Aku tak berharap kata-kataku berpengaruh. Saat ini juga kurepresi bayangan pria yang dulu makan dengan nasi berceceran di bajunya, yang dengan serius belajar 'senam pagi' bersamaku di bawah mentari pagi. Menurutku aku harus melupakan dan melepaskan segalanya. Bukankah surat pemutusan hubungan yang menyatakan berakhirnya segala ikatan itu sudah menjelaskan semuanya?
Aku mengungkapkan ini hanya karena merasa tak nyaman jika tidak mengatakannya. Bayangan sosok Kakak Ipar Jingyi terus menghantui pandanganku. Selama bertahun-tahun, wanita yang selalu tampak optimis di depan umum ini harus menanggung fitnah sendirian sambil membesarkan anaknya. Betapa banyak penderitaan yang telah ia telan? Ia masih terus berharap orang ini akan pulang, masih membangun citra ayah yang baik di benak anak-anaknya.
Beberapa kali bertemu Xi Xi, bocah itu selalu bercerita betapa ia mengagumi Ayahnya yang sedang melakukan penelitian ilmu pengetahuan di tempat rahasia.
Demi ini, Kakak Ipar Jingyi bahkan rela mendatangi rumah-rumah tetangga satu per satu untuk memohon agar mereka tidak memberitahu kebenaran pada anaknya. Semua orang tersentuh oleh ketegaran wanita ini - dari awalnya menolak, lalu menerima, hingga akhirnya menyukainya. Hanya sang suami sendiri yang berhati sekeras batu, tak kunjung pulang meski telah lama dinanti!
Rumput liar yang dulu gigih masih bertahan dengan susah payah, namun sia-sia menghadapi hati suami yang telah membatu!
Menghadapi ucapanku, Yang Sheng hanya berdiam. Setelah aku selesai berbicara, atmosfer dalam gua tetap tak berubah - moncong senjata masih mengarah ke aku dan Xiao Chengqian. Setelah lama terhening, barulah Yang Sheng berkata: "Chen Cheng Yi, untuk terakhir kalinya kukatakan: Serahkan tumbuhan ungu itu, maka kau dan Xiao Chengqian boleh hidup."
Aku pasrah. Inilah yang disebut tak terselamatkan! Tanganku menggenggam erat tumbuhan ungu itu. Aku tahu dalam situasi ini pilihanku terbatas, tapi bukan berarti tak ada ruang negosiasi. Kukatakan: "Bisa kuserahkan, asal Xiao Chengqian dibebaskan dulu."
Yang Sheng tidak banyak bicara, hanya melangkah perlahan mendekati Xiao Chengqian. Orang-orang di sekitarnya otomatis membuka jalan.
Aku penasaran bagaimana caranya dia akan membebaskan Xiao Chengqian. Tapi tindakannya langsung kasar hingga membuatku terkejut. Dia hanya mengulurkan tangan, menyentak Xiao Chengqian keluar dari mulut monster itu. Monster yang baru saja bebas itu hendak bergerak, tapi sesuatu yang lebih tak terduga terjadi. Yang Sheng berteriak, mengulurkan kedua tangan mencengkeram rahang atas monster, sementara kakinya menginjak rahang bawah. Monster itu pun terhenti seketika.
Xiao Chengqian pincang mendekatiku lalu berbalik. Kami berdua menyaksikan pemandangan ini serentak. Si nak itu berucap tertegun: "Cheng Yi, jujur saja. Apakah wujud asli Yang Sheng sebenarnya adalah Vajra?"
"Entah Vajra atau bukan, tapi kurasa dia sudah bukan termasuk manusia lagi." Kataku sambil memandang adegan ini tanpa gejolak perasaan. Dalam catatan Taoisme, makhluk dengan kekuatan super dan kebal senjata tajam hanyalah satu - zombie, itupun yang sudah berevolusi tingkat tinggi.
Tentang cara evolusinya, Taoisme punya banyak catatan dan teori. Tapi tak ada satupun yang benar-benar meyakinkan!
Yang Sheng di depan mataku hanya mengingatkanku pada Bupati Tua. Dengan perasaan menyedihkan kusadari, mungkin dia benar-benar tak bisa kembali. Keanehan yang kulihat di luar sedan waktu itu bukan halusinasiku.
Ukuran monster ini sedikit lebih besar dari anaconda terbesar, tapi aku ingat dulu seorang pria biasa bahkan bisa bertarung langsung dengan ular raksasa sepanjang 10 meter dan mencekiknya sampai mati saat siaran langsung. Jadi tidak aneh kalau Yang Sheng bisa menghentikan monster ini.
