Inikah kekuatan formasi kuno yang tak lengkap ini? Ternyata bisa memanggil seekor Naga? Hujan deras mengguyur, Naga keabu-abuan itu terus bergulung di awan. Kepalanya tak pernah kulihat, hanya sesekali tanduk, badan, dan cakar Naga. Tapi dari bagian yang terlihat ini, jelas ini Naga asli. Tapi dari mana asalnya? Muncul tiba-tiba? Atau... Tiba-tiba aku teringat adegan ulat ungu yang menghilang itu. Detak jantungku berdegup kencang, tenggorokan terasa kering!
Persis di saat itu, kilatan petir berwarna biru-ungu yang aneh - berbeda dari petir biasa - menyambar dari langit dan menghantam salah satu monster berjubah. "Glekuk!" Monster itu terpental jatuh tertelungkup, asap tipis mengepul dari tubuhnya...
Petir ini...! Hatiku berdesir. Ini pasti Petir Naga yang tertulis di kitab-kitab kuno, hanya kalah dari Petir Surgawi dan Petir Dewa!
Dengan jatuhnya petir pertama, semakin banyak kilatan mirip petir berwarna biru keunguan berjatuhan ke arah beberapa monster berjubah perkasa. Jelas terlihat bahwa daya rusak petir naga ini jauh lebih besar dibandingkan petir biasa. Kelompok Lu Fanming yang terkena serangan petir ini langsung berada dalam kondisi sangat kerepotan.
Namun mereka jelas tak tinggal diam. Pada saat kritis ini, mereka serentak mulai membuat segel tangan dan memulai ritual untuk melawan petir yang turun dari langit. Lu Fanming terlihat lebih santai, di belakangnya muncul bayangan samar yang terasa familiar bagiku - bukankah itu salah satu ukiran dewa kegelapan yang pernah ada di ruang bawah tanahnya?
Aku tahu Lu Fanming memiliki ilmu bela diri khusus yang membuatnya sangat tahan serangan. Mungkinkah ini wujudnya?
"Sudah kuduga tak semudah itu." Suara penuh kegagalan terdengar di telingaku. Kulihat Wang Wu di belakang yang tertegun melihat kegigihan monster berjubah ini. Jika perlawanan terus berlanjut, belum tentu petir naga ini mampu memusnahkan mereka.
Kemunculan naga sejati memang menggemparkan, tapi naga itu seolah terbelenggu. Ia hanya berguling-guling di awan tanpa bisa mengeluarkan sepersepuluh kemampuannya. Mengandalkan petir naga saja takkan cukup untuk mengalahkan monster berjubah perkasa ini, apalagi ini bukan petir surgawi sejati.
"Teruslah perhatikan." Hatiku juga tertegun, namun masih mempertahankan ketenangan lahiriah. Apakah ini yang disebut bentuk tingkat tinggi? Tidak hanya memiliki raga fisik zombie yang perkasa, kemampuan sebelumnya juga dipertahankan? Tapi mengingat Bupati Tua yang raga fisiknya kuat dan rohnya bahkan lebih perkasa, bahkan bisa berada dalam keadaan terpisah, hatiku pun menjadi lega. Rupanya Yang Sheng belum sepenuhnya berhasil.
Faktanya, formasi besar ini juga seperti yang kukatakan sebelumnya, kemampuannya jauh melampaui itu. Naga sejati yang berguling-guling di awan selama puluhan detik itu, setelah petir mulai menyambar, tiba-tiba menghilang tanpa suara dan pertanda. Hanya sisa kilatan petir naga yang terus menyambar dari lapisan awan.
Namun setelah sepuluh detik hening, angin kencang tiba-tiba bertiup dalam formasi, mengacak-acak kabut yang mulai membanjiri area. Saat itulah, roh naga sejati berwarna abu-abu pucat muncul, melayang di atas formasi sambil berputar-putar...
Dalam keadaan Mata Ketiga, roh naga ini terlihat jelas olehku: wajah seperti kuda, tubuh ular, tanduk rusa, cakar elang, sisik ikan. Meski hanya berupa roh naga yang samar, wujud lengkapnya jelas jauh lebih menggetarkan dibanding penampakan samar-samar naga di awan sebelumnya!
Aura Roh Naga Sejati ini terlalu perkasa. Bahkan mereka yang belum membuka Mata Ketiga pun secara misterius terpaksa membukanya karena tekanan ini. Setiap orang yang terjaga melihat jelas roh naga ini.
‘Suasana hening, tak satu pun yang berbicara. Dibandingkan dengan Naga sejati yang belum sepenuhnya muncul, Roh Naga ini jelas membuat semua orang merasakan tekanan aura Naga yang sesungguhnya. Termasuk aku, kami semua merasakan hati bergetar, tak berani sembarangan bicara.
Roh Naga berputar-putar di atas formasi. Beberapa Pusat Formasi kunci tiba-tiba bersinar tanpa peringatan, saling beresonansi dengan Roh Naga di atas. Di dalam formasi terbentuk medan gaya aneh yang tak terduga. Lalu kulihat Lu Fanming dan beberapa monster yang sedang melakukan ritual untuk menahan Petir Naga, tiba-tiba terbelenggu dalam formasi itu. Bahkan untuk bergerak pun tak bisa. Beberapa monster tetap mempertahankan pose ritual mereka, namun sama sekali tak bisa melepaskan diri.
‘Raung’‘Raung’‘Raung’ Baru pada saat ini monster-monster berjubah itu mengeluarkan teriakan keputusasaan. Suaranya persis binatang buas. Bagaimanapun juga mereka sudah tak bisa disebut manusia seutuhnya, wajar saja mengeluarkan suara seperti itu.
