Sekilas pandang saja sudah bisa menilai begini, karena jiwaku terhubung dengan Si Bodoh. Si Bodoh terus merintih sedih. Ingin kutepuk-tepuk punggungnya, tapi dengan sedih menyadari Si Bodoh hanyalah roh. Tak bisa kuberi penghiburan seperti itu.
Aku dengan lembut menyibak salju, tubuh Si Bodoh akhirnya terlihat utuh. Secara refleks aku mengamati cakar harimau, menemukan telapak kiri memang kehilangan satu cakar yang seharusnya menjadi yang terpanjang.
Apakah Si Bodoh juga meninggalkan sisa roh di sini? Pikirku spontan. Tiba-tiba kulihat jejak tulisan buram di bawah salju. Cepat kusibak, benar saja di samping mayat Si Bodoh terdapat beberapa baris aksara kecil vertikal.
Tulisan itu entah dibuat dengan apa, seolah terukir di platform batu ini. Cara penulisannya menggunakan tulisan klasik yang tidak terlalu rumit, bagi orang sepertiku yang sering membaca buku-buku kuno Taoisme, sama sekali tidak sulit. Aku segera memahami maknanya.
Kira-kira diceritakan bahwa Si Bodoh sering turun gunung meneror warga sekitar, tangannya telah menelan lebih dari seratus nyawa manusia. Diduga ia sudah kecanduan daging manusia. Sayangnya, siluman besar ini sulit ditaklukkan. Jika tidak disingkirkan, lebih banyak korban akan berjatuhan. Akhirnya terjadi pertempuran sengit melawan Si Bodoh di kedalaman hutan ini, berhasil menaklukkannya. Sesuai wasiat terakhirnya, kami membawanya ke tempat kesukaannya semasa hidup untuk dimakamkan. Namun saat ajalnya menjelang, tiba-tiba terasa getaran bahwa Langit akan menghukum siluman besar ini dengan menghancurkan leburnya rohnya karena terlalu banyak membunuh. Pada momen genting itu, sang penakluk teringat metode rahasia yang dipelajarinya. Tergerak oleh perjuangan siluman dalam bertapa, mungkin masih ada secercah harapan. Maka dengan metode rahasia, 'direbutlah' seberkas sisa roh Si Bodoh dari genggaman Langit.
Kalimat terakhir menyatakan, tindakan melawan takdir ini pasti akan mendatangkan bencana dan memperpendek umurnya. Tapi tak ada penyesalan. Diperkirakan, perbuatannya hari ini akan menanam benih kebaikan bagi murid dan cucu muridnya di masa depan.
Catatan tertulis berakhir di sini. Tertanda Li Yiguang - nama yang ditulis dengan simbol khusus. Namun bagi keturunan Lao Li, ini sangat familiar. Rahasia turun-temurun aliran kami: Guru leluhur selalu menggunakan simbol khusus untuk menuliskan namanya.
Ternyata begitu. Sebenarnya, pada pandangan pertama terhadap tulisan itu, goresan yang familiar sudah memberitahuku bahwa itu adalah Guru leluhur. Tapi aku tidak terlalu terkejut, karena sejak kecil aku tahu cakar harimau di tubuhku berasal dari siluman harimau yang dimusnahkan oleh Guru leluhur. Wajar saja jika ada tulisan peninggalannya yang bisa kulihat.
Jadi, setelah membaca pesannya, aku akhirnya mengerti mengapa sisa roh Si Bodoh jauh lebih lemah dibandingkan roh-roh siluman besar lainnya. Padahal dengan indera spiritualku yang kuat, sudah bertahun-tahun kujaga, tapi tetap terasa konyol. Rupanya ini adalah sisa roh yang direbut Guru leluhur dari takdir langit dengan kemampuan spiritual besar, bukan roh yang sengaja ditinggalkan. Alhasil, kurang kelincahannya.
Ini juga menjelaskan satu hal: mayat Si Bodoh hanyalah cangkang kosong tanpa sisa roh. Bisa mempertahankan seberkas roh di cakarnya saja sudah merupakan pencapaian luar biasa!
Akhirnya, kearifan Guru leluhur terbukti. Tindakannya benar-benar mempertemukan aku dengan Si Bodoh. Guruku dulu mungkin menyadari roh harimau yang lemah di cakar itu. Menggunakan energi jahat harimau yang melemah untuk melindungiku, kebetulan tepat. Sayang Guru leluhur pergi terburu-buru, Guruku sama sekali tidak memahami makna sebenarnya dari cakar ini...
Mengingat masa lalu, semuanya terlalu rumit. Intinya, jodoh antara aku dan Si Bodoh memang tak mungkin terelakkan.
Untuk Si Bodoh aku tidak menyembunyikan apapun, sebisa mungkin berkomunikasi dengannya tentang semua yang tercatat dalam tulisan ini. Tak ada alasan aku menyembunyikan ini dari jiwa simbiosisku, sekalipun guru leluhurku yang membunuhnya.
Kemampuan pemahaman Si Bodoh terbatas. Menjelaskan padanya sangat melelahkan, namun berkat keunggulan jiwa simbiosis, akhirnya ia mengerti isi catatan ini. Kemudian emosi kemarahan yang kuat terpancar padaku. Bukan kekhawatiran bahwa Si Bodoh akan mendendam pada guru leluhurku - toh siluman harimau sejati sudah tiada. Ia hanya sisa roh siluman yang ingatan dan perasaannya terhubung denganku. Kemarahan yang Si Bodoh sampaikan adalah: "Kau menipuku? Harimau pemakan manusia itu aku? Tidak, aku sama sekali tidak percaya! Aku harimau baik!" dan semacamnya.
