Bagian atas pilar batu adalah platform sekitar satu meter persegi, hampir menyentuh celah di langit-langit gua. Cahaya bulan menyinari platform, tumbuhan ungu berpendar lemah itu bergoyang pelan tertiup angin tipis dari atas.
Aku enggan mengaku punya sedikit fobia ketinggian. Berdiri di pilar batu puluhan meter dengan platform sempit di atasnya membuat hatiku berdebar. Berusaha tak melihat ke bawah, perlahan-lahan berjongkok. Senter Xiao Chengqian kini tak bisa menjangkau area ini sepenuhnya, tapi dengan bantuan cahaya bulan, semua terlihat jelas.
Aku takkan melupakan mimpi ilusi yang mengurai simpul hati Bupati Tua itu, juga takkan melupakan tumbuhan ungu yang kulihat dalam mimpi. Hingga hari ini, setiap detailnya masih terpampang jelas dalam ingatanku. Saat melihat tanaman ungu di puncak pilar batu ini, langsung kusadari sesuatu: gumpalan tumbuhan ungu ini memiliki perbedaan halus dengan yang ada di dasar sungai.
Perbedaannya terletak pada beberapa bagian tepi gumpalan tanaman ungu ini yang justru menghasilkan buah aneh. Buah ini tidak besar, kira-kira seukuran ibu jariku, berbentuk bulat dengan kulit ungu diselipi warna merah yang tak selaras, terlihat sangat tidak harmonis.
Seharusnya ini jenis tanaman yang sama, hanya berbeda pada ada tidaknya buah. Di tepi gumpalan tanaman ungu ini, kulihat beberapa helai daun yang mengering, juga batang khas tempat buah tumbuh. Jangan-jangan...
Bayangan muncul di kepalaku: tanaman ungu berbuah, matang, daun di sekitar buah layu, lalu buah jatuh ke kolam. Kemudian, dimakan makhluk air...
Jika benar demikian, maka terbentuknya monster air di Kolam X mungkin punya penjelasan logis! Tentang khasiat tanaman ini, aku mulai memahami. Ingatlah daging baru dan busuk di wajah Bupati Tua yang sudah meninggal itu! Ingat pula tubuh raksasa monster air!
Tanaman ini rupanya mampu mendorong pembelahan sel secara gila-gilaan. Tapi manusia dan hewan jelas berbeda. Pada manusia, tanaman ini menciptakan keberadaan mirip zombie, sementara pada hewan melahirkannya menjadi monster.
Tanaman ini adalah sebuah godaan, ia memiliki kemampuan regenerasi yang kuat. Namun godaan yang berasal dari 'Iblis' ini sungguh tak bisa kuterima. Setelah memahami asal-usul hal ini, tanpa ragu aku mengulurkan tangan, memutuskan untuk mencabut tanaman ungu ini hingga ke akar-akarnya!
Gerakanku tidak cepat, aku sangat berhati-hati. Tak kubiarkan sedikit pun akar tersisa di tanaman ini, khawatir di musim semi angin akan menyuburkannya kembali. Bagaimanapun aku tidak tahu seberapa kuat daya tahan hidupnya.
Aku lupa bahwa sedang berada di puncak pilar batu, fokus total mengerjakan ini sampai lupa waktu. Baru ketika Xiao Chengqian berteriak dari bawah: "Chen Cheng Yi, apa yang kau lakukan di atas sana? Sudah hampir setengah jam!"
Barulah kusadar. Dengan minta maaf kusenyum ke arah Xiao Chengqian sambil berteriak: "Sebentar lagi selesai!" Tapi karena berbicara, konsentrasiku sedikit terganggu hingga hampir terpeleset. Tangan menyangga tubuhku, tak sengaja menghancurkan sebuah buah.
Awalnya ini hanya hal sepele, tapi tiba-tiba aroma aneh mulai menyebar tak karuan. Itu adalah wangi buah pekat yang bercampur bau unik tak terdefinisikan, terus menerus merangsang hidungku. Aroma ini bukanlah kenikmatan penciuman biasa, melainkan stimulan lapar yang kuat dan aktivasi indra perasa secara ekstrim.
Aku terus menelan air liur, buah yang hancur tergencet di telapak tangan ini bagaikan hidangan mewah di mataku. Padahal aku sangat kelaparan. Refleks, kuambil buah itu dan hampir saja kumasukkan ke mulut.
"Goblok, Cheng Yi, lu bawa parfum sampe tumpah ya? Kok harum banget di dalam gua ini? Gue jadi laper nih. Merek parfum apa sih yang bisa bikin efek kayak gini?" Suara Xiao Chengqian yang berisik itu tiba-tiba menyadarkanku yang nyaris kalap melahap buah itu.
Seketika keringat dingin mengucur di dahiku. Tak kusangka buah ini punya 'godaan' sehebat ini, sampai bisa menggoyahkan kehendak terdalam jiwaku. Bahaya! Andai saja aku menelannya...
Tak sempat kujelaskan pada Xiao Chengqian, kukatakan: "Nanti saja penjelasannya." Lalu kubatin mantra penenang sambil mencengkeram erat tanaman ungu itu, mulai merangkak turun mengikuti pilar batu.
Tanaman semacam ini tak bisa asal dicabut. Api yang sanggup membakar segalanya harus digunakan untuk membasminya sampai tuntas.
Turun lebih mudah daripada naik. Kuterjun cepat-cepat, rasa krisis di hati tak kunjung hilang. Tak ingin berlama-lama di gua ini, hanya ingin segera menyelesaikan semuanya dan keluar.
Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, aku sudah merangkak sampai ke bagian bawah pilar batu. Hanya tersisa jarak 3 meter dari permukaan air. Memandang air yang gelap gulita, tiba-tiba seluruh tubuhku merinding. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengumpulkan tenaga di kedua kaki sebelum melompat dari pilar batu ke dalam air.
Dengan memanfaatkan daya dorong kaki ini, aku bisa melompat lebih jauh sehingga mengurangi waktu berada di dalam air.
"Glekuk!" Riak-riak air menyebar. Aku berusaha mengosongkan pikiran, fokus menggenggam tumbuhan ungu sambil mengayuh sekuat tenaga menuju tepi sungai.
Berharap bisa selamat... sungguh berharap... Tapi belum genap satu menit di dalam air, jantungku sudah dicengkeram rasa tegang dan krisis yang luar biasa. Tanpa kusadari mataku melotak ketakutan di dalam air, hampir lupa gerakan mengayuh.
Rasa krisis yang mencekam ini bahkan sudah mempengaruhi pola pikir dan kondisi mentalku. Keadaan seperti ini belum pernah kualami seumur hidup.
Terendam dalam air yang membeku, keringat dingin mengucur karena ketakutan. Aku menggigit gigi kuat-kuat tetap maju pantang mundur. Saat ini tepi sungai yang tak jauh itu telah menjadi surga di pandanganku.
Xiao Chengqian duduk dengan santainya di tepi sungai menungguku. Dia belum menyadari apa-apa, tapi aku di dalam air hampir putus asa. Orang di tepi mungkin tak merasakan, tapi aku jelas-jelas merasakan gelombang aneh yang datang dari bawah air ini.
Saat ini, apa lagi yang bisa kulakukan? Aku tersenyum getir, lalu dengan sekuat tenaga melemparkan tumbuhan ungu di tanganku ke tepi sungai, persis jatuh tak jauh di belakang Xiao Chengqian.
Xiao Chengqian tiba-tiba berdiri, wajahnya mulai terlihat penuh keraguan. Dengan tatapan neurotik ia berteriak padaku: "Cheng Yi, apa yang kau lakukan?"
Ha, dia toh juga penerus Aliran 'Gunung'. Jika Indera spiritualnya tidak unggul, mustahil Kakeknya akan melatihnya secara khusus. Xiao Chengqian pasti juga sudah merasakan bahaya itu.
Tapi apa yang bisa kukatakan? Sambil terus berenang ke depan, kuteriakkan: "Jangan sentuh buah tanaman itu! Jika kau tergoda, baca mantra penenang! Lalu hancurkan tanaman ini dengan api!"
“Dasar, Cheng Yi, segeralah…” Xiao Chengqian tiba-tiba mengerti, berteriak keras ke arahku. Tapi baru satu kalimat terucap, pancaran tekad tak tergoyahkan sudah terlihat di matanya. Lalu tiba-tiba dia mulai membentuk mudra dan menginjak langkah ritual. Tapi apakah ini berguna?
Aku juga tak tahu apakah berguna. Aku hanya bisa bergejolak mendayung ke depan. Tapi sebentar kemudian, gelombang aneh di seluruh kolam sudah menghilang. Semuanya menjadi hening.
Tapi di detik itu, bulu kudukku merinding. Bulu di seluruh tubuhku merinding. Lalu, suara bergema dari di balik permukaan air tiba-tiba sampai ke telingaku, seolah seluruh kolam pecah berkeping-keping.
‘Wah’，aku merasakan energi menakutkan dari belakang yang hampir membuatku tak bisa bernapas. Satu-satunya reaksiku adalah memutar kepala dengan mati rasa. Yang terlihat adalah siluet raksasa mengeluarkan bau amis aneh menyengat. Sepasang mata sebesar mata sapi yang membeku menatapku dingin.
Makhluk apa ini? Ular? Ini cara khas ular berbisa menyerang - menegakkan tubuhnya untuk menyergap musuh. Tapi ini bukan ular biasa. Bagaimana mungkin punggung ular memiliki sirip panjang? Kecuali ini ikan sabuk?
Aku sudah tak punya waktu untuk nekat. Ikan sabuk tak mungkin memiliki sisik ungu bergaris aneh ini - ini jelas sisik ular! Tapi makhluk ini juga punya kaki depan kurus mirip monster Danau X, berbeda dengan cakar naga. Kaki depannya seperti ranting kering yang tampak lemah tapi mengerikan!
Aku membeku. Kupikir inilah akhir hidupku. Bagaimana mungkin mengalahkan monster semacam ini?
Sebelum sempat berpikir, monster itu bergerak. Ombak besar terdorong, menyapu tubuhku jauh ke belakang sebelum makhluk itu mulai tenggelam lagi...
Kepalaku terhantam ombak saat itu juga. Tiba-tiba tubuhku terhisap ke bawah. Kesadaranku buram sejenak. Air danau membanjiri hidung dan mulutku, membuatku tersedak tapi juga menyadarkanku seketika.
Daya apung air kembali menyeretku ke permukaan. Aku terkejut, monster ini ternyata tidak langsung menyerangku. Namun, saat kepala muncul di permukaan, rasa takutku justru semakin menjadi-jadi.
Kulihat monster itu merangkak gila-gilaan menuju pilar batu. Hampir seluruh tubuh mengerikannya terpampang jelas di hadapanku...
