Perahu bergoyang lembut di danau. Di seberang, Ji Feng mendayung perahu lain, berusaha mendekatkan kedua perahu. Usai pertempuran, angin sepoi-sepoi berhembus, kabut di kejauhan membuat pemandangan danau yang tenang dan indah justru terlihat mistis.
“Apakah Pak Zheng dan mereka bisa bertahan?” Yang berbicara di sampingku adalah Lu Shan. Sampai sekarang, bahkan orang bodoh pun tahu target Hantu Rakshasa adalah Desa Danau. Kami hanya 'bertemu kebetulan' dengannya, jadi situasi Desa Danau lebih mengkhawatirkan.
‘Bum’ suara ringan terdengar saat dua perahu saling merapat. Ji Feng dan Xiao Chengqian melompat dari perahu sebelah. Orang-orang di perahu itu sudah sepenuhnya sadar, tapi melihat raut wajah mereka, sepertinya masih trauma mengingat kejadian tadi.
Kulemparkan pandangan pada mereka sambil mengerutkan alis, berkata pada Lu Shan: "Aku juga tidak tahu apakah Pak Zheng dan mereka bisa bertahan. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah mempercepat waktu."
Ji Feng mendengar ucapanku. Karena kabin perahu tertutup tadi, dia tentu tidak melihat pertempuran besar sebelumnya. Dia tidak tahu kemana Hantu Rakshasa pergi. Mendengar perkataanku, wajah Ji Feng langsung berubah pucat.
Aku tidak bermaksud menyembunyikan apapun dari Ji Feng. Langsung kujelaskan padanya: "Target sebenarnya Hantu Rakshasa adalah Desa Danau. Tadi kita hanya sementara mengusirnya. Sekarang dia pasti menuju ke sana."
"Kau bilang apa?" Wajah Ji Feng tiba-tiba menjadi pucat pasi.
Aku menekan sudut bibirku dengan kencang, terkesan hening. Xiao Chengqian justru mendekat dan menepuk bahu Jifeng sambil berkata: "Bukankah sudah kubilang? Daripada berlarut-larut dalam kesedihan di sini, lebih baik kita fokus mendayung ke area inti dan menyelesaikan urusan! Dengan kemampuan Pak Zheng, meski tak bisa memusnahkan Hantu Rakshasa, bukankah beliau pasti bisa bertahan sebentar?"
Harus diakui, kata-kata Xiao Chengqian cukup memotivasi Jifeng. Mendengar itu, ia tak lagi bicara. Langsung menuju haluan perahu dan mulai mendayung sekuat tenaga...
Dua perahu kembali melaju dengan kecepatan hampir maksimal. Di sisi lain, yang belajar mendayung dari Jifeng adalah Huigen. Katanya tenaganya cocok untuk pekerjaan ini, kami pun mengiyakan.
Di kabin, Cheng Xin pingsan. Chengyuan yang pernah belajar ilmu pengobatan darinya memeriksa kondisinya. Ia meyakinkan kami bahwa kondisi Kak Cheng Xin tidak parah - dalam istilah medis modern, hanya kelelahan akut.
Menurut aliran pengobatan Taoisme, ini adalah kasus konsumsi energi spiritual berlebihan!
Permukaan danau kembali sunyi. Hanya desiran angin sesekali dan riak air akibat dayungan yang terdengar. Suasana di kabin menjadi mencekam. Ruyue yang pertama bicara, tak kuasa menahan kekhawatiran.
“Kakak San, dari percakapanmu dengan Hantu Rakshasa tadi, sepertinya ada makhluk yang lebih kuat di danau ini. Apakah kau sudah punya gambaran?” Begitu pertanyaannya padaku.
Aku bersandar di atap perahu, menyalakan sebatang rokok, lalu berkata tenang: "Meski hanya tebakan, tapi kurasa sudah cukup jelas. Meski formasi besar itu dijuluki neraka kecil, tapi hantu di dalamnya—setidaknya hantu yang utuh—jauh lebih sedikit dari yang kita bayangkan."
“Mengapa?” Ruyue terkejut. Semua orang di dalam kabin juga menatapku penuh rasa ingin tahu.
“Karena di danau ini ada monster siluman wangliang! Wangliang hidup dengan menelan hantu. Itulah alasannya.” Sambil berbicara, kulepaskan asap rokok dari mulut.
Siluman (chimèi wǎngliǎng) sering didengar orang sebagai monster biasa. Tapi menganggap mereka lemah hanya karena namanya umum—itu pemikiran yang sangat keliru! Sebenarnya batasan jenis monster siluman ini tidak ketat, tapi yang berhak menyandang gelar chimèi wǎngliǎng pasti makhluk yang sangat mengerikan!
Dari Sembilan Kuali Nasional yang hilang di Tiongkok, relief dewa dan makhluk jahat yang terukir tak terhitung jumlahnya. Di antara mereka, chimèi wǎngliǎng adalah simbol utama kejahatan!
Mungkin ini wangliǎng. Mampu menciptakan kabut yin, bahkan chimèi pun kuduga hasil binaannya. Dari apa makhluk ini bertransformasi? Seberapa kuat sebenarnya? Pikiranku semakin terpaku...
“Kakak Cheng Yi, Kakak Cheng Yi……” Suara Cheng Zhen memanggilku berulang kali, membangunkanku dari perenungan dalam. Aku tersentak sadar, memandang Cheng Zhen dengan tatapan bingung.
“Ada apa?” tanyaku.
“Memikirkan apa? Tadi Kakak Ruyue sudah bertanya beberapa kali, kapan kita benar-benar akan memasuki formasi besar?” Cheng Zhen berbicara padaku dengan nada sedikit menggerutu.
