Pertama kalinya aku dibuat 'takut' oleh hantu. Karena itu aku tak berani naik ke lantai dua, juga mendekati gubuk kecil itu. Para polisi sementara mengabaikan gubuk tersebut. Mereka justru mengikuti Huigen menggali mayat-mayat di seluruh halaman dan rumah.
Hingga tengah hari, total sembilan mayat telah digali dari halaman ini. Ditambah beberapa kasus terbuka dalam beberapa tahun terakhir, seharusnya total korban mencapai 14 orang?
Aku jongkok di halaman, menggigit sebatang rokok, menyaksikan semua ini. Dari kemarahan awal hingga mati rasa di akhir, aku sudah malas memperhatikan detail-detail ini. Ini urusan polisi yang merepotkan. Pasti mereka akan menemukan 14 korban.
"Sudah tak ada lagi." Huigen mengusap keringat di wajahnya. Memandang sembilan mayat yang telah disusun rapi di halaman. Berbeda dengan orang biasa yang cenderung takut pada mayat, ekspresinya penuh belas kasih. Setelah berkata pada polisi, dia menambahkan ke penanggung jawab: "Kalian mundur dulu. Aku akan melakukan ritual pelepasan arwah untuk mereka. Bukti-bukti ini cukup untuk menjatuhkan hukuman pada Fu Yuan, kan?"
Salah seorang polisi menatap Fu Yuan: "Akui sendiri kejahatanmu. Supaya kami tak perlu repot, sekaligus menghemat waktu interogasi. Nanti kalau kami kehilangan kendali, bisa-bisa kau dipukuli setengah mati."
Melihat mayat-mayat ini, siapapun yang punya nurani pasti akan marah, karena di antaranya ada dua mayat yang jelas terlihat adalah anak perempuan kecil pengemis gelandangan. Sungguh keterlaluan Fu Yuan bisa tega melakukan ini.
Tapi Fu Yuan sama sekali tidak memandang polisi itu. Ia hanya memandang kamar terkunci di lantai dua dengan tatapan kosong, bergumam: "Bukankah kematian itu indah? Kematian bisa mendekatkan pada Ibu! Apa bedanya kalau aku yang membunuh? Haha, apa bedanya?"
"Dasar kau!" Polisi itu meludah marah, tak bisa menahan diri lagi. Ia langsung menghampiri Fu Yuan dan mulai meninju serta menendangnya. Tapi Fu Yuan sudah 'gila' sampai tingkat tertentu. Ia diam saja menerima pukulan dan tendangan polisi itu, hanya tertawa, tertawa sangat bahagia.
Akhirnya polisi itu ditarik menjauh. Meski pintu gerbang kompleks sudah ditutup, tetap saja memukul tersangka adalah hal yang tidak pantas.
Di sisi lain, Huigen tampak terkejut. Di sekelilingnya mengelilingi empat belas hantu perempuan. Mereka malah berlutut memohon kepada Huigen. Huigen bergumam: "Tidak bisa dibebaskan? Ada seutas roh yang terkunci di sisa jasad lain? Di mana mereka?"
Para hantu perempuan itu serentak menatap ke arah gubuk kecil yang terkunci. Kebetulan saat itu beberapa polisi sudah berjalan di koridor lantai dua. Karena ini penggeledahan, tak ada alasan untuk melewatkan satu gubuk pun.
"Aku awalnya hanya bertatapan dengan hantu itu sekali, langsung merasakan rohku ditekan hingga lemah, meninggalkan efek samping seperti pikiran melayang dan sulit fokus. Begitu melihat Huigen bicara begini, ditambah beberapa polisi berjalan ke arah sana, barulah otakku keluar dari keadaan macet. Aku langsung berdiri sambil berteriak kencang: "Yang di lantai dua, berhenti! Jangan mendekat!"
