Imajinasiku terbatas. Meski penasaran monster apa yang ada di kolam, tak pernah kubayangkan sendiri untuk menebaknya. Kolam selebar 20 meter lebih ini, mustahil kubayangkan ada monster raksasa di sini. Masa iya monster sebesar itu bisa berbalik badan?
Aku percaya ucapan Xiao Chengqian, tapi masih sulit menerimanya. Kuakhiri dengan senyum kecut: "Pantasan dinamakan Danau X, spesialisasi daerah sini memang monster air!"
Tapi semua ini takkan membuatku takut. Setidaknya gua ini tenang, permukaan air danau pun tak bergelombang. Entah monster itu sedang istirahat atau tidak, di Danau X mereka biasanya muncul tiap beberapa tahun. Tak mungkin hoki kami sampai dua kali bertemu monster air.
Hmm, kalau bahaya... mungkin ada 2-3 hantu dendam...
Setelah merenung, kusampaikan pemikiranku pada Xiao Chengqian. Ia menelan ludah lalu bertanya: "Kau yakin 'itu' takkan muncul?"
"Tidak pasti, tapi secara probabilitas matematis, kemungkinan kemunculannya sangat kecil. Meski kita adalah Taoist, harus percaya pada kebenaran yang telah dibuktikan Ilmu Pengetahuan, bukan?" Aku berkata dengan sangat serius pada Xiao Chengqian. Yang tidak kusampaikan padanya adalah sejak kecil, matematika adalah pelajaran terburukku. Sampai-sampai aku pernah curiga apakah aku belajar matematika saat jam olahraga. Untung dulu aku tidak direkrut Paman Li ke dua aliran ramalan (), pasti dia akan muntahkan darah melihatku, sebab kedua aliran ini memang membutuhkan dasar matematika.
"Tapi apa lagi yang ada di gua sialan ini? Sudah kosong! Kita lakukan Ritual kecil untuk menghilangkan dendam mereka, buka Mantra penuntun jalan untuk mengantar mereka, lalu pergi." Xiao Chengqian berkata santai sambil melompat dua langkah menjauhi mulut gua.
"Apa yang ada di gua? Bukankah kau yang bilang padaku? Ada 'itu'!" Setelah berkata demikian, aku menarik kasar Xiao Chengqian, menyorotkan cahaya senter ke pilar batu dalam gua. Sinar itu tepat jatuh pada rumpun tanaman ungu!
"Goblok, itu di sini?" Xiao Chengqian langsung tertegun, lalu berkata kacau padaku: "Kukira itu di dalam air, atau tumbuh di tebing. Dulu di Desa Tandus, waktu dua Pamanku turun untuk memetik tanaman ungu ini, kukira ini tumbuhan air."
"Itu di sini. Berarti kita di tempat yang benar." Aku berkata tenang pada Xiao Chengqian.
“Cheng Yi.” Xiao Chengqian menarik napas dalam-dalam lalu memanggilku dengan serius.
“Hmm?” Aku penasaran kenapa tiba-tiba dia bersikap serius lagi.
“Aku tahu sikapmu yang ingin menghancurkannya. Tapi harus kuingatkan, aliran kami punya pandangan khusus, termasuk pemimpin komunitas juga sepakat: tanaman ini menyimpan rahasia kehidupan abadi.” Xiao Chengqian berbicara padaku dengan suara rendah.
Apa tujuan akhir Taoisme? Pencerahan dan kehidupan abadi! Berlatih melawan takdir pun demi membebaskan diri dari samsara. Dua kata "keabadian" ini bukan cuma memikat penganut Tao, bahkan orang biasa pun tergoda!
Tapi keabadian? Pikiranku tiba-tiba membayangkan sosok mengerikan: tubuh mengembang, wajah penuh daging hancur dan jaringan baru yang terus tumbuh – Bupati Tua!
