Aku sudah tidak mengetahui situasi di luar. Seluruh jiwa raga kuserahkan pada ilmu Zhongmao. Namun, terlalu banyak kesedihan yang terpendam di hati. Dalam teriakan-teriakan yang berulang kali kukirimkan kali ini, suara roh yang kuhubungi ternyata mengandung rintihan sedih yang menyayat hati. Darah rekan seperjuangan, nasib hidup-mati Huigen yang tak jelas, pengorbanan Hongzi yang telah gugur, beban nyawa semua orang yang kupikul sendirian, perasaan teraniaya karena kehilangan perlindungan leluhur—segala emosi ini tiba-tiba meledak pada momen ini: "Guru leluhur, Guru leluhur, Guru leluhur..." Aku tenggelam dalam dunianya sendiri. Kudengar teriakan penuh ketakutan dari luar. Kudengar seseorang bertanya: "Kenapa Cheng Yi menangis saat melakukan ritual? Ada apa?" Apakah aku menangis? Semuanya kudengar jelas. Sayangnya, aku tak bisa berpikir. Hanya merasakan kegembiraan karena menyentuh getaran kekuatan yang familiar itu, membawa perasaan perhatian yang aneh, tiba-tiba memenuhi seluruh tubuhku.
Tanpa kesulitan sedikitpun, bahkan tak perlu mengendalikan proses penyambutan. Apakah karena sudah sering bekerja sama hingga aku familiar? Ataukah ada perubahan dalam kehendak Guru leluhur? Belum sempat kupikirkan, tubuhku yang dikendalikan oleh kehendak Guru leluhur tiba-tiba berdiri tegak. Kedua mataku terbuka. Untuk pertama kalinya, aku benar-benar melihat si kecil, dan akhirnya mengerti mengapa semua orang—yang seharusnya terlindungi oleh formasi—bisa berteriak ketakutan seperti itu.
Ia adalah seorang bocah lelaki, namun dalam wujud rohnya yang sepenuhnya, betapa besar rupanya. Sangat berbeda dengan citra kecil yang kulihat bersama Huigen di ilusi waktu itu. Masih dengan bola mata hitam pekat, tatapan yang membuat jantung berdebar, ekspresi wajah yang terdistorsi. Di mulutnya yang sedikit terbuka, tampak deretan taring yang mengerikan. Dalam wujud raksasa si kecil ini, akhirnya kusadari mengapa ia berwarna merah - karena tubuhnya benar-benar diselimuti lapisan darah yang terus mengalir tanpa henti, seolah tak pernah kering.
Dengan tatapan penuh kebencian yang tak terucapkan, ia menatap semua orang di tempat itu. Bahkan melalui formasi, niat membunuh yang mengerikan dan dingin itu berhasil menembus, membuat bulu kuduk merinding. Formasi roh naga hanya membelenggu Lu Fanming dan kawan-kawannya, seolah tak berdaya melawan si kecil. Di mataku, ia sedang 'mencabik' belenggu formasi yang tersisa, bergerak mendekati rombongan kami di puncak gunung. Tak kusangsikan, begitu ia melepaskan diri dari formasi, hanya dalam sekejap semua orang akan tewas.
“Hantu kecil dalam wujud sempurna, itu pasti makhluk yang sama dari kali sebelumnya.” Ketika melihat jelas segala sesuatu di lapangan, akhirnya aku menerima pesan dari Guru leluhur. Ini pertama kalinya aku merasakan sedikit kemarahan dalam ekspresi Guru leluhur. Yang lebih membuatku heran, bagaimana ingatan tentang kejadian sebelumnya bisa tersimpan dalam kehendak Guru leluhur? Sayangnya ini bukan saatnya untuk menyelidiki. Aku mencoba berkomunikasi dengan Guru leluhur, "Guru leluhur, hentikan hantu kecil ini. Jika tidak, banyak orang akan mati." Berdasarkan pengalaman sebelumnya, aku tahu dalam kondisi tertentu kehendak Guru leluhur bisa sedikit berinteraksi denganku. Kali ini aku dengan panik mencoba lagi—formasi ini tidak bisa menahan hantu kecil terlalu lama. Begitu dia keluar, berarti banyak nyawa akan melayang.
Kukira Guru leluhur tidak akan merespons. Biasanya dia langsung bertindak. Tapi kali ini, aku menerima pesan: "Dengan kemampuanmu sekarang, meski sudah memanggilku, tetap tidak bisa mengalahkan hantu kecil. Hanya dirimu sendiri yang benar-benar mampu melawannya." "Diriku sendiri?" Aku benar-benar bingung. Hantu kecil yang bahkan Guru leluhur tidak bisa kalahkan, ternyata harus aku sendiri yang menghadapinya?
"Ya, dirimu. Senjata spiritual paling berhargaku sudah lama kuwariskan padamu. Sayangnya aku..." Guru leluhur terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "Chen Cheng Yi, dengarkan aku mewariskan ilmu."
“Apakah Guru leluhur benar-benar akan mewariskan ilmunya kepadaku sekarang? Meskipun komunikasi langsung antarroh tidak memakan waktu sama sekali, tapi apakah masih sempat jika tiba-tiba mewariskan ilmu di saat seperti ini? Selain itu, mengapa sepotong kehendak yang diundang justru bisa mewariskan ilmu? Sayangnya, Guru leluhurku adalah sosok nonkonformis yang tidak suka menjelaskan apalagi cenderung keras kepala, sama sekali tidak memberi kesempatan untukku mengajukan segudang pertanyaan. Selanjutnya, segumpal informasi yang meluap langsung masuk ke dalam jiwaku. Setelah sejenak mencerna, tanpa sadar hatiku berteriak kaget: Ternyata begini! Selama ini ternyata begini... Guruku tidak tahu, aku pun selama ini tidak menyadari——cara sejati menggunakan Roh Harimau.
