Saat pintu gerbang terbuka, hawa dingin yin langsung menyergap. Padahal baru pukul 8 lebih pagi, matahari awal musim panas sudah terang benderang di langit. Tapi begitu masuk ke rumah berpagar ini, seolah berpindah musim. Dingin yang tak wajar itu membuat bulu kuduk merinding.
Di luar para wanita masih mengobrol. Suara Nek Zhang paling nyaring: "Jangan bilang orang tidak tahu barang bagus! Lokasi rumahku ini strategis. Lihatlah, hangat di musim dingin, sejuk di musim panas!"
Hangat di musim dingin? Aku memandang sinis bunga-bunga liar yang memenuhi pekarangan. Dingin semacam ini adalah manifestasi kumpulan energi Yin, bukan kesejukan alami.
“Bunga ini…” Seorang polisi di sebelahku melangkah dua langkah menuju taman bunga. Dia adalah polisi yang kemarin juga berada di TKP pembunuhan. Hanya dengan sekali lihat, dia langsung mengenali bunga liar yang diletakkan di depan mayat ini.
Salah satu polisi tampak lebih marah, langsung berteriak pada Fu Yuan yang baru saja ditangkap: “Kau masih mau ngomong apa lagi?”
“Aku tidak ada yang perlu dikatakan. Menanam bunga hanya hobi saja.” Ekspresi Fu Yuan sangat tenang, tenang sampai seolah dia hanya pulang ke rumah, sementara para polisi ini hanya tamu yang berkunjung.
Polisi itu terdiam oleh jawaban Fu Yuan. Bagaimanapun, bunga di halaman ini tidak bisa dijadikan bukti. Kapten tim polisi yang memimpin sudah malas berdebat lagi dengan Fu Yuan. Bunga liar ini sudah memberikan beberapa petunjuk. Dia langsung memerintah: “Geledah!”
Pencarian yang rumit pun dimulai. Awalnya polisi tidak menemukan apa-apa. Baru ketika naik ke kamar di lantai dua, mereka menemukan beberapa benda yang diduga senjata pembunuhan – seperti palu, pisau, dan kapak berdarah. Benda-benda ini dibungkus dengan hati-hati, tapi masih belum cukup untuk menjerat Fu Yuan. Palu dan pisau sudah dicuci bersih, sedangkan kapak berdarah harus menunggu hasil tes kedokteran forensik.
Huigen tidak tahan lagi. Dia maju dan berkata pada para polisi: “Aku yang kasih tahu lokasinya, kalian yang geledah.”
Sementara aku tetap berdiri di halaman tanpa bergerak. Sebenarnya sejak masuk ke gedung kecil ini, aku sudah melihat sekitar empat belas atau lima belas wanita menangis di berbagai sudut gedung, memandangi kami dengan sedih tapi tak berani mendekat. Bagaimanapun juga profesi seperti polisi, tukang daging, dokter adalah hal yang ditakuti hantu. Aura yang mereka bawa membuat hantu biasa takut mendekat.
"Empat belas? Atau lima belas?" Api kemarahan dalam hatiku semakin membara. Di antara mereka kulihat anak perempuan pemilik kios kecil, banyak wajah muda polos yang tak kukenal. Fu Yuan benar-benar tega! Dalam pikirannya, apa arti nyawa manusia?
Memandangi hantu-hantu perempuan ini, selain marah, hatiku merasa ada yang tak beres. Di sudut paling pojok balkon lantai dua, ada siluet merah yang berdiam diri dengan kepala tertunduk. Semua hantu seolah tak menyadarinya, bahkan hantu terdekat pun tak melihat keberadaannya.
Apakah dia salah satu korban pembunuhan juga? Aku yang sudah terbiasa melihat hantu tiba-tiba merasa sesak melihat siluet merah itu. Ketakutan tak terduga menyergapku - hantu jahat? Refleks aku ingin membuka Mata Ketiga. Sebenarnya alasan bisa melihat hantu-hantu ini karena menangkap Fu Yuan, membuat mereka heboh dan menampakkan diri.
Namun pada dasarnya hantu dendam biasa, kemampuannya terbatas. Penampakan ini hanya bisa dirasakan oleh orang biasa dengan indera spiritual yang agak kuat, tapi tidak bisa dilihat. Bagi aku tentu tidak ada masalah untuk melihatnya.
Tapi tanpa membuka Mata Ketiga, pada akhirnya aku tidak tahu wajah asli mereka. Seperti misalnya aura seperti apa yang dipancarkan—apakah hantu jahat, hantu dendam, atau makhluk yang lebih kuat? Aku tetap tidak tahu.
Tapi tepat saat aku hendak membuka Mata Ketiga, seorang polisi juga berjalan ke sudut terjauh di sana. Karena di situ ada pintu kamar yang terkunci rapat, mungkin dia ingin menggeledah ruangan itu. Saat dia berdiri di depan pintu kamar itu, entitas berbaju merah tiba-tiba bergerak. Langsung menembus tubuh polisi tersebut, lalu menoleh ke arahku sebentar sebelum menghilang di balik pintu.
Saat itu juga, refleks aku mundur selangkah. Tulang punggungku mendadak merinding. Aku tak bisa melihat jelas wajah perempuan itu, tapi merasa "itu" sedang menatapku. Tatapannya seakan bisa menembus, membawa hawa yin yang dingin tak terucapkan, tiba-tiba menghantam keras jantungku.
Bukan sekadar hantu jahat! Itulah satu-satunya pikiran di kepalaku. Belum sempat berpikir lebih jauh, kulihat polisi di lantai atas itu memegang dadanya. Ekspresi wajahnya tiba-tiba membiru keunguan, membungkuk tanpa suara, tangannya menggenggam kuat pagar balkon besi. Sepertinya dia kesakitan sampai tidak bisa berdiri.
