Kura-kura malas besar!
Berhasil menyuling kecenderungan tanah yang kokoh, kura-kura malas ini benar-benar luar biasa. Aku mengamati cangkangnya dengan seksama. Semakin kulihat, tak kusadari bibirku merekah, lalu pecah dalam tawa lebar.
Berkat sorot lampu, baru kusadari di cangkang itu terukir empat karakter besar secara terhuyung-huyung: "KURA-KURA PEMALAS"!
Mengukir tulisan di cangkang siluman besar, betapa 'heroik'-nya tindakan ini! Apakah ini perbuatan guru leluhurku? Setelah merenung, kubuang jauh-jauh pikiran itu. Jika mampu menaklukkan kura-kura malas ini untuk diukir, pastilah sang penulis melakukannya dengan tenang. Gaya tulisan seharusnya tak jauh berbeda dengan tulisan sehari-hari. Huruf guru leluhurku berkarakter kuat, memancarkan keluwesan yang tak terikat. Tulisan di cangkang kura-kura ini jelas-jelas bergaya tulisan anak kecil, seperti coretan balita yang baru belajar menulis.
Namun sejarah siluman besar ini jelas tak bisa kupahami sekarang. Jika benar-benar ingin mengungkap misterinya, mungkin baru bisa dilakukan setelah keluar dari Hutan Lao Lin, dengan mengartikan gulungan kulit binatang yang tersisa di gua rubah muda.
Sehangat apapun gua ini, tetap tak mampu menahan dinginnya musim dingin utara. Akhirnya tubuhku menggigil, dan tanpa ragu lagi segera mulai mengambil roh!
Aku tak tahu di mana sisa roh kura-kura raksasa ini bersembunyi. Dengan pasrah kubiarkan energi spiritualku menyapu luas mayat kura-kura itu. Tiba-tiba kutemukan jejak aura sisa rohnya, wajahku pun menampakkan kilatan pencerahan. Pantas saja Ruxue bilang pencarian luas pasti akan menemukan sisa roh makhluk besar ini - ternyata sisa rohnya tersembunyi di dalam cangkangnya!
Masuk akal. Apa yang lebih keras dari cangkang pada tubuh kura-kura? Lagipula umur kura-kura panjang. Jika ia menjalani jalan siluman, pastilah cangkang ini jadi bagian utama yang 'dilatih' - seperti taring ular raksasa, cakar harimau, atau ekor spiritual rubah!
Sambil berpikir begitu, kugempur terus cangkang ini dengan energi spiritual. Tapi lima menit berlalu, upayaku sama sekali tak membuahkan hasil - tak ada sedikitpun celah!
Dalam dingin yang menggigit, butiran keringat dingin mengalir di pelipisku. Rupanya kumeremehkan pertahanan kura-kura pemalas ini.
Tapi roh siluman harus diambil. Di saat ini, aku hanya bisa berhenti sementara, mengubah segel tangan, dan menggunakan metode khusus 'memukul' beberapa titik akupuntur di tubuhku sendiri untuk memaksa merangsang energi spiritual laten. Jika jurus ini tidak berhasil, kurasa untuk mengambil roh kura-kura malas ini harus menggunakan ilmu memanggil dewa atau ritual Mao untuk menerobos cangkangnya secara paksa.
Untungnya jurusku akhirnya berhasil. Setelah 'menabrak' beberapa kali lagi, aku akhirnya bisa memasuki 'tempat tidur lelap' si kura-kura pemalas ini.
Tempat tidur lelap ini tidak berbeda dengan rubah muda atau ular manja. Begitu masuk, pandangan langsung diselimuti kegelapan pekat. Yang membedakan adalah setelah mencari lama di dalam, aku sama sekali tidak menemukan sisa roh kura-kura ini di manakah, namun tetap merasakan napasnya - aroma khasnya yang berat bagai gunung!
Apakah aku melewatkan sesuatu? Aku merenung. Jika memang demikian, menggunakan kekuatan spiritual untuk 'melihat' jelaslah kurang efektif. Harus menggunakan kekuatan spiritual untuk merasakan. Sambil berpikir, aku menutup fungsi 'penglihatan' dari energi spiritualku, murni mengandalkan perasaan.
Beberapa menit kemudian, aku membuka kembali penglihatannya dengan perasaan campur aduk. Akhirnya kudapati si kura-kura raksasa malas ini! Ia sedang merangkak sangat lambat tak jauh dari kakiku, sepasang 'mata besar' hitamnya menatapku penuh kebingungan. Namun anehnya, aku bisa merasakan emosinya: "Cepatlah merangkak, lihat siapa orang ini?"
Wajar saja aku tidak tahu harus tertawa atau menangis. Karena kura-kura besar ini—eh, maksudku kura-kura kecil pemalas—entah apa yang dipikirkannya. Tempat ini sudah gelap gulita, tapi sisa rohnya bahkan lebih hitam seperti arang! Mana mungkin aku bisa melihatnya!
Yang lebih aneh lagi, apakah semua siluman besar ini punya 'pikiran iseng'? Mereka semua berusaha keras terlihat 'imut'. Rubah muda memang sudah lucu dari sananya, tidak usah dibahas. Tapi ular berbisa yang memaksakan diri jadi gelang kristal hitam kebiruan? Kura-kura yang matanya besar berkaca-kaca? Pernahkah kau melihat kura-kura berkelopak mata ganda dengan bola mata bulat? Aku yang kurang pergaulan ini benar-benar belum pernah melihatnya.