“Aku tidak mau mati, aku kan sudah jadi abadi.”
“Tidak, tidak...”
“Lu Fanming, cepat cari akal! Katamu apapun yang mereka lakukan, kita pasti bisa sampai ke Nanyang.”
Beberapa suara serak mengerikan seperti iblis dan siluman yang sedang panik terdengar dalam formasi. Rupanya kekuatan sebenarnya dari formasi besar ini akhirnya membuat monster-monster berjubah itu putus asa. Mereka menaruh semua harapan pada Lu Fanming.
Aku diam-diam melepas topi, berdiri di tengah hujan. Ada perasaan bahwa inilah saatnya aku harus turun tangan. Benar saja, setelah suara-suara itu terdengar, teriakan gila-gilaan muncul dari dalam formasi: "Diam kau! Kita memang tidak bisa kabur, tapi kita bisa membalas dendam atas permusuhan, menuntut keadilan atas ketidakadilan! Bahkan mungkin bisa dapat banyak 'bunga'! Mati ya sudah! Hahaha..."
Kabut bergulung-gulung dalam formasi. Sesekali petir naga menyambar, memperlihatkan sudut formasi sekejap. Selebihnya sudah tak jelas. Tapi aku tak perlu melihat jelas. Hanya dari suaranya, aku tahu itu suara Lu Fanming. Di saat keputusasaan ini, akhirnya ia membuka kartu as terakhirnya. Benar gaya khas Lu Fanming, sekarat pun harus menyeret banyak orang.
Aku tetap diam, hanya menunggu dengan tenang. Ingin tahu apa kartu as Lu Fanming. Tapi hasilnya justru kartu as yang membuatku putus asa: "Dian Dian! Keluar sekarang! Bunuh! Habisi mereka semua! Setelah itu, terjunlah ke kaki gunung! Serbu desa-desa! Masuki kota kecamatan! Gempur kota! Bunuh setiap orang yang kau temui! Habis-habisan! Kali ini Paman tak akan membelenggumu lagi! Bunuh! BUNUH!! BUNUH!!!"
Suara Lu Fanming penuh kegilaan yang tak wajar. Tertawanya yang mengerikan, digabung dengan suara yang sudah bukan manusia lagi, saat ini bagaikan teriakan iblis dari jurang neraka. Sebelum kehancuran total, datanglah puncak kegilaan.
Begitu kata Lu Fanming berakhir, seperti kemunculan roh naga, kabut dalam formasi mulai bergulung-gulung dengan liar. Yang berbeda, kali ini gulungan kabut disertai cahaya merah darah samar yang memberikan tekanan tak terhingga. Apakah si kecil yang melawan takdir dan menyusahkan para pemimpin inti itu akhirnya akan muncul?
Si kecil menggunakan energi jahat sebagai serangan, namun memakai dendam sebagai energi bertahan hidup. Selama masih ada dendam tak berujung di hatinya, ia takkan mati. Kecuali dengan cara menghancurkan seketika seperti petir! Tanpa itu, bahkan biksu senior sekalipun takkan bisa menghilangkan dendam dalam hatinya. Bayangkan siksaan yang telah ia tanggung.
Hanya bisa menekan si kecil sementara. Jika ingin memusnahkannya, kecuali ada yang setingkat Zhenni-jie.
Saat ini, hatiku justru menjadi tenang. Para saudara sudah bertarung habis-habisan, kini akhirnya giliranku. Kutepuk bahu Hongzi yang masih berdiam tak bergerak di tengah hujan, ribuan kata terpendam dalam diam. Kemudian kukeluarkan senjata sinyal dan menembakkan sinyal suar ke langit.
Ini pesan berulang Jiang Yi: jika si kecil muncul, tembakkan sinyal suar. Tapi berapa lama mereka akan datang? Hatiku tak yakin. Atau ini hanya pemberitahuan bahwa ada si kecil di sini yang harus ditangani, agar tragedi lebih besar seperti ancaman Lu Fanming - membunuh di kerumunan orang - bisa dicegah. Tapi pengulur waktu tetap bergantung pada kami.
Tak heran aku diminta turun tangan hanya saat kritis. Semuanya mulai jelas. Benar saja ada ahli di departemen yang mengatur jebakan, memperhitungkan semua kemungkinan sebelumnya. Apakah ini ahli dari aliran ramal?
Cahaya merah dalam formasi semakin terang. Bahkan roh Naga terpengaruh sifat bengis ini, menjadi gelisah. Tapi target roh Naga adalah Lu Fanming dan kelompoknya, bukan langsung menghadapi si kecil. Jadi formasi tetap bertahan.
Melemparkan senjata sinyal, aku mengusap air hujan di wajah. Melihat lagi situasi dalam formasi, kumulai melangkah dengan langkah Gang dan membentuk segel tangan. Tak ada cara lain selain memanggil Guru leluhur. Meski jika berhasil, keterbatasanku akan membelenggu Guru leluhur dalam melawan si kecil. Tapi pengalamannya kubutuhkan.
Jika kali ini aku masih bisa memanggil Guru leluhur yang penuh kesadaran diri itu.
Hujan deras angin kencang, gemuruh petir bergema. Di puncak gunung, akhirnya aku turun tangan. Tatapan penuh harap semua orang. Cahaya merah yang samar dalam formasi. Mayat-mayat berserakan. Lukisan medan perang yang penuh kenangan mengharukan ini, apakah akhirnya sampai pada saatnya Debu Mengendap?