Lalu teringat wajah di balik jubah itu, sudah sepenuhnya berubah menjadi mayat! Tidak, jika itu yang disebut keabadian, lebih baik aku menjalani puluhan tahun dengan bahagia lalu menutup mata tanpa penyesalan. Biarkan roh terangkat ke level lebih tinggi – itu jauh lebih bermakna!
Maka kukatakan pada Xiao Chengqian: “Harus dihancurkan. Alasannya akan kujelaskan setelah kita keluar dari sini.”
“Sebenarnya, kau tak perlu menjelaskan alasannya. Ada hal yang tak kau ketahui juga. Tentang tumbuhan ungu ini, bagi orang-orang di komunitas metafisika, atau beberapa departemen di Tiongkok, bahkan para pemimpin bukanlah rahasia negara yang mutlak. Apalagi setelah melihat kegilaan Yang Sheng, aku rasa jika kau hancurkan pun aku tak akan keberatan. Hancurkan saja.” Xiao Chengqian berkata kepadaku dengan nada yang agak melayang.
“Kau tahu sesuatu?” Aku mengerutkan alis bertanya.
“Bicarakan setelah keluar. Dan sepertiku ingat sedikit tentang orang-orang bermata abu-abu itu.” Xiao Chengqian berkata serius kepadaku.
※※※
Kami memutuskan untuk menghancurkan tumbuhan ungu itu. Namun Xiao Chengqian bersikeras tidak mau mendekati kolam. Dia meyakinkanku, "Kau belum melihat wujud monster unik itu. Kalau sudah, pasti takkan mau mendekati kolam."
Tapi sebelumnya, ada satu hal yang harus kulakukan. Pena yang tertinggal di sini mengingatkanku pada hal itu.
Sebuah pena tertinggal di sini, artinya pernah ada orang datang. Mungkin Guruku dan yang lain. Karena hantu dendam telah berkeliaran di sini bertahun-tahun, pasti mereka tahu sesuatu. Jadi bertanya pada mereka pasti bisa.
Kusampaikan idenya pada Xiao Chengqian. Dia pun heboh. Lalu kami bersama-sama berkomunikasi dengan para hantu dendam itu. Setelah mengerti maksud kami, hantu-hantu itu memperlihatkan suatu adegan, membuat kami merasakan langsung hal-hal yang mereka saksikan kemudian.
Itu juga malam biasa tanpa cahaya bulan, dibandingkan dengan malam ini, gua itu lebih gelap, 7 ekor hantu dendam berkeliaran di dalam gua (tepatnya 7 ekor), tidak ada perbedaan dibanding hari-hari sebelumnya.
Memang tidak ada perbedaan, dari sudut pandang hantu-hantu dendam di gua ini, yang ada hanyalah dendam tak berujung dan kesepian terkungkung sepanjang hari, tak melihat harapan reinkarnasi, tak mendapat pembebasan dari ritual pelepasan arwah, hari berganti hari.
Namun, keyakinan keras kepala seringkali keliru. Di malam itu, tiba-tiba belasan orang memasuki gua.
Hantu-hantu dendam takkan melupakan bagaimana mereka muncul, karena sebelum mereka—setelah hantu-hantu itu dihukum—gua ini tak pernah lagi kedatangan orang asing, termasuk saudara se-suku mereka: orang bermata abu-abu.
Orang-orang itu, sama seperti aku dan Xiao Chengqian, keluar dari salah satu belasan lubang di tebing batu itu. Sama seperti kami, mereka memegang benda aneh yang bisa memancarkan cahaya, muncul tiba-tiba di gua ini.
Karena diceritakan melalui sudut pandang subjektif hantu dendam, aku dan Xiao Chengqian merasakan emosi seperti ini. Namun gambaran visual yang langsung masuk ke benak itu sama sekali tidak tenang.