"Mewariskan ilmu langsung ke jiwamu juga sangat menguras pikiranku, tapi kau pasti sudah bisa menggunakannya! Ingat untuk menelan pil yang berlebih, kau mungkin tidak tahan tapi 'itu' pasti bisa. Berhati-hatilah, pertempuran ini harus ditanggung oleh cucu murid Lao Li. Untuk mencegah malapetaka, kau tidak boleh mundur." Setelah ucapannya, kekuatan familiar itu menghilang dari tubuhku. Guru leluhur ternyata telah pergi begitu saja.
Saat kepergiannya, kurasakan bahwa setelah mewariskan ilmu kali ini, dia jauh lebih lelah dibanding saat membantuku menyelesaikan Langkah Yu sebelumnya. Cara pewarisan ilmu langsung seperti ini adalah metode paling mistis dalam Taoisme yang paling menguras kekuatan jiwa. Terlihat bahwa Guru leluhur telah menilai harus bertindak demikian dalam waktu sesingkat mungkin?
"Sesaat kemudian, aku sudah sadar kembali. Pemandangan di depan mataku telah pulih seperti semula. Ikatan formasi terhadap si kecil semakin melemah. Tatapan penuh ketakutan dan harapan semua orang tertuju padaku. Wang Wu berdiri di sampingku dengan tatapan gelisah. Melihatku terdiam di tengah hujan, dia tak tahu apa yang terjadi dan tak berani mendesakku. Hanya menatapku dengan cemas sambil bergumam tanpa sadar, 'Banyak orang akan mati. Sungguh, banyak orang akan mati.' Suaranya bahkan mulai terdengar seperti hendak menangis.
Ya, banyak orang akan mati jika kami gagal menghentikannya. Dari sudut pandang lain, meski kami mati, beban dosa akan tetap membelenggu. Penganut Taoisme paling takut akan karma dan dosa. Tapi karma bukanlah sesuatu yang bisa kau hindari hanya dengan niat baik.
"Tidak akan. Karena ada aku di sini." Kutepis dingin pada Wang Wu. Tanganku refleks meraba cakar harimau di leher. Rupanya inilah alat ritual paling berharga yang ditinggalkan Guru leluhur. Aku dan Guruku tak pernah menyadarinya. Di balik ucapan 'sayang'-nya, Guru leluhur sebenarnya menyembunyikan rahasia.
Kuangkat segel tangan. Gerakan tangan ini sangat sederhana, dipadu dengan konsentrasi pikiran. Tujuannya hanya satu: membangunkan Si Bodoh.
Hampir tidak ada waktu yang terbuang, Si Bodoh langsung kubangunkan dari tidur lelapnya seketika itu juga. Namun saat terbangun, ia langsung merasakan keberadaan si kecil, bahkan mengeluarkan erangan ketakutan dari dalam tubuhku. Aku tidak berbicara, duduk bersila, lalu mengeluarkan pil yang disegel dari tas, melemparkan satu per satu ke mulut. Bayangkan jika Wang Feng ada di sini, pasti akan mengutukku habis-habisan karena dianggap mubazir. Tapi kali ini aku mengikuti metode yang diberikan Guru leluhur, semakin kumakan, senyum percaya diri mulai mengembang di wajahku. Cara bertarung seperti ini jauh lebih menarik, bukan?
Setelah makan banyak pil berturut-turut hingga tersisa jumlah pil yang perlu kusisakan untuk memulihkan kekuatan jiwaku, barulah aku berhenti. Dengan tenang kukembali menyimpan pil itu ke dalam tas. Pil-pil itu larut di lambungku, efek obat yang dahsyat dari begitu banyak pil bagai bubuk mesiu terkuat mengguncang jiwaku. Normalnya, energi berlebih ini akan berkisar perlahan jika tak terserap, persis seperti kata Wang Feng: pemborosan/mubazir!
Namun, aku menutup kedua mataku. Mengikuti metode rahasia yang diajarkan Guru leluhur, aku memanggil Si Bodoh. Dengan teknik rahasia itu, kekuatan jiwa harimau itu kusebarkan ke seluruh tubuhku. Efek obat yang tersisa diserap habis oleh Si Bodoh tanpa ampun! Dalam dunia Konsentrasi Pikiran-ku, Si Bodoh berubah menjadi lebih gagah. Jika sebelumnya wujudnya hanya macan kuning biasa, kini ia menjelma menjadi Raja Harimau raksasa dengan aura penguasa di setiap geraknya. Warna bulunya pun memudar perlahan, berubah menjadi Macan Putih yang menyimbolkan salah satu dari Empat Simbol langit!
Tapi di dunia itu, tatapannya penuh ketakutan karena harus menghadapi si kecil. Apakah itu penting? Sama sekali tidak! Karena penggunaan sebenarnya Si Bodoh bukanlah memanggilnya sebagai roh untuk bertarung, melainkan agar aku sendiri yang menjelma menjadi harimau! Aku akan langsung menghadapi si kecil!