"Kau makhluk rendahan, minggirlah atau..." Yang Sheng yang sedang berkonfrontasi dengan monster itu tiba-tiba berbicara. Kami melihatnya berteriak, menggunakan kedua tangannya dengan kekuatan penuh. "Plak! Plak!" Dua suara terdengar saat dia menghancurkan bagian yang dicengkeramnya. Kemudian dengan senyum sinis, dia mengangkat tangan dan tanpa ragu langsung menusukkannya ke tulang rahang atas monster itu, berkata dengan beringas: "Mau pergi atau tidak?"
Monster itu mengeluarkan erangan paling mengerikan sambil menggeliat dahsyat, tapi Yang Sheng tetap tak bergerak. Lalu dia menusukkan tangan kedua-nya!
"Makhluk dengan evolusi roh yang lamban seperti ini memang kelas rendahan." Suara Yang Sheng tanpa sedikitpun emosi. Para pria bermental baja yang sebelumnya tenang melihat monster itu, kini serentak mundur selangkah. Jelas mereka terkejut - tak ada orang waras yang akan menunjukkan superioritas lalu melampiaskan perasaan secara brutal seperti ini terhadap monster.
Monster itu menjerit kesakitan, tapi Yang Sheng dengan santai mengeluarkan tangannya. Dia mengeluarkan saputangan hitam dan membersihkan tangannya, melirik tajam ke arah monster itu. Monster yang sebelumnya sombong itu tiba-tiba merintih ketakutan, menyusut kembali ke kolam dengan kecepatan lebih cepat daripada saat mengejar kami, menyebabkan percikan air yang besar sebelum akhirnya menghilang...
"Kalau bukan karena kau spesimen hidup, dan ada pihak tertentu yang sengaja menyembunyikan dan melindungi keberadaanmu, hari ini kau akan mati mengenaskan." Kata Yang Sheng dengan datar. Monster itu sudah lama menghilang dan tak mungkin menjawab. Orang-orang yang hadir pun bingung harus berkata apa. Rahasia negara yang diucapkannya semudah membicarakan barang belanjaan, tapi ini bukan hal yang bisa kami obrolkan sembarangan.
"Serahkan barang itu, Chen Cheng Yi." Yang Sheng berbalik badan, nada suaranya tenang tapi penuh kewibawaan.
"Bukannya kau sudah dapat sampel tumbuhan ungu? Untuk apa lagi kau mau ini?" Aku tak buru-buru memberikannya, hanya bertanya sekadar.
"Sampel seperti ini tentu semakin banyak semakin baik! Eksperimenku membutuhkan terlalu banyak material inti. Yang kau dapatkan kali ini belum cukup, belum cukup!" Suara Yang Sheng mulai tak tenang, bahkan terdengar agak gila.
"Terima kasih, tapi aku bukan pengumpul tumbuhan ungu khusus untukmu." Api kemarahan berkobar di hatiku, tapi raut wajahku tetap tenang.
“Hehe, siapa bilang tidak? Bukankah kau sudah naik ke pilar itu?” Yang Sheng berbicara, tersirat maknanya bahwa rahasia di sini sudah lama dia ketahui, namun karena formasi ular yang membingungkan, dia tak bisa mendapatkan tumbuhan ungu ini.
Akhirnya tetap saja dimanfaatkan! Aku merasa dada hampir meledak oleh kemarahan, tapi setidaknya saat ini aku tak berdaya. Seandainya Guru leluhur ada di sini, seandainya Guruku ada di sini... Aku tak bisa menahan kelemahan ini.
“Serahkan tumbuhannya.” Yang Sheng tanpa basa-basi melangkah maju, bersamaan dengan suara tarikan pelatuk senjata yang serempak. Aku benar-benar tak punya pilihan, juga tak cukup bodoh untuk tidak tahu: sekalipun nyawaku melayang, konsekuensinya tak akan mengubah fakta ini.
Aku menyerahkan tumbuhan ungu itu, sambil memperhatikan Yang Sheng yang berdiri di depanku. Tingginya melebihiku hampir setengah kepala. Dengan tinggi 1,82 meter, berarti tinggi Yang Sheng mendekati 2 meter.
Dulu, dia hanya setinggi 1,7 meter lebih. Seluruh dirinya telah berubah.