Dari beberapa polisi yang naik ke lantai dua, tiga di antaranya pernah menyaksikanku menangani rekan mereka yang kena ilmu. Mereka juga melihat bagaimana polisi itu tiba-tiba kejang-kejang tanpa alasan. Di dalam rumah 'orang gila' begini, wajar mereka agak menjaga harga diri. Teriakanku membuat yang paling depan langsung berhenti, sekaligus menahan yang lain.
"Ada masalah?" tanya polisi itu dengan ragu-ragu.
"Kalian jangan masuk ke kamar itu. Biar aku yang memeriksa. Kalian tunggu di ruangan sebelah saja, nanti ada ritual pelepasan arwah." Kataku singkat.
Sebenarnya, sejak aku dan Huigen muncul, di mata polisi-polisi ini kami pasti sudah dianggap suka hal-hal mistis. Mulai dari berbicara dengan udara di toilet kosong, ritual pelepasan di TKP pembunuhan, tempel jimat, kasih minum air jimat, sampai ajak polisi cari mayat. Kalau dalam situasi begini mereka masih mengira kami orang biasa, ya namanya kurang piknik.
"Polisi itu mendengar perkataanku, tertegun sejenak, tapi akhirnya turun bersama anak buahnya. Saat mendekatiku, beberapa polisi mengerumuni. Salah seorang bertanya: "Kalian berdua dari departemen rahasia legenda yang menangani kasus supranatural ya? Katanya memang ada institusi seperti itu."
Kutepuk bahunya sambil berkata: "Tidak ada institusi seperti itu. Kami hanya kebetulan paham sedikit. Kalaupun ada, kami pun tidak tahu."
Bukan maksudku menipunya, tapi sungguh tak ingin meruntuhkan hidupnya. Menurut cara penanganan departemen Tiongkok untuk kasus seperti ini, seharusnya 'menghilangkan pengaruh lalu memberi kebenaran'. Jika perlu, polisi-polisi ini juga akan diingatkan untuk tidak sembarangan bicara.
"Huigen, kau tunggu di bawah untuk ritual pelepasan arwah. Aku akan naik melihat." Kataku pada Huigen. Huigen mengangguk tegas. Dari tadi si nak ini sibuk memimpin penggalian mayat, tidak merasakan bahaya, jadi ya tidak banyak mikir.
Ditambah lagi, halaman kecil ini sudah dipadati 14 hantu perempuan dan banyak polisi. Kalau sampai terjadi bentrokan tak sengaja, akan jadi Tragedi bagi kedua pihak. Memiliki orang yang paham untuk mengawasi adalah pilihan tepat.
Tampaknya, pada akhirnya aku harus pergi ke ruangan itu. Jika hari ini aku tidak pergi, beberapa polisi yang polos itu mungkin akan mati? Saat menginjakkan kaki di tangga, pikiran ini melintas di benakku. Aku merasa bukanlah orang suci yang mulia sampai rela mengorbankan diri untuk orang lain, tapi setiap dihadapkan pada pilihan seperti ini, justru keputusan inilah yang selalu kuambil.
Hanya karena Guruku pernah berkata: "Kita harus menjaga rasa hormat dan takut terhadap segala sesuatu di alam semesta. Penghargaan paling dasar harus diberikan pada nyawa." Karena itu, aku tak bisa berdiam diri melihat nyawa tak bersalah pergi menuju kematian. Itu melanggar batasan diriku.
Sambil terus berpikir tak karuan, kakiku telah menginjak koridor lantai dua. Di tangan kugenggam obeng dan palu, persiapan untuk membuka pintu.
Di lantai bawah, Fu Yuan tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Aku tak mengerti apa yang begitu lucu bagi si sialan ini! Kulemparkan lirikan tajam, tapi dia sama sekali tak menghiraukanku.
Berdiri di depan pintu, kuhirup napas dalam-dalam. Pada detik berikutnya, tanpa pikir panjang kusodokkan obeng ke celah pintu. Braak! Braak! Braak! Dengan gerakan hampir tak terkendali kuhantamkan gembok pintu, seolah hanya benturan dahsyat ini yang bisa meredakan kegelisahan dan ketakutan di hatiku.
