Tentu saja, 'saudara seperguruanku' di dalam rumah mengejarku keluar. Yang mereka lihat adalah aku sedang membentuk segel tangan di tanah lapang. Orang lain tak paham, tapi Chengyuan yang sudah belajar beberapa aliran ilmu spiritual mana mungkin tak mengerti? Setidaknya harus pura-pura bisa akting, kan?
"Kak Cheng Yi, kau sedang apa? Ngapain tiba-tiba membentuk Lei Jue (mantra petir)?" Benar saja, suara Chengyuan yang pertama terdengar.
Lalu kudengar Kak Cheng Xin bertanya ke Chengyuan: "Lei Jue? Kekuatannya besar, ngapain dia tiba-tiba begitu?"
Tatapanku membeku. Yang ada di depanku sama sekali bukan saudara seperguruanku. Kebocoran demi kebocoran di tempat ini, manusia-manusia penuh celah ini... Bisa jadi mereka hantu, atau ilusi Yu Cui Zi atau siapa pun yang dipasang untukku...
Memikirkan ini, kecepatanku dalam membentuk mudra semakin cepat. Dengan tegas aku menutup mata. Meski itu hantu, aku tak ingin melihat wujud mereka yang mencuri citra saudara seperguruanku, kuhancurkan dengan tanganku sendiri.
"Cheng Yi, bisakah kau jelaskan apa yang kau lakukan? Kenapa kau bertingkah tanpa alasan?" Di detik mata ini terpejam, kulihat Kak Cheng Xin melangkah mendekatiku langkah demi langkah.
Tak secuil pun belas kasih tersisa di hatiku. Mungkinkah aku tertipu hantu? Satu-satunya kekhawatiranku adalah di lingkungan khusus ini, apakah memanggil petir surgawi akan sulit? Namun ternyata sangat lancar, bahkan lebih mudah daripada saat di dunia nyata. Mungkin karena keberadaanku sebagai roh murni?
Dengan mulus, sudah kurasakan gelora petir menggelegar. Cuaca di luar mulai berubah, angin kencang bertiup, awan hitam menutupi langit!
Dari suara langkah kaki, kusadari si palsu Cheng Xin sudah sangat dekat. Memikirkan pencurian citra saudara seperguruanku, api kemarahan tiba-tiba membara di dadaku. Tanpa ragu kupanggil petir surgawi. Kilatan pertama langsung menghujam si penipu berwajak Kak Cheng Xin.
'Gemuruh!' Sambaran petir menggelegar. Kilatan pertama menghunjam dari langit. Kubuka mata, menyaksikan ekspresi panik dan tidak percaya di wajah Cheng Xin. Tatapannya padaku penuh keputusasaan. Meski tahu ini palsu, di detik itu jantungku terasa sakit hati seolah aku benar-benar hendak membunuh kakak seperguruanku.
“Cheng Yi, apa yang kau lakukan?” teriak keras Kak Cheng Qing. Cheng Zhen dan Chengyuan menutup mulut mereka.
Aku tak boleh berbelas kasih. Tangan terkepal erat, kuteruskan memandu petir kedua dan ketiga dari langit untuk menyambar.
‘Gemuruh’, akhirnya kilat itu menghujam. Namun di saat itu, terjadi perubahan tak terduga. Petir yang kusuruh justru seolah menyambar tubuhku sendiri. "Hng," dengusku sambil mundur beberapa langkah. Rasa kebas dan perih yang menusuk dari dasar hatiku membuatku langsung terjatuh berlutut.
Ternyata begini rasanya kena sambaran petir? Aku pun mencoba mencari kebahagiaan dalam penderitaan. Mataku terbelalak tak percaya melihat Si Bodoh yang tiba-tiba muncul dari kedalaman jiwaku, dengan gagahnya menerima hantaman petir itu untuk Cheng Xin!
Si Bodoh adalah jiwa simbiosisku. Sambaran yang diterimanya langsung kurasakan pula. Ritual petirku pun terpaksa terhenti. Dua petir terakhir yang semula kupandu kini menyambar sembarangan, menghancurkan rumpun bambu di sekitarnya.
Tapi kenapa Si Bodoh...? Kutatap harimau itu yang juga menatapku balik dengan tatapan kesal. Dua kali ia mengaum rendah padaku sebelum kembali mendekat dan duduk di sampingku.