"Ada masalah!" Ekspresi wajahku langsung muram, kumengaum rendah, lalu tanpa pikir panjang langsung berlari ke atas. Beberapa polisi di belakang juga melihat kejadian ini, jelas tak mengerti apa yang terjadi, ikut berlari mengejar.
Kumenoleh melihat Fu Yuan, kulihat dia menyunggingkan senyum sinis ke arahku!
Tertawa apa kau! Aku tak paham mengapa amarah membara di hati, ada dorongan kuat untuk balik memukulinya. Tapi tangan terkepal erat menahan diri. Diterjang hantu sakti begini, jika terlambat sedetik saja, polisi tak berdosa itu pasti mati. Hmm, gejala biasanya akan didiagnosis sebagai serangan jantung mendadak atau semacamnya.
Dengan suara "ding ding dong dong" kudaki tangga ke lantai dua. Di ruang tamu lantai satu, Huigen sedang menunjuk dinding sambil menyuruh polisi menghancurkannya. Di belakang para polisi, dua hantu perempuan menangis. Lebih baik tak memberitahu mereka - saat kalian menghancurkan dinding, ada hantu mengawasi dari belakang.
Begitu menginjak lantai dua, kusentuh aura aneh. Bukan sepenuhnya energi Yin hantu, juga bukan aliran aura Yin biasa. Ini semacam selubung aura negatif yang pengap, penuh duka, dan berbau darah menyelimutiku.
Kubatin mantra penenang, beberapa langkah kumerapat ke polisi itu. Kuraih tubuhnya yang dingin menusuk. Hanya sekejap, wajahnya sudah pucat pasi, bibir membiru seperti memar.
“Bawa dia ke rumah sakit? Ada apa ini?”
“Jangan-jangan penyakit jantung?”
“Ayan?”
Para polisi yang mengikuti saya berteriak-teriak, dengan beramai-ramai hendak membawa rekannya ke rumah sakit. Sambil mengeluarkan dua lembar jimat dari tas jaring yang saya bawa, saya berteriak: "Tenang! Pertama tolong satu orang memeganginya. Lainnya turun cari mangkok atau gelas, isi air dan bawa ke sini! Kalau dibawa ke rumah sakit dalam kondisi begini juga tidak akan tertolong!"
Energi Yin dan dendam merasuk ke tubuh, apa bisa ditangani dokter biasa? Kecuali menemukan ahli pengobatan tradisional Tiongkok dari aliran pengobatan, yang bisa menyeimbangkan energi Yang dan mengusir energi Yin jahat ini. Sembari berkata, saya sudah menempelkan jimat Yang positif di dada polisi itu, membubarkan energi gelap yang melingkupi dadanya, menjaga agar sisa energi positif di jantungnya tidak tercerai-berai.
Polisi yang turun mengambil wadah pun kembali terengah-engah, menyerahkan sebuah gelas. Saya membakar jimat pengusir roh jahat dengan api lalu memasukkan abunya ke gelas, menjepit rahang polisi itu dan menuangkan cairan itu ke mulutnya.
Rangkaian gerakan ini membuat para polisi terpana. Di dunia ini, profesi yang paling mudah terpolarisasi ke dua ekstrem adalah polisi dan dokter. Mereka antara percaya mutlak pada ilmu pengetahuan dan materialisme, atau karena keunikan pekerjaan pernah mengalami hal-hal 'gaib' sehingga menjadi pribadi yang sangat 'percaya takhayul'.
Sebagian besar adalah jenis pertama, lagipula kemungkinan orang biasa bertemu 'kejadian negatif' kecil, sedangkan polisi di depan mataku ini juga termasuk jenis pertama. Tingkahku ini membuat salah satu polisi tak tahan bersikap serius, menghardikku: "Kau ini dukun gadungan ya? Jangan menghambat pemeriksaan Xiao Shen, aku akan mengantarnya ke rumah sakit."
Usai bicara, ia melangkah mendekat, menyangga polisi yang bermasalah itu, bahkan mendorongku! Kurasa jika bukan karena identitasku yang agak khusus, mereka menduga aku dari departemen rahasia atasan yang menangani kasus besar, polisi ini mungkin sudah menyerangku atau langsung memborgolku, menuduhku menipu dan membahayakan nyawa orang.
Aku tidak marah, hanya menghela napas pasrah. Cara penganut Taoisme bekerja mengutamakan jodoh, ditambah reputasi buruk akibat segelintir tumor ganas seperti 'Jiang Xiang Pai', membuat kesalahpahaman di masyarakat tampaknya tak akan hilang dalam waktu dekat.
Sedangkan kehidupan kami terlalu jauh dari orang biasa, meski kebenaran kami letakkan di depan mata, belum tentu mereka percaya. Seperti jika sekarang kuberi tahu polisi ini: "Sebenarnya ada belasan hantu perempuan sedang mengawasimu."
Tapi penjelasan tetap tak berguna. Aku malas menjelaskan, membiarkan mereka memandangiku dengan tatapan aneh. Aku berpaling ke pintu kuning itu, termenung.
Perasaanku berkata jangan membukanya, karena secara naluriah aku menolak segala sesuatu di balik pintu ini. Tapi logikaku berbisik: "Bukalah, di sini tersimpan rahasia sejati."
Di antara perasaan dan rasional, akhirnya aku mengikuti rasionalku. Aku mengulurkan tangan dan meletakkannya di stang pintu, mendorongnya. Pintu tak bergerak, terkunci!
Tampaknya harus membukanya dengan kekerasan. Baru saja kupikirkan, tiba-tiba dari dalam pintu terdengar suara helaan napas.
Koridor dan lantai bawah tiba-tiba menjadi riuh!