Kucoba tak memikirkan berbagai legenda tentang makhluk halus yang pernah kuketahui. Seperti halnya si kecil yang hanya salah satu dari entitas paling berbahaya - dia bukan satu-satunya!
‘Peng’, setelah gembok mulai longgar, aku mengayunkan kaki sekuat tenaga dan akhirnya berhasil membuka pintu gerbang itu. ‘Creek...’ suaranya, pintu kayu kuning yang terlihat agak tua itu terbuka dengan gema aneh.
Secara refleks aku menutup mata—hanya refleks—aku takut saat pintu terbuka, hantu perempuan berbaju merah itu berdiri di depan, aku bertatapan lagi dengannya, dan yang menungguku adalah kehancuran total.
Tapi bagaimanapun aku adalah seorang Taoist, jadi aku membuka mata lebar-lebar, pandangan langsung tertuju ke dalam ruangan. Namun sebelum sempat melihat jelas, tiba-tiba hembusan 'udara dingin' yang kuat menerjang wajahku, membuatku kembali menutup mata, menangkupkan tangan untuk melindungi wajah. Kulit yang terbuka di luar pakaian langsung merinding besar-besaran dalam sekejap!
Energi Yin-nya sangat pekat! Aku langsung paham, semua energi Yin terkunci di ruangan ini. Begitu pintu kubuka, mereka langsung menyembur keluar!
Tapi bagaimana mungkin sebuah ruangan bisa mengunci energi Yin? Pasti ada kekuatan tertentu yang bisa melakukan ini? Aku menurunkan tangan dari wajah, saat ini perasaan sudah sedikit lebih tenang. Barangkali hal-hal horor memang paling menakutkan justru di saat pertama membukanya?
Dari lantai bawah ada yang bertanya: "Ada apa, Adik Chen?"
“Oh, baru saja membuka pintu gerbang, debunya terlalu banyak.” Aku tidak menoleh, menjawab sambil lalu, kemudian akhirnya melangkah masuk ke ruangan ini. Karena ruangan ini berada di lantai atas, sepertinya di dalamnya juga menggantung tirai berwarna hitam pekat. Dari luar, sama sekali tidak terlihat jelas, hanya tampak kegelapan yang mencekam.
Masuk ke dalam, penglihatan pun tidak begitu baik, tapi aku tidak melihat warna merah menyilaukan itu. Ini membuatku agak lega! Hanya saja ruangan ini sama-sama dipenuhi bau busuk anyir yang tak tertahankan, ditambah aroma amis aneh yang sulit dijelaskan.
Kurealisasi bahwa aku sama sekali tidak bisa melihat apa-apa. Sampai saat ini, aku tak lagi menyangka ini masalah pencahayaan, melainkan... ada sesuatu yang menghalangi penglihatanku?
Tak ingin merenungi lebih jauh, secara refleks aku mencari saklar lampu. Tiba-tiba kudengar suara 'plak' dari belakang, pintu gerbang terkunci dengan sendirinya.
Sungguh klise sialan! Kutahan diri untuk tidak memaki keras, tapi harus kukui ini benar-benar menakutkan, apalagi dalam situasi seperti ini!
Untungnya tali lampu sudah ada di genggamanku. Segera kutarik untuk menyalakan lampu. Tak disangka, cahaya lampu yang seharusnya terang ini justru terlihat berkabut di dalam ruangan. Padahal bohlon kuning ini watt-nya cukup tinggi, namun memberikan efek redup dan suram yang aneh, menerangi seluruh ruangan dengan cahaya pucat.
Saat akhirnya bisa melihat jelas seluruh isi ruangan, tiba-tiba kurasakan seperti menyaksikan hal paling horor dan menyimpang di dunia ini!
“Hehe...” Tepat pada saat itu, sepasang tangan tiba-tiba memelukku dari belakang, disusul suara tawa kecil yang menggema di telingaku.