"Kak Cheng Xin masih duduk di tanah dengan tatapan penuh keputusasaan. Atau mungkin saat petir surgawi menyambar, dia sudah pasrah? Tapi tak disangka terjadi perubahan situasi ini, dia masih belum bisa bereaksi."
"Namun tiba-tiba dari bahu Kak Cheng Xin muncul siluet rubah muda. Begitu keluar, pertama-tama dia melirik tajam ke arahku dengan tatapan penuh dendam, lalu segera lari ke samping Si Bodoh sambil mengoceh tak jelas sambil melompat-lompat seolah ingin menyampaikan sesuatu."
"Si Bodoh jelas tak mengerti. Dengan geram dia mendengus dua kali, lalu cakar harimau-nya mengibas. Rubah muda itu pun lari kembali dengan wajah sedih dan kembali bertengger di bahu Kak Cheng Xin."
"Akhirnya aku mengerti. Rupanya kemunculan mendadak Si Bodoh adalah untuk melindungi rubah muda yang bersimbiosis dengan Kak Cheng Xin. Yang ada di hadapanku ini adalah Kak Cheng Xin yang asli!!"
"Campuran perasaan bersalah, menyesal, dan sedih menguasai diriku. Aku memandangi Kak Cheng Xin tanpa kata, tenggorokan bergetar menyadari semua bahasa tak berdaya."
"Aku tak pernah menyangka suatu hari Cheng Yi akan membunuhku? Jika orang lain, takkan kudekati tanpa bentengi diri, takkan kupasrahkan nyawa begitu saja. Paling tidak kusiapkan racun. Tapi kau Cheng Yi, keturunan Lao Li, kakak senior kami. Sekalipun kubunuh olehmu, hanya bisa kuterima." Kak Cheng Xin tiba-tiba berkata padaku.
“Aku bahkan lebih tak tahu harus bagaimana menghadapi Kak Cheng Xin. Perasaan di hatiku mencapai puncak kerumitan. Lalu, sorot kesedihan sekilas terlihat di mata Kak Cheng Xin sebelum dia berdiri sambil berkata: 'Tapi di lubuk hati, aku masih merasa kecewa dan sedih.'"
Saat berbicara, dia tak lagi menoleh ke arahku, melainkan berjalan menuju Kak Cheng Qing dan yang lain.
"Berikan aku alasan." Tapi dia tetap melemparkan kalimat itu padaku. Meski baru saja mengarungi batas hidup-mati, dia masih menantikan penjelasanku.
Inilah saudara seperguruanku. Meski kubunuh, hanya bisa menghela napas menerima takdir dan mengaku sedih? Sebesar apa kepercayaan dan sedalam apa ikatan emosi ini? Sekumpulan orang tolol! Aku berdiri, tak kuasa menahan mata yang mulai berkaca-kaca! Meski lewat kesalahpahaman memalukan yang fatal ini, semua menjadi jelas. Tapi ini sudah sepadan. Sepadan untuk keinginanku selalu berdiri di depan mereka, lebih rela aku yang mati duluan daripada melihat mereka binasa.
"Ngomong-ngomong, kau ini makhluk apa sih?" Kak Cheng Xin menoleh ke rubah muda di bahunya dengan wajah bingung. Sang rubah muda yang sangat tak puas itu mengibaskan dua cakar kecilnya, membuat rambut Kak Cheng Xin berantakan seperti sarang ayam.
Benar, rubah muda ini adalah roh. Tapi di sini adalah kota hantu paling istimewa, dalam mimpi seorang walikota, kontak fisik seperti ini memang mungkin terjadi secara alami.
"Kak Cheng Yi, aku benar-benar marah. Bagaimana bisa kau perlakukan Kak Cheng Xin seperti ini? Kau harus beri penjelasan dulu, baru bisa kuampuni." Suara Cheng Zhen terdengar di telingaku.
"Kakak Cheng Yi, apakah kau sedang berlatih kekuatan sihir? Lalu, tidak bisa mengendalikannya?" Chengyuan mulai mencari alasan untukku.
Sementara Kak Cheng Qing memandangku dengan serius, tapi di matanya tidak ada jarak, hanya teguran.
Aku berjongkok dan tak tahan mengelus Si Bodoh. Selama ini kupikir makhluk yang eksis sebagai roh ini tak bisa kusentuh, tapi di dunia mimpi ini justru bisa melakukan gerakan mesra padanya.