Aku sudah yakin ini adalah kura-kura bego tingkat dua—kombinasi bego dan malas. Melihatnya merangkak pelan-pelan, aku jadi kesal. Kuambil langkah mendekat dan ingin menyambarnya. Mengingat kita sama-sama dalam kondisi roh, wajar jika menggunakan energi spiritual untuk mengangkatnya. Tapi ternyata makhluk ini benar-benar seberat gunung! Aku sama sekali tak bisa menggerakkannya. Ia melirikku dengan pandangan menyalahkan, dan lagi-lagi aku 'malu' menangkap perasaannya: "Ngapain gangguin aku? Ngeselin!"
Goblok! Aku benar-benar tidak tahan mendengar kura-kura bilang "ngeselin" padaku!
Tapi aku tak sempat berkata apa-apa, Si Bodoh kembali mengaum saat itu juga. Aumannya sama-sama membingungkan namun akrab, mengandung nada perintah. Tanganku masih memegang Kura-kura Malas Ganda, tiba-tiba kurasakan benda ini menjadi ringan, dengan "kegelisahan" yang sangat menggebu-gebu menyiratkan—bawa aku pergi.
Makhluk ini, tingkat kelengkapan hun-nya sangat tinggi, benar-benar kurasakan. Tapi saat mundur dari tempat tidurnya, saat ingin berkomunikasi dengannya untuk membuktikan dugaan ini, kudapati makhluk ini tergeletak di bahuku telah tertidur lagi.
Ini bagaimana? Biasanya perlu 'alat hun' yang sesuai untuk memelihara roh, seperti cakar harimau, tulang melintang, atau taring beracun. Kura-kura Malas Ganda tertidur—haruskah kubawa cangkang kura-kura raksasa ini? Melihat cangkang besar itu, aku menelan ludah—kupastikan takkan sanggup melakukannya!
Pasrah, tapi tak mau melepas alat hun alami terbaik ini. Kuhampiri mencari akal. Ternyata cangkang Kura-kura Malas Ganda tidak utuh—beberapa potongan kecil telah hancur berceceran di tanah. Apakah Dewata sedang membantuku?
Dengan gembira kukumpulkan pecahan cangkang ini—sama-sama merupakan alat hun terbaik.
Baru kusadari, setelah keluar, tubuh Kura-kura Malas Ganda menjadi sangat mencolok. Di luar dugaan, di cangkang sisa rohnya masih melekat empat tulisan besar terhuyung-huyung: "Seekor Kura-kura Pemalas".
‘Apakah itu sangat terikat dengan empat karakter ini?’ Bahkan sengaja menyimpannya dalam sisa roh?
Dari tiga siluman besar ini, masing-masing semakin aneh. Dibandingkan, Si Bodoh jelas anak normal, meski agak tolol.
Sambil berpikir begitu, aku mundur lewat jalan yang sama. Saat masuk air lagi, rasa menusuk tulang langsung terasa. Untung tak perlu lama di air, atau pasti kram karena kedinginan!
"Glekuk!" Akhirnya aku keluar dari air. Udara segar menyambut. Refleks pertama, kuhirup napas dalam-dalam. Tapi seketika tubuhku kaku. Begitu angin dingin menerpa setelah keluar air, ajaib belum jadi es batangan—harus syukuri takdir langit.
Persis saat itu, selimut hangat dari api menyelimutiku. Ruxue yang membalutkannya. Lao Zhang lalu menyodorkan kantong araknya, "Mau minum? Hangatkan badan."
Qinhuai menarik tubuh kaku-ku ke dekat perapian. Kak Cheng Xin mengeluarkan pakaian...
Setelah berjuang lama, akhirnya pulih. Menyeruput sup jahe buatan Lao Zhang untuk cegah masuk angin, tiba-tiba kusadari: Di Hutan tua yang penuh bahaya ini, kehangatan persahabatan ini membuat perjalanan ini terasa berharga.
Andaikan Ruxue... Ekspresiku muram lagi. Tapi Kak Cheng Xin bertanya, "Lancar? Dapat apa?"
“Lihat sendiri.” Aku terus-menerus mengganggu Er Lan Gui secara spiritual, akhirnya makhluk malas itu membuka mata basahnya dengan enggan dan menampakkan wujudnya pada semua orang dengan ekspresi kesal.
Entah kenapa ular manja itu ikut-ikutan meramaikan suasana, buru-buru menampakkan tubuhnya dengan bangga - gelang kristal hitam bermotif pink-biru, mendongak penuh kesombongan!
Membuat Qinhuai dan Ruyue tertegun sejenak, lalu mereka tertawa terbahak-bahak. Terutama Qinhuai yang sambil tertawa menyindirku, "Cheng Yi, kok aku nggak tahu kamu punya hobi beginian?"
Aku melototi ular manja itu habis-habisan, tapi dia sama sekali tidak menghiraukanku, tetap dengan angkuh memamerkan diri!
Keriuhan ini berlangsung cukup lama, akhirnya semua bersama-sama mengamati Er Lan Gui. Namun di bawah tatapan itu, kura-kura malas itu kembali tertidur lelap. Lalu terdengar suara kompak dari semua orang: "Kura-kura pemalas."
Rupanya tulisan di tempurungnya ketahuan. Er Lan Gui terbangun lagi, memandang sekeliling dengan polos. Jelas-jelas dia tidak mengerti siapa yang disebut "kura-kura pemalas"!
Perjalanan ke hutan tua kali ini cukup unik. Empat siluman legendaris berkumpul, ditambah roh jiao warisan keluarga Mas Yuan Yi. Jika berjalan lancar, warisan sejati Lao Li justru akan terlengkapi oleh generasi kami yang terpisah satu angkatan.
Sungai-sungai dan danau nan luas. Di sanakah akhirnya kami akan menemukan Pulau Penglai?
