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri?”
“Kebijaksanaan besar tampak bodoh, suara agung terdengar lirih, wujud sempurna tak berbentuk. Metode rahasia tingkat tinggi dalam belajar Tao ini, tato darah akan menghilang sepenuhnya. Tato anak ini masih samar-samar, mungkin benih harapan baru ditanam. Coba kau pikir, jika memaksa memasukkan udara lima balon ke dalam satu balon, apa yang terjadi? Akan meledak! Dia menggunakan metode rahasia seperti ini, baik tubuh maupun roh akan... Kecuali hanya bertahan sangat singkat, tapi setelahnya tetap meninggalkan luka tersembunyi yang bertumpuk.” Begitu kata biksu besar itu padaku.
Aku langsung panik. Ingin rasanya langsung turun menghentikan Huigen. Tapi ini di medan perang, hak apa yang kumiliki untuk merusak seluruh peperangan hanya karena perasaan pribadi?! Namun sambil mengepalkan tangan erat-erat, kakiku tak kuasa melangkah maju. Aku terjebak dalam pergulatan dahsyat...
“Kak, tenang saja. Aku yang jaga Huigen.” Persis saat itu, suara tulus terdengar dari belakangku. Kubalik badan - itu Qiangzi! Dengan energi misterius dan kuat yang belum pernah kulihat sebelumnya, dia memegang tongkat dengan satu tangan, bertumpu pada satu kaki, berdiri di tanah lapang itu dengan postur aneh dan mengerikan.
Saat itu, kilat lagi menyambar di langit. Entah karena aura energi alam semesta akhirnya kehilangan keseimbangan akibat Pertarungan Ilmu melawan takdir ini sehingga petir turun, atau ada yang sengaja memanggil petir. Yang penting, aku akhirnya melihat perbedaan Qiangzi: dia hanya memakai rok pendek rumit bernuansa primal. Aku paham, ahli ilmu gaib mempercayai kekuatan peninggalan, menggunakan tulang dan bulu untuk meningkatkan kekuatan. Berbeda dengan Taoist yang terkadang berpakaian demi adat.
Yang membuatku tertegun bukan itu, melainkan pola penuh misteri dengan aura muram yang melukis seluruh tubuh Qiangzi dari kepala hingga kaki. Pola merah darah itu mirip tato Huigen, jelas sebuah totem Suku Wu. Legenda menyebut totem ini memiliki kekuatan perlindungan besar sekaligus keganasan pembantaian—dewa dwimuka! Satu sisi menangis penuh belas kasih, sisi lain bengis tanpa ampun!
Tapi bukan itu intinya. Sesaat itu, kulihat wajah Qiangzi pucat aneh. Jangan-jangan pola merah di tubuhnya adalah...? Dan penggunaan Jingxue terbanyak bukan untuk ilmu Tao, melainkan ilmu sihir kuno. Dia...?
Hampir tak kuasa menahan diri, kuhardik: "Qiangzi, kau...?"
Tapi, Qiangzi menatapku dengan senyum misterius dan penuh percaya diri, seolah saat ini ia telah menjelma menjadi Dàwū purba yang perkasa, yakin diri, mewakili keyakinan. Tongkat tulang di tangannya ditancapkan keras ke tanah, kaki yang semula terangkat dihentakkan dengan kencang ke bumi. Sihir resmi selesai! Sebab tongkat tulang melambangkan totem, begitu tiang totem berdiri, sihir akan melaju tanpa halangan, tak mungkin ditarik kembali!
Di sisi lain, Huigen meneriakkan lolongan kesakitan yang mengguncang medan perang. Jantungku belum pulih dari kesedihan akibat kejadian dengan Qiangzi, saat menoleh kulihat tato berdarah di tubuh Huigen yang tersisa satu kepala tiba-tiba menghilang. Seketika tubuhnya seolah ditusuk belasan pisau, 'bruk' 'bruk' 'bruk' menyemburkan puluhan pilar darah... Balon meletus? Refleks tanganku terkepal erat, kuku menusuk telapak tangan hingga perih...
Di saat bersamaan, di telingaku suara mantra penuh wibawa semakin menggelegar, semakin dekat, semakin sarat energi tak terbendung. Bagai gunung raksasa yang menjulang dari bumi, bergema di benakku bagai genta besar, mengguncang hingga pikiranku tak bisa kembali!
Dengan kaku kubalikkan kepala, melihat Mas Yuan Yi dengan khidmat dan berwibawa melantunkan mantra dengan tempo cepat. Cap Leluhur di hadapannya mulai bergetar samar, seolah ada sesuatu hendak menerobos keluar dari cap tersebut.
Setiap kali Mas Yuan Yi merapal mantra, setetes darah segar mengalir dari sudut mulutnya. Aku ingin menghentikannya, tapi saat ini adalah momen krusial dalam merapal mantra, bagaimana mungkin dihentikan? Akhirnya, sebuah nada akhir yang mengguncang seakan bergema di antara langit dan bumi. Mas Yuan Yi memuntahkan darah dari mulutnya, mantra pun selesai.
Cap besar mulai mengalami perubahan ajaib. Mas Yuan Yi menoleh ke arahku sambil tersenyum, giginya penuh noda darah: "Cheng Yi, kali ini aku bertahan. Lihatlah bagaimana aku menghidupkan kembali kejayaan keluarga Yuan!"
Sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku, apakah ini puncak ledakan terakhir?
