"Membeku, tapi apa gunanya membeku? Puncak gunung itu licin mengkilap, selain burung, bahkan monyet pun tidak bisa naik. Tak heran burung pipih di Hutan tua ini bisa mendapatkan peruntungan!"
Tapi ideku belum sempat kuucapkan, aku kembali menemukan hal aneh: seiring lapisan es yang perlahan mengeras, permukaan air sungai secara bertahap menurun!
Prinsip apa ini? Aku melirik tajam memandang semua ini, bingung tak terkira. Tapi mungkin jika adik Chengzhen ada di sini, dia bisa mengungkapkan beberapa misteri. Bagaimanapun, bukankah Paman Wang dulu menggunakan formasi besar fengshui untuk menanggung dan menghancurkan gua rahasia Desa Miao Heiyan? Prinsip semacam ini mungkin hanya diketahui ahli fengshui yang memiliki warisan kuno.
Aku tak bisa memahami, tapi aku bisa menerima - inilah kondisiku saat ini!
"Cheng Yi, itu... itu... teropong, cepat keluarkan dan lihat!" Suhu semakin rendah, permukaan sungai mempercepat proses pembekuan sekaligus proses penurunan permukaan air. Hanya saja proses penurunannya tidak terlalu mengejutkan, lagipula laut pun memiliki fenomena pasang surut. Proses penurunan permukaan air ini lebih lambat dari surutnya air laut.
Aku mengembuskan napas ke telapak tangan, sadar bahwa dingin membeku seperti ini harus kami tahan selama satu jam. Baru sepuluh menit lebih berjalan, pemandangan alam yang menakjubkan ini sudah membuatku terpana, bahkan rasa dingin yang tak terkatakan ini terasa tak terlalu menyiksa.
Setelah Arwah Tua Wu berpesan padaku untuk mengeluarkan teropong, mana mungkin aku melewatkannya. Segera kukeluarkan teropong dari tas barang bawaan dan bertanya pada Arwah Tua Wu: "Ke arah mana harus melihat?"
Arwah Tua Wu menjawab: "Mana lagi? Kaki gunung sebelah sana, di bagian kaki gunung sana!"
Apa yang bisa ada di kaki gunung sebelah sana? Dengan penuh kecurigaan kunaikkan teropong dan mengarahkannya ke sana. Hanya dalam beberapa detik, melalui lensa teropong kudapati sesuatu yang tak biasa - seiring surutnya permukaan air, sebuah stalagmit yang tampak 'penuh kenangan' akibat derasnya aliran air mulai menampakkan ujungnya!
Singkatnya, di balik arus deras ini tersembunyi sebuah pilar batu?!
Setelah kutaruh teropong, Kak Cheng Xin dan Ruxue langsung berebut melihat. Kak Cheng Xin bahkan mengangkat Xiao Mao untuk memperlihatkannya. Keperkasaan alam ini membuat semua orang berdebar-debar, bahkan Xiao Xi dan Xiao Mao yang selama ini tertekan oleh aura siluman dari gua Si Bodoh sampai tak bisa bernapas pun ikut heboh, melupakan tekanan dahsyat yang nyaris tak tertahankan bagi mereka.
Tapi setelah kami semua melihat, muncul pertanyaan: Apakah permukaan air sengaja diturunkan untuk memperlihatkan pilar batu yang dekat puncak gunung ini? Meski ada pilar batu, mustahil kami bisa mendaki gunung pilar pena yang gundul itu, tidak mungkin!
Sedangkan pemandangan di puncak gunung sama sekali tidak bisa kulihat jelas! Karena semuanya diselimuti kabut tipis...
Sebelum kami sempat bertanya, Arwah Tua Wu mulai berlagak. Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil berkata: "Tunggu saja kelanjutannya, kalau aku bocorkan keajaiban ini sekarang, nanti kalian pasti marah karena mulutku ini cerewet."
Apa prinsip universal yang berlaku di sini? Tapi saat ini memang giliran Arwah Tua Wu untuk pamer, kami hanya bisa menunggu dengan sabar. Kekuatan alam yang digerakkan Makam Dewa ini akhirnya akan memperlihatkan lukisan alam apa yang spektakuler kepada kami!
Sepuluh menit lagi berlalu, pilar batu itu akhirnya muncul sepenuhnya. Tingginya lebih 7-8 meter dari permukaan air, artinya permukaan air telah surut setidaknya 7-8 meter. Kesimpulan ini membuat decak kagum, seberapa dalam dasar sungai yang berarus deras ini sebenarnya?
Tapi ini sama sekali bukan akhir. Permukaan sungai yang membeku mulai memperlihatkan pemandangan yang menakjubkan.
Seiring semakin turunnya suhu, proses pembekuan di kedua tepian sungai semakin cepat. Hanya tersisa aliran sempit di tengah yang masih mengalir. Padahal sebelumnya arus sungai ini begitu dahsyat, gemuruhnya bagaikan pasukan berkuda dalam jumlah besar!
Bayangkan saja, dalam kondisi pembekuan ekstrem ini, dengan lereng yang semakin menyempit, seberapa deraskah arus air itu? Rasanya seperti pasukan besar yang mengaum marah hendak melancarkan serbuan!
Dan sasaran mereka adalah pilar batu yang tegak berdiri itu!
Bibir dan lidahku terasa kering, keajaiban, benar-benar sebuah keajaiban, alam benar-benar sedang mempertunjukkan sulap, aku hampir menebak apa yang terjadi!
Tapi sebelum tebakanku terbukti, arus deras itu sudah menghantam pilar batu dengan energi yang tak terbendung!
