Tak diragukan lagi, rubah muda ini sedang bersemangat. Tapi matanya yang terlalu lincah membuatku langsung tahu: si kecil ini dalam kegembiraannya jelas-jelas menyimpan kebingungan yang lebih dalam, atau mungkin dia sendiri tak tahu apa yang membuatnya bersemangat?
Aku mengira hanya aku dan Kak Cheng Xin yang memperhatikan rubah muda itu. Tapi tak disangka, aku merasakan perasaan Si Bodoh yang penuh keakraban namun lebih dalam lagi kebingungan. Saat itu, aku menoleh ke Si Bodoh dan melihatnya juga sedang menatap rubah muda itu.
Tatapan Si Bodoh ini seolah menyuntikkan stimulan kuat ke dalam rubah muda itu!
Tiba-tiba angin berputar mengelilingi kami dan Kak Cheng Xin. Salju yang terbang mengaburkan pandangan kami. Secara refleks aku ingin memejamkan mata, tapi sebelum sempat melakukannya, perubahan mengejutkan telah membuat semua yang hadir terpana!
Rubah muda itu tiba-tiba melompat turun dari bahu Kak Cheng Xin. Saat melompat, pusaran angin kecil itu menjauh dari kami.
Otakku sama sekali tak bisa mencerna apa yang terjadi. Detik berikutnya, napasku terasa sesak. Bayangan yang tak kasat mata namun jelas terasa menyelubungiku!
Aku mendongak ke atas!
Seekor rubah bermata hijau putih nan anggung dengan ekspresi malas tiba-tiba muncul di langit di atas kami. Tatapannya tajam namun acuh tak acuh, sambil mengibas-ngibaskan tiga ekor besar yang berbulu halus dan mengembang di belakangnya!
Rubah berekor tiga?!
Aku seolah mendengar hatiku berdetak 'tok-tok' 'tok-tok'. Aku teringat catatan Guru leluhur yang intinya mengatakan orang-orang suka membesar-besarkan kabar burung. Misalnya rubah sembilan ekor dianggap punya sembilan ekor fisik, padahal sebenarnya jumlah ekor itu menunjukkan tingkat tenaga dalam siluman rubah. Bentuk ekornya tidak termanifestasi secara fisik, tapi melalui kekuatan jiwa!
Begitu rubah memperoleh kecerdasan spiritual, keunggulan rohnya bisa setara dengan manusia. Tenaga jiwa yang menggelegak itu akan termanifestasi sebagai ekor-ekor spiritual. Makanya ada sebutan rubah berekor tiga, berekor sembilan.
Kenapa harus diwujudkan sebagai ekor? Sebenarnya kalau mau, bisa juga diwujudkan sebagai kaki. Tapi kalau sampai ada rubah berkaki enam atau delapan, nanti malah jadi mirip lipan. Agak aneh juga ya?
Pantasan rubah muda ini memamerkan kehebatannya di serambi panjang sarangnya. Ternyata dia adalah Siluman Tiga Ekor Bermata Hijau yang terhormat!
'Hu hu hu'... Seluruh medan perang mendadak hening. Bahkan kepala-kepala hantu yang tadinya mengamuk pun tertekan oleh energi perkasa yang dipancarkan rubah muda saat bertransformasi.
Kak Cheng Xin berbisik padaku, "Cheng Yi, jangan membatalkan!" Si nak ini tentu juga menyadari kehebatan rubah muda itu, sama sekali bukan makhluk imut. Dia takut aku berubah pikiran.
Mana mungkin aku membatalkan? Si Bodoh dari keluarga kami lebih hebat. Lagi pula, rubah seperti ini hanya cocok dibawa Kak Cheng Xin. Aku tetap pakai simbol kejantanan - Si Bodoh!
Xiao Chengqian tak melihat adegan ini. Ia masih menggerakkan langkah Gang. Tapi seolah terpengaruh sesuatu, kulihat alisnya sedikit mengerut. Lalu ia membuka mata dan melihat rubah berekor tiga raksasa yang melayang di udara.
Matanya menyiratkan keterkejutan sesaat, lalu kembali ke ketenangan setengah sadar sambil menutup mata. Si nak ini sengaja tak berani berpikir lebih jauh, kalau tidak nanti Kesurupan saat merapal mantra.
Sementara itu, Xiao Xi berusaha keras mengendalikan pusaran angin kecil. Tapi tatapannya yang penuh pemujaan fanatik, kekaguman, dan rasa terima kasih telah menjualnya. Pikirannya goyah, bahkan kekuatan angin mulai menunjukkan tanda-tanda akan bubar.
Xiao Mao sudah lama bersujud di tanah, ketaatannya seperti melihat dewa.
Lao Zhang awalnya bingung, tapi setelah melihat mata rubah itu ia langsung paham. Dengan wajah mati rasa ia bertanya pada Ruxue, "Sebentar, kalau mereka terus berkelahi, apa aku bisa melihat Sun Wukong nanti?"
“Hm, seharusnya tidak mungkin, Zhu Bajie pun pasti tidak akan muncul.” Ruxue tersenyum tipis, aku paham dia senang Kak Cheng Xin mendapat rubah muda.
Terakhir Arwah Tua Wu, sejak pertempuran dimulai, mengikuti perintah Kak Cheng Xin dengan hati-hati memindahkan dua jarum emas, berjalan hanya di tepian seperti pencuri. Kini mulutnya menganga lebar, hampir bisa memasukkan dua telur. Tapi meski begitu, mulutnya masih terus berbicara: “Ha (Hái) ao (yào) bu ao (bùyào) o huo (wǒ huó) le!” untuk mengekspresikan keterkejutannya.