Aku memandang Si Bodoh tanpa kata, tatapanku penuh cela. Artinya: "Apa aku akan menipumu? Dulu bukankah karena kerakusanmu, mengabaikan hukuman Langit, kau sampai seperti ini? Jangan bilang itu bukan perbuatanmu! Lihat wajahmu ini, sudah pasti ini ulahmu!"
Menghadapi responku, Si Bodoh mengaum 'marah' padaku. Namun kutatap ia sambil berbisik: "Saudara, aku akan merawatmu baik-baik. Selama Chen Cheng Yi ada, kau akan semakin utuh. Sampai suatu hari kau benar-benar menemukan dirimu kembali."
Si Bodoh mendengar kata-kata ini, tiba-tiba berhenti mengaum. Ia tersentuh dan merintih lemah ke arahku, ingin menggesekkan kepalanya yang besar. Tapi sayangnya hanya roh semata. Akhirnya kusadari tatapan Si Bodoh pada platform batu dan mayat itu mengandung kesepian, tapi hanya sekejap. Alih-alih terikat, ia memilih kembali menyatu dengan jiwaku.
Kuberjongkok sambil menepuk-nepuk mayat harimau di platform batu. Bergumam pelan: "Saudara baik." Baru kusadari dari sudut ini, pemandangan yang terlihat persis seperti lukisan dinding di gua rubah muda itu - panorama pegunungan nan megah yang sama. Rupanya 'platform puncak' dalam lukisan itu ada di sini. Dulu Si Bodoh suka tergeletak di sini, rubah muda pun pernah datang...
Sayangnya si rubah muda masih tertidur lelap di tulang melintang. Apa yang akan dirasakannya? Begitu pikiran ini muncul, keringat dingin mengucur. Mengingat ketidakandalan tiga makhluk itu, apa bisa diharapkan perasaan mereka?
Persis saat itu suara Kak Cheng Xin terdengar: "Cheng Yi, sudah selesai? Arwah Tua Wu bilang waktunya hampir habis. Kita harus buru-buru ke Makam Dewa."
Kujawab sambil melompat turun dari platform batu. Arwah Tua Wu yang heboh berkata: "Cheng Yi, tinggal satu jam lagi kita bisa benar-benar masuk Makam Dewa. Cepat pikirkan cara! Dengan banyak orang mengerumuni, bagaimana caranya masuk?"
Waktu hampir habis, bagaimana memahami kalimat ini? Soal cara, aku sudah memikirkan sejak lama, intinya nekat sampai akhir, semua akan dibahas setelah sampai di Makam Dewa. Aku berkata pada Arwah Tua Wu: "Kau tenang saja, caranya ada. Tapi apa maksud 'waktu hampir habis' ini? Jelaskan padaku!"
Arwah Tua Wu langsung tenang mendengar aku punya cara. Ia menjelaskan: "Ini juga tidak jelas bagiku. Segera dimulai, mari kita ke lubang legenda itu bersama-sama. Di sana Jalan Dewa bisa terlihat jelas."
Jalan Dewa? Menarik! Semakin kurasakan segala sesuatu tentang Makam Dewa ini sangat mengagumkan. Dari sudut tertentu hampir menampakkan kekuatan mitos. Bisa menyaksikan langsung hari ini juga cukup baik.
Saat ini aku tak lagi ragu. Berjalan di depan, memimpin menuju lubang legenda. Kali ini bahkan Ruxue menunjukkan ekspresi penasaran yang hebat. Bagaimanapun dalam memori Renhua tidak ada bagian ini. Ia juga ingin tahu seperti apa sebenarnya Jalan Dewa itu.
Begitu mendekati lubang legenda, tubuhku gemetar. Ini dingin, dingin sesungguhnya. Lebih menusuk daripada saat aku menyelam mengambil roh dulu!
Saat masuk gua sebelumnya, aku mendengar desiran angin utara. Kini saat keluar, desiran angin itu berubah menjadi raungan yang nyaris memekakkan telinga!
“Cheng Yi, kenapa dikatakan hanya muncul sekali dalam ratusan tahun? Itu karena gunung itu, baru akan menampakkan separuh wajah aslinya dari kabut setiap ratusan tahun. Di hari-hari biasa, hanya sungai di bawah yang terlihat, gunung ini tak terlihat!” Di tengah teriakan angin kencang, Arwah Tua Wu berteriak keras padaku.
Aku menatap puncak gunung itu. Mendengar penjelasan Arwah Tua Wu, mataku langsung terbelalak. Formasi penghalang penglihatan legendaris!! Sejak zaman kuno hingga sekarang, hanya segelintir ahli Tao yang bisa menguasainya!
Formasi penghalang penglihatan yang beredar saat ini kebanyakan hanya memanfaatkan topografi, ilusi optik, bahkan celah psikologis manusia. Tak kusangka di depanku masih ada formasi penghalang penglihatan asli yang masih eksis. Ini benar-benar keajaiban.
“Dingin sekali.” Kak Cheng Xin berteriak kencang!
Menghadapi teriakan Kak Cheng Xin, Arwah Tua Wu berkata: “Ini baru dingin sedikit? Ini baru permulaan.”
Belum lagi selesai bicara Arwah Tua Wu, suhu tiba-tiba turun beberapa derajat. Lalu Arwah Tua Wu berteriak: “Lihat sungai, lihat sungai di bawah!”
Kami segera mematuhi, mulai menatap sungai itu. Aliran air yang tadinya deras dan menakutkan itu, tiba-tiba mulai melambat!
Semua ini karena sungai mulai membeku! Yang anehnya, pembekuan terjadi perlahan dari kedua tepi ke tengah!