Aku tersenyum kecut. Baru kusadari saat sadar, rokok yang kugenggam hampir habis membakar jariku. Sambil mematikan puntung rokok, kujawab Cheng Zhen dan Ruyue: “Sebelumnya sudah kutanyakan pada Angin Muson. Dari titik keberangkatan kita ke formasi besar itu, jika tidak berhenti sama sekali, kira-kira memakan waktu 5 jam.”
“Lama sekali?” Cheng Zhen menyangga dagunya dengan wajah pasrah, terlihat bosan. Kak Cheng Qing meliriknya, lalu mengusap rambut Cheng Zhen dengan penuh kasih sayang sebelum kembali membersihkan benda di tangannya.
Benda di tangannya adalah lentera tembaga kecil berbentuk mirip cawan arak, ukurannya tak lebih dari setengah telapak tangan. Saat keberangkatan, Kak Cheng Qing membawa bungkusan besar berisi puluhan lentera tembaga semacam ini. Ketika mengeluarkannya dari koper, aku hampir terkejut setengah mati.
Waktu itu kusempat bertanya: “Kak Cheng Qing, ini untuk apa? Membantu kami menerangi jalan di dalam formasi besar?”
Ia menjawab samar: “Kurang lebih seperti itu.”
"Begitu naik ke perahu, dia terus-menerus membersihkan lentera tembaga ini. Kecuali saat Kak Cheng Xin bertempur besar tadi, dia tak pernah berhenti sejenak pun!"
Menghadapi Kak Cheng Qing yang mengusap kepalanya, Cheng Zhen menunjukkan ekspresi tidak puas sambil bergumam: "Aku bukan anak kecil lagi." Kemudian dengan malas dia bersandar pada tubuh Kak Cheng Qing yang hanya tersenyum lapang.
Pemandangan ini membuat hatiku terasa hangat. Hanya melalui detail-detail sederhana seperti saling mengandalkan antar saudara seperguruan inilah, kami bisa mengisi kekosongan dalam hati akibat kepergian mendadak para guru tanpa pamit.
"5 jam bukanlah waktu yang lama, luasnya danau ini kan kau sudah tahu! Lagipula ini perahu dayung, tidak seperti di sungai besar yang bisa mengikuti arus. Adapun formasi besar di dalamnya lebih luas lagi, karena legenda mengatakan dimensi di sana tidak terlalu stabil atau ada rahasia lain." Hati yang dipenuhi kehangatan membuat penjelasanku pada Cheng Zhen semakin sabar.
Ini adalah kabar angin yang diceritakan Pak Zheng setelah memberitahu bahwa formasi itu adalah neraka kecil. Sebenarnya tentang konsep dimensi, aku sudah tidak terlalu terkejut lagi. Karena pernah masuk pasar hantu dan Makam Naga, hal-hal aneh terkait dimensi di dunia ini sudah masuk dalam batas toleransiku.
Perahu terus melaju. Huigen telah menggantikan Jifeng sebagai pendayung. Di luar dugaan, si nak ini mendayung dengan sangat stabil, bahkan kecepatannya beberapa tingkat lebih cepat dari Jifeng. Andai bukan karena harus menunggu perahu di belakang, kurasa dia bisa lebih cepat lagi!
Jifeng terlihat lelah saat masuk ke kabin perahu untuk beristirahat. Dia tak henti-hentinya mengingatkan kami di depan kami, berharap saat memasuki formasi besar nanti kami harus benar-benar memperhatikan detail-detail kecil agar tidak kehilangan nyawa.
Dia menekankan sekali lagi: air di dalam jangan diminum, ikan di dalam jangan dimakan, seberapa pun menggugah selera!
Dalam hati aku bergumam, bagi yang tidak terlalu suka ikan, seberapa menggoda sih ikan itu? Kok si nak ini bicara serius sekali? Bukankah di kapal sudah ada bekal? Apakah kami akan terjebak lama?
Waktu berlalu cepat. Sekejap mata, perahu telah melaju tiga jam di atas danau. Sesekali gunung hijau melintas, atau bebatuan aneh muncul. Pemandangan sudah jauh berbeda. Meski diselimuti kabut tipis berlapis-lapis, aku tak bisa tidak membayangkan: andaikan danau ini bukan rahasia formasi alam Danau Seribu Hantu, mungkin sudah lama dikembangkan jadi objek wisata? Seperti rumpun bambu yang dulu sering ada kasus orang hilang itu, setelah masalah terselesaikan kan akhirnya dibuka juga?
Sepertinya sudah dekat. Kulihat Jifeng berdiri di haluan menatap ke kejauhan. Di sana terhampar permukaan danau yang tenang, diselimuti kabut tipis. Di tengah cuaca kelam ini, di senja hari, mentari senja kemerahan masih menggantung. Benar-benar pemandangan ajaib bak surga dunia.
Aku merasa sudah dekat karena Ji Feng menjelaskan di sampingku: "Ini hanyalah ilusi, di balik sana tersembunyi formasi alamiah. Jika orang biasa sampai di sini, yang terlihat hanyau permukaan danau yang tenang. Mendayung terus akan kembali ke jalan semula! Di luar formasi alamiah itu ada perlindungan formasi buatan kami! Tapi jika kebetulan masuk ke dalam, maka..."
Ji Feng tak melanjutkan, tapi bukankah aku sudah mengerti? Artinya pasti mati tak bersisa! Masyarakat perahu di danau, setiap tahun selalu ada kejadian. Meski disebut peristiwa besar, tapi di tengah keramaian sebenarnya bukan hal aneh. Gunung punya legenda sendiri, danau punya ceritanya sendiri. Mana ada tempat yang tak punya sedikit misteri?