Si Bodoh menatap rubah muda, rubah muda pun menatapnya kembali. Aku tak bisa merasakan emosi rubah muda, tapi kebingungan Si Bodoh semakin jelas. Namun perasaannya terhadap rubah muda memang penuh keakraban.
Rubah muda kini mengibaskan ekornya, tiba-tiba mengerang rendah. Melihat gerak-geriknya, aku segera paham: ia ingin ikut bertarung.
Melirik ke He Long, wajahnya mulai berkedut-kedut sekarang, dipenuhi rasa iri dan gelisah yang menyakitkan.
Tapi tiba-tiba perubahan mendadak terjadi lagi. Rubah muda menyusut dengan cepat, prosesnya hampir selesai dalam satu detik. Padahal makhluk ini mempertahankan bentuk itu baru beberapa detik saja.
‘Wu’, rubah muda muncul di dekat kaki Kak Cheng Xin, sepasang mata besar yang lincah seolah tertutup lapisan kabut air, memandang sedih ke arah Kak Cheng Xin. Aku benar-benar iri, rubah muda ini belum dijinakkan saja sudah bisa mengekspresikan perasaan sedemikian rupa. Si Bodoh milikku dibandingkan ini, benar-benar tolol kelas kakap!
Kak Cheng Xin memandang rubah muda itu dengan geli, menepuk bahunya memberi isyarat untuk naik, lalu berkata: “Kukira nona kecil ini sedang menunjukkan kewibawaannya, ternyata cuma meniup balon besar yang ‘plak’ meletus tak bersisa.”
‘Wu wu wu wu’, rubah muda itu marah, berputar-putar di sekitar kaki Kak Cheng Xin sambil membuka mulut memperlihatkan gigi mungilnya, hendak menggigit Kak Cheng Xin tapi mana mungkin bisa mencapainya.
Akhirnya dengan gerutu ia memanjat bahu Kak Cheng Xin, memalingkan kepala dan tidak mau lagi menghiraukannya.
Aku hampir terlanjur berseru: “Kembalilah ke pelukanku.” Namun seketika itu juga melihat sorot mata membunuh dari Kak Cheng Xin!
Hilangnya tekanan dari rubah muda, kepala-kepala hantu itu mulai bersikap sombong lagi, menerjang ke arah kami. Padahal belum sampai dua puluh detik, medan perang sudah berubah beberapa kali.
Saat itulah Si Bodoh akhirnya turun tangan!
Setiap kepala hantu yang berada di barisan terdepan akan langsung dicegat Si Bodoh, lalu ditampar hingga pingsan dan ditelan tanpa ragu-ragu!
Mata Si Bodoh terasa dingin, di medan perang tak ada sedikitpun emosi yang terlihat. Tapi perlahan aku mulai paham, setelah tidur lelap, Si Bodoh telah memulihkan sedikit kemampuannya. Kecepatannya saat ini adalah salah satu keahliannya, untuk sementara sebut saja Harimau Menciptakan Angin.
Jurus ini sangat mematika saat digunakan pada roh, karena dalam jarak dekat hampir seperti teleportasi. Bagaimana mungkin kepala-kepala hantu bodoh ini bisa menerobos garis pertahanan Si Bodoh?
Meski bukan kultivator jahat, aku bisa melihat: selain beberapa hantu He Long, semua hantu yang dibawa dan dipelihara bawahannya adalah hantu tingkat terendah. Sungguh tidak sebanding dengan Si Bodoh, bagai langit dan bumi. Apa mungkin mereka bisa menahan?
Setelah Si Bodoh dan aku menyatu dalam roh, bahkan hantu kecil yang ditakuti seluruh komunitas praktisi spiritual pun bisa kami hadapi, bahkan meraih kemenangan sementara. Hantu-hantu ini terlalu lemah.
Aku menatap He Long sambil tersenyum. Wajahnya langsung berkerut. Seperti kata Xiao Chengqian, dia benar-benar orang yang sangat memprioritaskan reputasi dan keuntungan. Dia tak bisa menerima kekalahan ini!
Tiba-tiba dia mulai membentuk segel tangan lain, lalu melantunkan mantra. Bawahannya menunjukkan ekspresi kesakitan dan kesedihan, tapi dengan pasrah mengikuti melantunkan mantra.
Apa He Long akan mengeluarkan jurus pamungkas? Tapi kulihat Xiao Chengqian telah menyelesaikan langkah Gang, mulai membentuk segel tangan.
Tapi pusaran angin kembali menerpa ke depan Kak Cheng Xin. Saat ini, dengan gerakan aneh, ia berpose Jurus Pedang sambil menggumam mantra pada bungkusan bubuk obatnya!
Teknik obat spiritual—mengikat energi spiritual pada pil dan bubuk obat untuk meningkatkan khasiatnya! Pikiran ini tiba-tiba melintas di benakku.
Namun, energi spiritual orang biasa umumnya tak cukup kuat untuk menopang sihir legendaris ini. Karena keterbatasan energi manusia, penerus aliran pengobatan yang menguasai teknik ini biasanya mempersiapkan obat selama beberapa hari—memajangnya di depan patung dewa sambil berdoa siang-malam. Dengan energi spiritual sebagai perantara, mereka memohon berkah dewa untuk meningkatkan potensi obat.
Tak kusangka Kak Cheng Xin berani mencoba sihir legendaris yang penuh ketidakpastian ini sendirian!
Ingin rasanya berteriak: Keturunan Lao Li memang hebat! Rupanya tak hanya aku yang luar biasa!