Sensasi hangat namun tajam menyentuh telapak tanganku. Inikah bulu Si Bodoh? Menghadapi keakraban mendadakku, Si Bodoh mengaum rendah. Aku yang bersimbiosis dengannya langsung merasakan perasaannya: malu, tidak biasa, menyalahkanku kenapa tiba-tiba begini, canggung!
Aku tersenyum, lega. Yang berdiri di hadapanku adalah semua orang. Aku bangkit, melangkah mantap sambil berseru: "Tentu ada alasannya. Kalian masih percaya padaku?"
"Tentu percaya." Tak disangka yang pertama bicara justru Kak Cheng Xin yang tadi hampir kubunuh.
Jantungku berdesir. Keturunan Lao Li memang selalu sedikit anggotanya. Tapi kekompakan dan ikatan antar saudara seperguruan ini cukup membuat bangga di depan sekte mana pun.
"Si Bodoh, aku tahu kau bisa. Panggil semua jiwa simbiosis, cepat!" Saat berjalan mendekat, kuperintahkan pada Si Bodoh. Di benakku sedang mencari cara, tapi pertama-tama harus membuat mereka yakin sedang berada dalam mimpi.
“Si Bodoh meski enggan, tapi saat itu menunjukkan wibawa sesungguhnya sebagai raja hutan pegunungan. Tiba-tiba berhenti melangkah, lalu mengaum di hamparan rumput ini.”
Suara auman harimau ini tidak keras, namun sarat dengan kesan agung dan tekanan dahsyat yang tak terdefinisikan. Semua orang membeku seketika, termasuk aku. Tak percaya si pendiam Bodoh punya sisi seperti ini.
Dia selalu suka berkelahi dan kompetitif! Juga murung, tidak pandai mengekspresikan diri! Tak pernah sekalipun menunjukkan sikap kerajaan di hadapanku.
“Cheng Yi, hati-hati! Itu pasti roh siluman.” Kak Cheng Qing yang pertama sadar, berlari ke arahku. Pikiran pertamanya malah ingin melindungiku. Pantas dua aliran ramalan (), langsung tahu esensi Si Bodoh.
“Kak Cheng Qing, tapi dia baru saja menyelamatkanku. Cheng Yi, cepat ke sini. Eh tunggu, jangan gigit telingaku! Kau ini makhluk apa sih?” Kak Cheng Xin kebingungan, jelas rubah muda itu kembali tak puas padanya.
“Jangan panik, ini Si Bodoh. Kalian lupa dia bagian rohku yang menyatu? Lupa cakar harimaunya? Tak sadarkah kalian? Kalian juga punya!” teriakku keras.
“Kami juga punya?” Serentak mereka bertanya hampir bersamaan.
"Aku kira roh jiao Chengyuan tidak akan mematuhi panggilan Si Bodoh, toh dia dan roh-roh siluman lainnya tidak berasal dari tempat yang sama, kan? Tapi tak disangka, setelah semua orang mengucapkan kalimat itu, tiba-tiba muncul versi mini naga jiao di belakang Chengyuan. Ekspresinya terlihat enggan, tapi akhirnya muncul juga, nyaris membuat Chengyuan histeris."
Sekalipun versi mininya, panjangnya lebih dari dua meter!
"Cheng Zhen, lihat pergelangan tanganmu! Kak Cheng Qing, takkah kau merasa kepalamu berat? Ada makhluk yang menempel di atasnya! Kak Cheng Xin, tak perlu kukatakan lagi? Yang di bahumu itu." Aku berseru keras, tepat saat berhenti di depan saudara seperguruan.
"Cheng Yi, aku tak mengerti, sungguh tak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi?" Kak Cheng Xin bertanya dengan wajah pasrah, sementara rubah muda masih menggigit telinganya.
Aku bingung bagaimana menjelaskan. Entah karena dorongan apa, kuambil untaian manik-manik cendana dari kantong kain kuning di pinggang.
Semua memandangi manik-manik cendana itu dengan kebingungan. Aku sendiri tertegun—apakah maksudku menjelaskan mengapa aku masih sadar?
Tak disangka, begitu manik-manik itu muncul, Si Bodoh mengaum keras. Cakar harimau tiba-tiba menyambar untaian cendana di tanganku...
Apa maksud Si Bodoh?
