Bagian berikutnya menceritakan tentang beberapa peristiwa naga ini di dunia bawah, penuturannya sederhana, hanya beberapa hal: ketidakmampuan beradaptasi saat pertama kali tiba di bawah, kemudian menemukan tempat dengan energi spiritual yang cukup untuk bertahan hidup dan bersembunyi.
Lalu, untuk mengisi masa-masa, dia menaklukkan empat siluman besar, sengaja menjalin hubungan dengan beberapa praktisi spiritual, namun tetap ingin kembali ke kampung halaman.
Namun realitas selalu mengecewakan, dia tidak memenuhi syarat untuk kembali (di sini aku kurang paham syarat apa), atau mungkin dia menganggap dirinya termasuk dalam 'buah pahit', tapi dia sangat percaya karma, juga tahu kemurahan Langit pada manusia, sehingga membatasi perilakunya, hidup dengan damai sambil terus mencari cara pulang.
Tapi akhirnya, setelah mencoba berbagai metode, dia hanya bisa menetap di sini.
Perlahan-lahan, sampai akhirnya, 'itu' merasakan akhir dari umurnya. Bagaimanapun, tempat di bawah ini berbeda dengan kampung halamannya. Di sini, makhluk itu tidak memiliki usia yang panjang!
Maka, di penghujung nyawanya, makhluk itu mempersiapkan langkah nekat. Ingin membobol beberapa penghalang untuk kembali ke Kunlun!
Namun, aksi 'menggemparkan langit' itu tetap gagal. Cakaran yang mengkonsolidasikan seluruh kemampuannya tidak hanya gagal, tapi juga menyebabkan kekacauan kecil pada Hukum tertinggi (waktu, ruang). Ia ditakdirkan mati di sini.
Tapi bagaimana mungkin kerinduan akan kampung halaman bisa berhenti? Maka di sini dibangunlah Makam Naga. Makam ini didirikan di lokasi 'energi spiritual' langka di dunia fana, menggunakan formasi besar untuk mengumpulkan energi spiritual, dan membuka beberapa ruang meditasi. Hanya berharap pewaris Tao dari Kunlun bisa datang, lalu membobol penghalang di tempat tulangnya yang sebenarnya terkubur - area kacau itu - dan membawa mayatnya kembali ke Kunlun!
Catatan tulisan klasik ini berakhir di sini. Tapi aku dan Kak Cheng Xin berdiri membeku setidaknya lima menit sebelum bisa merenung kembali.
"Cheng Yi, kau lihat?" Pertanyaan pertama Kak Cheng Xin ternyata sebegitu bodohnya.
"Hmm, aku lihat." Jawabku dengan sama bodohnya.
"Ini benar-benar Makam Naga. Naga dari Kunlun. Jadi tak salah menyebutnya Makam Dewa. Apa pendapatmu?" Tanya Kak Cheng Xin.
"Aku rasa Guru leluhur dan Guruku pasti pernah datang ke sini. Dengan melanjutkan perjalanan, kami akan mendapatkan jawaban." Kataku sambil merasakan gejolak dalam hati. Betapa dahsyatnya serangan itu, ingin menghancurkan penghalang. Waktu dan ruang selalu menjadi Hukum tertinggi dalam Tao, tapi ternyata bisa menciptakan kekacauan kecil. Sungguh melawan takdir!
Tapi benarkah tidak ada tempat kacau seperti ini di dunia? Tidak ada kejadian seperti ini sama sekali?
Menurutku tempat ini bukan satu-satunya. Selain hal-hal yang sengaja ditutupi, banyak peristiwa yang sudah tersebar luas: pesawat yang menghilang, orang yang lenyap, jalan raya yang tumpang tindih, penampakan dimensi lain. Apakah semua sanggahan itu bohong? Aku hanya bisa bilang tidak tahu!