Kami pertama mendengar teriakan-teriakan manusia, lalu melihat Guruku yang pertama masuk ke dalam gua ini, disusul Hui Dàye, paman-paman seperguruanku, Nenek Ling Qing, kakek Xiao Chengqian—Wu Liyu, serta beberapa orang tua tak dikenal. Terakhir, dua pria paruh baya yang sama sekali tidak terlihat seperti praktisi spiritual. Entah mengapa, salah satunya terlihat familiar, namun aku sama sekali tak ingat pernah bertemu di mana.
Melihat pemandangan ini, kegembiraanku dan Xiao Chengqian tak terucapkan. Sejak Guruku menghilang bertahun-tahun silam, tak pernah terbayangkan kami bisa menyaksikan jejak langkah mereka secara jelas melalui cara komunikasi unik antara manusia dan hantu ini.
Dengan banyaknya orang masuk, aura energi di gua ini sangat kuat. Terutama beberapa orang yang memancarkan medan energi luar biasa. Hantu-hantu dendam pun memilih bersembunyi di sudut-sudut gua.
Setelah masuk, Guruku dan yang lain mulai menyelidiki seperti kami. Namun sepertinya hoki Guruku kurang baik. Mereka hanya menemukan tulang belulang manusia, bukan tumbuhan ungu yang tersembunyi di puncak pilar. Ekspresi kecewa terpancar dari wajah mereka.
Benarkah kekecewaan? Dari sorot mata orang tua itu, tak kudapati kesan kecewa yang nyata. Kuperhatikan detail: diam-diam ia menatap dalam ke arah pilar itu, lalu berbalik seolah tak terjadi apa-apa.
Di tengah situasi ini, Wu Liyu berdiri di samping Guruku, ingin mengatakan sesuatu, tetapi anehnya diam juga. Dia ikut berbalik bersama Guruku seolah tak terjadi apa-apa.
"Tampaknya kita salah tempat, atau benda yang seharusnya ada di sini sudah diambil orang lain. Ayo pergi, bukan setiap tempat memberi panen. Baru dengan cara ini kita bisa mencapai tujuan." Guruku berkata keras-keras sambil bergegas keluar.
Beberapa Paman seperguruanku kemudian tersenyum. Yang pertama langsung mengikuti langkah Guruku.
Melihat adegan ini, perasaanku agak aneh. Aku merasa orang tua itu terburu-buru sekali, sama sekali tidak sesuai dengan sifatnya yang biasanya tampak santun dan acuh, tapi sebenarnya sangat memperhatikan setiap detail. Di tempat penting seperti ini dengan tulang-tulang masih ada, bukankah seharusnya dia lebih licik?
Jangan-jangan kakek tua ini karena terlalu merindukanku, jadi tingkat kecerdasannya menurun?
Seharusnya bukan begitu. Aku membelalakkan mata, takut melewatkan satu detail pun. Meski kekuatan jiwa hantu dendam ini cukup baik, mereka tak punya tenaga lagi untuk berkomunikasi ketiga kalinya dengan kami. Karena itu, detail di sini menjadi sangat penting.
Ada yang mengusulkan pergi, ada yang menyetujui. Hal ini sepertinya sudah diputuskan. Termasuk orang-orang dari aliran Xiao Chengqian yang tidak banyak bicara, mengikuti langkah Guruku keluar.
Tapi saat itu, salah satu dari dua orang asing itu tiba-tiba berseru: "Ada tulang di sini, berarti pasti ada rahasia. Meski tak terkait tujuan kita, aku harus membuat sketsa tempat ini dan mencatat beberapa detail."
Setelah dia selesai bicara, Guruku berbalik, lalu aku perhatikan tatapan Guruku sedikit berubah, kemudian menatap orang itu dengan wajah masam!
Saat itu, Guruku dan yang lain sudah mendekati lubang legenda tempat mereka datang. Orang yang bilang ingin mencatat tetap diam di tempat, membelakangi kolam sekitar belasan meter!
