Suara tanduk misterius bergema di seluruh alun-alun. Bayangan maya gadis itu yang sempat melayang-layang mulai perlahan menjadi nyata.
Yang lebih ajaib, pisau tulang itu tidak jatuh dari udara, melainkan menyatu perlahan dengan tubuh gadis yang semakin nyata, lalu menghilang.
Gadis itu akhirnya menoleh, memandang Lushan dengan tatapan lembut yang sempurna, penuh rasa terima kasih dan belas kasih. Namun Lushan sama sekali tidak menatapnya.
Sebagai pengamat, entah bagaimana aku justru mengerti alasannya.
“Jika ada orang yang penting bagiku, menatapku dengan tatapan berbelas kasih seperti dewa-dewi, aku pun tak akan membalas tatapan itu. Belas kasih yang diberikanku hanyalah belas kasih untuk seluruh umat, di mana ada perasaan yang berbeda?”
Tak perlu menanyakan hal lain. Dari ekspresi Lushan, aku tahu betapa pentingnya gadis ini bagi dirinya.
“Ha... Kau pikir aku bisa kau perlakukan semena-mena?” Hantu beruban yang tertangkap ini akhirnya benar-benar mengamuk. Makhluk yang selama ini berhati-hati dan enggan dirugikan itu meledak saat dicengkeram oleh Buddha jahat itu.
Energi dahsyat meledak!
Angin kencang tiba-tiba bertiup!
Apa akibatnya jika hantu atribut angin ini mengamuk? Dibandingkan dengan Qing sebelumnya, aku yakin serangan hantu beruban ini pasti tak kalah hebat!
Benar saja! Angin kencang yang memenuhi langit itu di depan mata kami dengan cepat mengkristal menjadi pedang hantu raksasa sepanjang tiga meter, digenggam erat oleh hantu beruban yang terbelenggu di telapak tangan Buddha jahat itu.
“Buddha apa, dewa apa? Aku cuma percaya pada Wali Kota kita! Karena dialah yang akan menjadikanku Buddha, menjadikanku dewa!” Dengan raungan liar, hantu beruban itu mengayunkan pedang hantu sepanjang tiga meter yang terbentuk dari angin itu, menghujam keras ke pergelangan tangan Buddha jahat.
Pada saat itu, aku merasa agak bingung. Hantu beruban yang biasanya sangat hati-hati ini, saat mengamuk ternyata begitu ganas. Sepengetahuanku, keyakinan agama Buddha sudah merasuk ke dalam hati. Bahkan hantu jahat sekalipun, saat masih waras, pasti akan menjauh tiga langkah dan menghormati para dewa-dewi. Aku belum pernah melihat hantu yang berani langsung menyerang dewa-dewi.
Aku hanya bisa mengagumi walikota Kota Baru ini. "Itu" berhasil menjadi keyakinan bagi para hantu-hantu ini.
Suara "krak" yang nyaring terdengar. Pedang besar mengerikan milik hantu beruban itu ternyata berhasil memotong pergelangan tangan patung Buddha jahat. Patung itu mendengus dan mundur selangkah. Di bagian luka yang terpotong tidak mengalir darah, melainkan cahaya Buddha berkilauan di sekitar lukanya, terlihat agak 'aneh'!
Tapi keanehan ini mungkin bisa dimaklumi. Bagaimanapun ini bukan Buddha sungguhan yang datang, hanya bayangan maya. Aku tidak mengerti ilmu sihir agama Buddha, apalagi Buddhisme Tibet atau aliran Tantra. Tapi kurasa ini mirip dengan ilmu memanggil dewa?
"Hahaha..." Hantu beruban itu menjadi gila. Dengan histeris ia menarik topeng yang masih menempel di kepalanya, melemparkannya ke tanah. Sambil mencengkeram telapak tangan Buddha yang terpotong, ia malah tertawa terbahak-bahak menghadap langit.