Dulu kupikir semua itu tak ada hubungannya denganku. Meski aku praktisi spiritual, aku bukan penjelajah misteri dunia. Selain Tao Tiongkok, aku bahkan tak punya sedikit pun ketertarikan pada peradaban Atlantis yang dikisahkan begitu mistis.
Tapi sekarang, setelah membaca artikel yang menggetarkan ini, aku tak tahu harus berkata apa. Masakan kubicara seekor Naga sedang membual?
Dengan perasaan seperti ini, kami terus berjalan. Koridor panjang ini selain dipenuhi permata berkilauan dan artikel di pintu masuk, tak ada lagi yang layak diteliti.
Ukiran lukisan dinding itu bagaikan karya Master, tapi kebanyakan hanya menceritakan secara singkat tentang Naga: seperti memberi pelajaran pada siluman, menaklukkan empat siluman besar, dan sebagainya.
Semua ini, setelah kubaca artikel tentang Kunlun itu, sama sekali tak menarik bagiku lagi.
Setelah melewati koridor ini, kami memasuki koridor lain. Tak bisa tidak kami menghela napas: dibandingkan makam bangsawan yang penuh mekanisme jebakan, Makam Naga ini sungguh keterlaluan sederhananya!
Koridor yang terlihat ini bahkan lebih sederhana. Kemewahan dan kemegahan telah menghilang, hanya tersusun dari batu hijau tanpa hiasan apapun. Selain lentera Changming yang masih megah, di kedua sisi koridor terdapat deretan kamar-kamar yang saling berhadapan!
Jumlah kamar tidak kami ketahui, karena lentera Changming di sini tiba-tiba berhenti menyala di bagian belakang. Ujungnya tenggelam dalam kegelapan buram yang tak bisa kami lihat jelas, memaksa kami terus melangkah.
Sampai di sini, aku baru memahami makna kalimat penyambutan saat masuk makam tadi—rupanya naga ini hanya ingin tulang-belulangnya bisa kembali ke kampung halaman.
Aku tak mengerti apa yang terjadi di Kunlun, atau bencana apa yang mengintai di bawah sana, sampai para ahli Kunlun nekat melawan takdir dengan membuka Gerbang Kunlun. Aku sadar betapa tingginya hukum dimensi dan waktu, sehingga hanya bisa menghela napas: peristiwa itu benar-benar membuat banyak entitas Kunlun menanggung buah pahit.
Bahkan teringat olehku ulat ungu itu. Dalam catatan Bu Hua, bukankah mereka juga ingin pulang ke kampung halaman?
Sepanjang jalan, kamar-kamar itu tentu tak kami lewatkan. Pintunya tidak digembok, hanya pintu tembaga biasa. Setelah mendorongnya terbuka, tak ada perabotan mewah—hanya sebuah tempat tidur batu, bantal duduk, dan meja batu.
Tapi begitu masuk ke dalam kamar, aku langsung merasakan energi spiritual yang menggelegak yang dibutuhkan para praktisi spiritual. Naga itu benar-benar membangun ruang meditasi seperti ini dan memusatkan energi spiritual di sini, mungkin untuk keturunan Kunlun yang mencapai pencerahan atau orang-orang terkait Kunlun yang ingin bertapa di sini.
Ruang meditasi seperti ini seharusnya tidak meninggalkan jejak apapun, namun deretan tulisan di dinding terlihat sangat mencolok.
Kami mendekat dan membaca dengan seksama. Tulisan di atas dinding itu sangat sederhana: 'Orang Kunlun yang mencapai pencerahan Su Zheng meninggalkan tulisan. Sudah lebih dari sepuluh tahun di sini tanpa kemajuan, pergi dengan hati sedih. Jika suatu hari nanti ada cara untuk menyelesaikannya, pasti akan kembali dan membawa pulang sisa jasadnya.'