‘Bruuk’ suara gemuruh, arus sungai menabrak pilar batu, lalu membeku seketika, aliran air yang deras menyisakan permukaan es miring yang membeku di pilar...
Kemudian, terdengar rentetan ‘bruuk-bruuk-bruuk’ yang membuat napas tertahan, berulang kali menghantam pilar batu dan lapisan es di atasnya... memberikan pukulan visual yang dahsyat!
Sudah selesai? Tentu saja belum!
Seiring menyempitnya aliran sungai, hantaman semakin ganas. Pilar setinggi 5 meter tak lagi berarti, air bah merayap naik mengikuti lereng, terus menggempur gunung, setiap kali menyisakan segmen ‘jalur es’ ajaib pemberian alam!
Itulah cara membangun jalan paling cepat dan aneh, air seolah mengerahkan kekuatan terakhir, paling bengis, paling gemilang sebelum ‘kematian’-nya, terus-menerus menggempur.
Di bawah kabut tipis yang ditembus sinar matahari, jalur es itu semakin mendekati puncak gunung!
Akankah berhasil? Dalam pemandangan seintens ini, napasku menjadi tersengal-sengal, rasanya ingin berteriak "Semangat!" untuk arus air yang heroik ini!
Dan suhu yang turun drastis juga mendesak air bah mengeluarkan raungan kemarahan terakhirnya!
Bersama deru mesin terakhir, kami semua merasakan Tanah bergetar hebat. Sebuah jalan es yang menghubungkan puncak gunung dengan permukaan air akhirnya terbentuk, permukaan air pun benar-benar membeku!
Tapi ini semua bukan alasan getaran, apalagi akhir. Getaran berasal dari puncak gunung. Gunung itu menggelindingkan tanah dan batu tak terhitung! Saat itu bagaikan langit runtuh bumi terbelah, memaksa kami yang berdiri di lubang legenda untuk memilih posisi tergeletak!
Setelah beberapa lama, barulah keadaan tenang. Kulihat puncak gunung yang sebelumnya dipenuhi lumut dan tanaman misterius, bagian bawahnya kini menjadi benar-benar 'licin'! Ternyata wujud aslinya memang sebuah pilar batu!!
Tapi Arwah Tua Wu sudah berteriak heboh: "Jalan Dewa telah muncul, Cheng Yi, teropong, cepat ambil teropong!"
Kali ini tak perlu didesak Arwah Tua Wu, segera kuangkat teropong. Dan... aku menyaksikan keajaiban!
Karena puncak gunung itu bagaikan 'pangeran tampan' yang penuh debu. Setelah mengguncang debunya, barulah kami melihat wajah sejatinya. Tersembunyi di balik tanah dan batu, terbentang tangga batu kasar berputar-putar ke atas. Sekilas pandang saja sudah membuat perut gemetar - tangga tanpa pagar itu benar-benar jurang di langit!
Tapi bukan itu saja, di bawah lensa teleskop, seluruh pilar gunung ini ternyata memiliki ukiran sederhana yang besar dan misterius. Aku sama sekali tidak bisa melihat keseluruhan bentuknya, hanya bisa mengenali ekor naga dan sisik-sisik raksasa yang tak terkira besarnya!
Apakah ini pilar naga yang melingkar?
Yang lebih membuat napas tertahan adalah perhitungan yang sempurna ini. Es membeku membentuk jalan, dan 'jalan es' yang diciptakan alam itu menyambung secara alami dengan tangga!
Inikah Makam Dewa, Makam Naga? Keherananku belum sempat reda, tiba-tiba terdengar suara penuh ancaman dari atas: "Chen Cheng Yi, kau belum selesai mengambil roh siluman itu? Haruskah kami turun menjemputmu?"
Hah, setelah selesai terkesima, mereka mulai mencari masalah denganku?
Tapi ini sudah kuduga sebelumnya. Ekspresi wajah Arwah Tua Wu kembali berubah. Namun seperti yang kukatakan, aku sudah menyiapkan strategi jadi tak perlu panik.
Kuteriakkan dengan khas: "Roh siluman sudah kudapat. Empat roh siluman besar ada di tanganku. Sekarang aku akan turun, silahkan kalian bertindak sesuka hati!"
Sengaja kubiarkan penjelasannya tidak terlalu jelas, dengan kesombongan seolah punya sandaran kuat. Semakin seperti ini, semakin bisa kukulur waktu keamanan kami. Bagaimanapun mereka 'segan bertindak kasar' terhadap empat roh siluman itu. Tak ada yang rela melepas Makam Dewa yang penuh daya tarik ini. Jadi kuyakin sebelum makam dibuka, mereka takkan benar-benar berkonfrontasi denganku.
Alasan mengapa Arwah Tua Wu dulu bersikeras kami membawa tali akhirnya benar-benar jelas. Setelah selesai berbicara, aku mulai mengikat tali ke tubuhku sendiri, lalu mencari batu shi besar di gua Si Bodoh untuk mengamankan tali kami. Kami akan turun gunung.
Faktanya juga sesuai dengan penilaianku. Dengan sikap sombong aku turun, orang-orang ini benar-benar tidak banyak berkomentar.
Hanya saja di jurang yang penuh berantem, bagaimana mungkin mereka memberiku kesempatan untuk lari? Jadi begitu aku mulai turun dari tebing, tebing itu seolah digantungi rangkaian buah-buahan - orang-orang dari dua pengaruh besar juga mulai turun!
Memandang puncak gunung itu, kupikir sebenarnya situasi lebih baik dari yang kubayangkan. Bahkan jika bertarung, aku masih punya sedikit keunggulan, apalagi jika aku menguasai kecepatan!