“Dalam pandangan Buddha tidak ada orang yang tak termaafkan, hanya jiwa yang mau bertobat dan akhirnya tersadar. Aku memaafkan lukamu demi suatu hari kau bisa hidup dengan lentera temaram dan Buddha kuno, sepenuh hati berbuat kebajikan. Jika suatu hari semua orang bisa seperti ini, kita tak perlu lagi mengejar Nirwana, dunia ini sudah menjadi Nirwana.” Menghadapi hantu beruban yang histeris, gadis itu tetap sangat lembut dengan suara penuh belas kasihan.
Saat ia berbicara, cahaya Buddha semakin terang membungkus Buddha jahat yang terluka itu. Dengan kecepatan mencengangkan, telapak tangan Buddha jahat itu mulai bertumbuh!
“Amitabha, seberapa murni dan khusyukkah hati gadis ini sampai memiliki kekuatan pikiran yang begitu luar biasa.” Pemandangan ini membuat Jue Yuan terkejut, tapi matanya juga memancarkan kekhawatiran.
Secara singkat, dalam budaya Han perbedaan Buddhisme Mahayana dan Theravada di beberapa aspek tidak terlalu ekstrem. Sayangnya hal ini tak bisa dinilai oleh orang luar, sehingga Jue Yuan merasa khawatir. Di matanya, gadis itu justru terlihat agak radikal.
Sedangkan aku sebagai penganut Taoisme dengan pemikiran paling bebas dan ikatan paling longgar, mungkin justru tak bisa memahami! Sejak leluhur Taoisme berbicara tentang Jalan Suci berjumlah tiga ribu, berbeda jalan tapi tujuan sama, sudah ditakdirkan kebebasan kami. Intinya tak peduli jalan mana yang ditempuh, akhirnya harus tunduk pada prinsip alamiah, mengikuti Jalan Langit...
"Aku dan Jue Yuan tengah merenung, namun ekspresi wajah Lushan semakin pucat. Ia masih meniup tanduk di tangannya, sudut bibirnya mulai meneteskan darah segar. Seolah-olah sudah mencapai batas maksimal?"
Jelas kulihat Lushan enggan berhenti. Matanya memancarkan ironi penuh kesedihan!
"Diam, diam! Kau benar-benar mengganggu! Enyahlah para dewa-dewimu! Tak kau dengar? Aku hanya setia pada Tuan Kotaku!" Belas kasih gadis itu tak menggoyahkan Hantu Berambut Putih. Dengan gelisah, makhluk itu berguling-guling di udara lalu tersenyum kejam. Secara mengejutkan, ia mengambil telapak tangan Buddha emas yang telah mengecil dan memasukkannya ke mulutnya.
"Cih... tidak enak! Setelah ditelan, rasanya seperti terbakar di ulu hati!" Setelah menggigit telapak tangan emas itu, Hantu Berambut Putih segera memuntahkannya dengan ekspresi jijik. Namun sorot mata puasnya jelas menandakan tindakan ini sebagai kemenangan atas gadis itu.
Gadis itu tak lagi bicara, menutup matanya. Beberapa Buddha jahat tiba-tiba menghilang, kemudian muncul kembali mengurung Hantu Berambut Putih dari enam arah: timur, selatan, barat, utara, atas dan bawah. Strategi mengurung seperti kura-kura dalam tempurung ini sudah jelas.
‘Gemuruh!’ Salah satu tangan Buddha jahat tanpa ragu memencet ke arah Hantu berambut putih! Hantu berambut putih tersenyum sinis, lalu seperti diduga menghilang. Namun seketika, ia muncul kembali dengan wajah masam di dekat Buddha jahat lainnya dalam jarak kurang dari 10 meter!
"Goblok!" Hantu berambut putih tiba-tiba mengumpat. Saat itu, bahkan orang bodoh pun paham situasinya - dimensi ini telah benar-benar 'disegel' oleh para Buddha jahat ini. Mustahil baginya bergerak bebas memanfaatkan angin di udara.
‘Gemuruh!’ ‘Gemuruh!’ ‘Gemuruh!’ Telapak tangan para Buddha jahat terus-menerus menekan tanpa ampun. Hantu berambut putih mengelak dalam ruang terbatas dengan sangat kikuk! Sementara gadis itu tetap menutup rapat matanya, seolah terhubung dengan kejadian di luar, ia hanya mengeluarkan helaan napas pilu.