Tulisan sederhana ini membuat kami menarik napas dalam-dalam. Ini membuktikan bahwa benar-benar ada orang Kunlun yang datang ke sini, sayangnya tidak ada solusi sehingga harus pergi dengan sedih. Kami menduga mungkin sampai akhirpun tidak ada cara, sebab Makam Naga masih tetap ada.
Bagaimanapun, ini adalah senior dari Taoisme kami. Aku dan Kak Cheng Xin memberi hormat dengan khidmat, lalu pergi meninggalkan ruang meditasi ini dengan tenang.
Kami melanjutkan perjalanan dan memeriksa setiap ruang meditasi satu per satu. Sebagian tidak ada tulisan, tapi kebanyakan ada coretan dengan pesan serupa tentang kegagalan dan kepergian dengan sedih. Tentu tidak semua tulisan sesederhana itu, ada juga yang berisi pesan untuk keturunan jika datang ke sini, memberikan instruksi tertentu. Karena membaca pesan-pesan ini dianggap tidak sopan, kami hanya berani melihat sekilas yang relevan, lalu pergi dengan hormat.
Melewati sekitar 12-13 kamar meditasi, kami menemukan satu pola: hampir semua tulisan ditinggalkan oleh orang-orang yang mencapai Tao dari Kunlun, dan tidak ada yang menggunakan kamar yang sama dua kali. Ini membuatku tersentuh, ternyata penurunan ilmu Kunlun di era itu memang tidak memberi pengaruh besar karena dihambat. Kesimpulan ini bisa diambil hanya dari tulisan-tulisan di kamar meditasi!
Kami terus berjalan dalam diam. Di depan, semakin jelas terlihat sebuah struktur mirip dinding penahan pandangan kuno menghalangi jalan.
Di permukaan dinding itu terukir seekor naga berkaki lima yang sangat hidup!
Saat itu baru kami sadar, kamar yang tersisa tinggal 7. Rupanya total kamar meditasi di sini hanya 20!
Ruxue memandang tajam dinding itu dengan ekspresi yang sulit kubaca. Hatiku mulai gelisah karena Guru leluhur pernah bilang semua jawaban ada di Makam Naga, namun sampai sekarang belum juga kudapat petunjuk apapun.
Kami terus maju. Setelah melewati 4 kamar meditasi tanpa tulisan, kami menyimpulkan kamar-kamar itu belum pernah dikunjungi. Ruang yang pernah dipakai manusia dan yang masih perawan jelas berbeda, bahkan dari debu di lantai pun bisa dinilai.
Tinggal 3 kamar tersisa. Tak tahan lagi, aku bicara tegas pada Kak Cheng Xin: "Bagaimana kalau kita melihat dari ujung sebaliknya? Guru leluhur kan hebat, jangan-jangan dia sengaja pakai kamar paling dalam?"
“Ini teori macam apa? Apa hubungan pasti antara yang paling hebat dan yang paling dalam?” Kak Cheng Xin memandangiku dengan kebingungan.
Aku juga tak tahu kenapa mengucapkan kalimat itu, tapi aku tak mau memikirkan alasannya. Dengan tegas, aku langsung menuju ke ruang rahasia terakhir!
Selain ruangan pertama dan terakhir ini, semua ruang rahasia lainnya saling berhadapan berpasangan. Aku juga malas memikirkan alasan Makam Naga dibangun seperti ini. Dengan perasaan agak gugup, kudorong pintu gerbang ruang meditasi terakhir.
Begitu masuk ke ruang meditasi ini, langsung kurasakan gelombang energi spiritual yang melesat ke atas. Daya dorongnya terlalu dahsyat, memaksaku segera berpeluk diri menjaga kesatuan, tak berani membiarkan energi itu memasuki tubuhku sedikitpun!
Alasannya sederhana: aku takkan sanggup menanggungnya! Di saat yang sama, akhirnya kulihat dua coretan tulisan. Seketika, hatiku kembali tenang. Jawaban yang disebut Guru Leluhur pasti ada di sini!