Setelah menerima tumbuhan ungu, Yang Sheng tiba-tiba menatapku, memukul-mukul badannya sendiri sambil berkata: “Makhluk tingkat tinggi, kau tahu? Setelah kuatasi beberapa masalah, aku akan menjadi makhluk tinggi sejati! Kemudian seluruh umat manusia akan melangkah maju. Kalian para bodoh ini jangan berpikir untuk menghentikan, paham?”
“Evolusi manusia memiliki prinsip yang diikuti sendiri, kau tidak boleh melawan takdir! Yang Sheng, ini juga peringatan terakhirku padamu, hasil dari memaksa tunas tumbuh bukan membuatnya cepat besar, melainkan membuatnya mati! Langit adalah aturan, maka segala sesuatu harus tunduk pada aturan, mengikuti jalan Tao yang alami. Langit itu sendiri tidaklah hebat, itu hanyalah Hukum pengoperasian alam semesta. Alam semesta saja demikian, masak kau masih ingin melawan kodrat?” Aku berkata pada Yang Sheng, aku benci ketidakrelaan diriku sendiri. Mengapa masih harus mengatakan ini padanya? Perlukah? Akankah dia mendengarkan?
Benar saja Yang Sheng menjadi heboh, menjulurkan jarinya ke arah hidungku: “Alasan, ini semua cuma alasan! Kalian penganut Taoisme yang dingin dan egois, masak aku tak tahu? Jelas-jelas banyak makhluk sudah memasuki keadaan meditasi tingkat tinggi, melampaui Hukum kehidupan, tapi kalian pelit ilmu, enggan berbagi dengan seluruh umat manusia. Mulutmu berbusa-busa tentang mengikuti alam, Langit, malah menghalangiku, membunuh mentorku dengan tekanan! Asu... Tapi, Chen Cheng Yi, ketika suatu hari nanti seluruh umat manusia berevolusi, aku akan ingat jasamu. Tanpamu, aku tak mungkin dua kali mendapatkan sampel berharga ini. Saat itu, di monumen peringatan manusia akan tertulis nama mentorku, namaku, dan mungkin juga namamu.”
Saat mengatakan ini, pupil mata Yang Sheng yang merupakan satu-satunya bagian wajah yang terlihat memancarkan cahaya hijau aneh dan mengerikan seperti binatang buas, penuh kegilaan dan kehebohan. Ia menengadah ke langit, berkata dengan histeris layaknya seorang seniman: "Untuk tujuan ini, pengorbanan apa yang tidak bisa dilakukan? Teknologi selalu berkembang bersama kehancuran, seperti perang yang terus memacu kemajuan teknologi! Tanpa pengorbanan, bagaimana mungkin ada yang didapat?"
Aku memandang Yang Sheng dengan perasaan menyedihkan. Aku heran dengan teorinya - seorang pria yang bahkan tidak mencintai istri dan anaknya sendiri, yang bisa mengorbankan sahabat sejati, mengaku mencintai seluruh dunia dan umat manusia. Apakah ini yang disebut pengorbanan?
Ia menuduh Taoisme menyembunyikan ilmu, tapi jika jalan melampaui nyawa itu ada, dari 10 juta orang yang mencoba, 9.999.900 akan mati, hanya satu yang berhasil. Haruskah kita memaksakan diri? Itu melanggar hakikat kehidupan, tidak menghargai nyawa.
Lagipula, Taoisme tak pernah merahasiakan cara membina hati dan menjaga kesehatan. Tapi kesuksesan tak ada jalan pintas. Berapa banyak yang sanggup? Bahkan meninggalkan gemerlap dunia dan menyepi di pegunungan - jalan meditasi paling sederhana pun - hampir tak ada yang mampu.
Maka tuduhan pun dilayangkan? Si gila Yang Sheng malah menemukan cara ekstrem "memaksa tunas tumbuh" ini.
Aku tak bisa membantah, kata-kata pun jadi basa-basi! Maka kukatakan padanya: "Jika tak ada urusan lain, aku akan pergi. Kau takkan membatalkan keputusan, kan?"
"Pegunungan hijau tak berubah, air jernih mengalir abadi. Mungkin suatu hari, aku akan menghadapi Yang Sheng seperti menghadapi Bupati Tua dulu. Saat itulah kita akan bertarung habis-habisan dan mengakhiri semua ini."
Persis seperti dulu aku yang membawanya ke pintu desa itu, sejak saat itu jalan hidupnya berbelok ke arah yang sama sekali berbeda.
Ke depannya, biarlah aku yang melakukan sendiri pengakhiran semua ini.