"Kau kira aku benar-benar takut?" Setelah belasan kali menghindar, sifat buas Hantu berambut putih benar-benar tersulut. Dengan kasar ia melemparkan pedang kepala hantu sepanjang tiga meter, lalu menunjuk ke udara. Ajaibnya, pedang itu terbelah menjadi ribuan pisau angin yang menghujani para Buddha jahat dan gadis itu bagai badai.
Pisau angin menabrak tubuh Buddha jahat dengan suara ‘Braak! Braak! Braak!’. Awalnya sama sekali tidak berpengaruh, tapi perlahan mulai bisa menembus. Bagian yang tertembus memancarkan cahaya Buddha yang menyilaukan, tapi masih belum berarti dibandingkan tubuh raksasa Buddha jahat itu.
"Aduh, pisau angin. Sudah kukatakan sih mantra Barat punya hubungan dengan mitos Timur." Kak Cheng Qing menyentuh kacamatanya seperti menonton pertunjukan spektakuler, lalu terdiam sejenak. "Toh ini cuma Buddha jahat ilusi. Kalau asli, sudah lama dihabisi. Masa mau dibiarkan melukai orang? Lushan, cepat selesaikan! Jangan mengulur waktu. Aku tahu kau punya cara."
Aku melirik Kak Cheng Xin dengan heran. Kenapa dia berkata begitu?
Kak Cheng Xin tidak menoleh, matanya tetap menatap Lushan yang wajahnya pucat dengan setetes darah di sudut bibir. "Cheng Yi, sarafmu terlalu tebal. Kau tak sadar Lushan belum mengerahkan seluruh kemampuannya. Kalau serius, pikiran dan semangatnya pasti sudah fokus total, tak terpengaruh lingkungan. Mana mungkin tatapannya masih seperti itu?"
Kuperhatikan lebih seksama. Benar juga. Tatapan Lushan terus tertuju pada gadis itu. Ada kompleksitas dalam matanya yang tak bisa kubaca selain kesan kepedihan yang mendalam.
Dari situ jelas terlihat, Lushan hanya mengerahkan seluruh kemampuannya saat membantu gadis itu menyatu!
“Lushan, jangan menunda lagi. Kau ingin mati? Rohmu sudah sangat lemah. Pasti masih ada hal yang belum kau selesaikan. Jika benar ingin mati, aku tak akan menghalangi.” Kak Cheng Xin berteriak keras.
Mungkin teriakan itu benar-benar merangsang Lushan. Akhirnya dia berhenti memandangi gadis itu, meletakkan terompet, lalu mengeluarkan kotak dari dalam jubah. Saat dibuka, terlihat serbuk kristal berkilauan. Dengan jarinya, dia mengambil sedikit serbuk dan menaburkannya ke udara...
Setelah semua itu, dia kembali mengambil terompet. Kali ini suara yang keluar bukan lagi nada misterius yang merdu, melainkan irama yang penuh semangat dan heroik!
Di udara, Hantu Beruban sedang mengamuk. Teriaknya: "Belum cukup! Angin datang, angin datang!" Bersamaan dengan panggilannya, angin kencang berhembus dari segala penjuru. Pisau angin semakin banyak berkumpul di sekelilingnya. Di tangan Hantu Beruban, muncul kembali senjata raksasa - sebuah tombak panjang... Di bawah perlindungan pisau angin, kecepatan tekanan telapak tangan Buddha Jahat mulai melambat. Salah satu patung Buddha Jahat terlihat mulai retak!
Tak disangka, di tengah kondisi seperti ini, Hantu Beruban justru mendominasi pertempuran...
Serbuk yang ditaburkan Lushan masih beterbangan di udara, diterbangkan oleh angin kencang yang menyebarkannya ke segala arah. Namun seiring dengan bunyi terompet Lushan, serbuk itu tiba-tiba melesat cepat ke arah gadis itu. Gadis yang semula dilindungi oleh Buddha jahat di belakangnya itu membuka matanya seolah merasakan sesuatu.
Pada detik berikutnya, tanpa ragu ia pun berlari menuju serbuk itu...
