“Kau telah membuatku murka.” Kini Yu Cui Zi sudah berada tepat di hadapanku. Bersamaan dengan ‘deklarasi kemarahan’-nya, tangan dinginnya yang mirip ular berbisa itu mencekik leherku.
Apakah saat ini aku sangat besar? Bagaimana mungkin satu tangan 'itu' bisa mencekik leherku? Aku sudah terjatuh dalam kelelahan ekstrem, sehingga pikiran pun bergerak lambat bahkan kacau balau.
Lalu, kulihat tangan Yu Cui Zi yang mencengkeram leherku tiba-tiba membesar secara instan. Bahkan roh pun harus mematuhi aturan tertentu, bukan berarti bisa berubah semau-maunya. Seperti jiwa manusia tak mungkin berubah menjadi anjing atau kucing, bukan?
Namun perubahan ini tidak membuatku terkejut. Ini hanya membuktikan kekuatan jiwa Rakshasa ini sudah mencapai puncak tertinggi. Ia bisa melakukan perubahan bentuk sesuai keinginannya.
Yu Cui Zi terus mencekik leherku sambil perlahan menyeret tubuhku. Seorang raja, penguasa mutlak di Hutan tua yang luas itu, sekarang diseret oleh Hantu. Sungguh memalukan!
Kurasakan kemarahan Si Bodoh yang ingin bertarung habis-habisan sampai mati. Tapi kupaksa menekannya: "Kubujuk dengan lembut, ini keuntungan kakimu yang empat. Jika satu patah, tiga masih bisa menopangmu berdiri. Manusia berkaki dua akan celaka harus berlutut! Ini bukan yang terburuk. Jangan marah, kita... kita masih harus menunggu kesempatan."
Tangan Yu Cui Zi perlahan-lahan mengerahkan tenaga, sambil berkata dengan suara dingin: "Aku adalah panglima kota ini, sekaligus Hantu Penggoda. Kejahatanmu terhadap tuan kota tidak cukup dengan mati cepat. Kau harus membuktikan nilaimu."
Nilai apa lagi yang bisa kumiliki? Saat ini aku sudah nekat, hanya menanti kesempatan itu!
Yu Cui Zi menatapku tajam, tiba-tiba matanya memancarkan kilau memikat seperti riak-riak air kristal yang mengalir, membuat siapa pun terbuai.
Mulai? Aku paham betul sifat Hantu Penggoda, apalagi yang satu ini adalah Rakshasa! Dengan susah payah kukumpulkan semua kekuatan dan kehendak terkuat dalam hatiku, kuhindari tatapannya. Tahu, satu pandangan lagi akan membuatku jatuh.
"Kau bisa menghindar?" Tubuhku masih terseret, tangan dingin lainnya meraih pipi harimauku. Aku ingat, di situ ada luka bekas cakaran Yu Cui Zi. Kini rasa sakit menusuk tulang muncul, pertanda hantu kejam ini telah memasukkan kuku ke lukaku, lalu memutar kepalaku perlahan.
Tak mungkin lolos? Dalam hati aku menyeringai, melihat para hantu jenderal yang berkumpul memandang Yu Cui Zi dengan takjub. Panglima mereka hanya perlu turun tangan langsung untuk menaklukkan harimau besar yang sombong ini, betapa membanggakan!
Aku harus mengakui kekuatan Yu Cui Zi, gerakan yang terlihat melayang sebenarnya membawa kekuatan jiwa yang seolah tak terbatas. Bagi diriku yang sudah lemah, ini merupakan tekanan mutlak. Bahkan jika aku dalam kondisi prima bertarung habis-habisan dengannya, tetap kalah! Satu gerakannya saja bisa menekanku! Bagaimana mungkin jurus bela diri anak sepuluh tahun secanggih apapun bisa mengalahkan pria dewasa kekar? Bisakah menang dalam adu tenaga?
Akhirnya aku benar-benar memahami ucapan Yu Cui Zi itu. Kemampuannya di luar Kota Hantu, terutama di dalam aula agung ini jauh lebih hebat. Di luar sana ia tidak pernah menunjukkan kekuatan jiwa sekuat ini, lebih banyak menggunakan daya pikat. Tampaknya ia sangat menyukai teknik penggoda, termasuk saat ini.
Jadi! Sisa kekuatanku tak boleh disia-siakan untuk melawan Yu Cui Zi. Membuang-buang tenaga seperti Si Bodoh dalam krisis seperti ini adalah memalukan. Tapi bagaimana mungkin aku membiarkan para Hantu jubah merah ini tertawa puas?
Inilah saatnya... Kepalaku perlahan dipaksa Yu Cui Zi untuk menatapnya. Pada detik itu juga, tiba-tiba aku mendongak mengaum, meledakkan kekuatan terakhir untuk melepaskan diri dari cengkeraman tangannya, lalu mencakar ke udara ke arah gerombolan Hantu yang sedang berkumpul menyembah jenderal mereka.
Terakhir kekuatan jiwa yang terkumpul meledak, bayangan maya cakar harimau raksasa seketika muncul di udara, lima cakar harimau mengerikan berkilau dingin pun menjulur, mencakar dengan ganas ke arah kumpulan hantu-hantu itu!
Jarak yang begitu dekat, ledakan yang begitu tiba-tiba... pasti setidaknya melukai parah beberapa hantu jenderal, bahkan membunuh satu dua? Hatiku dipenuhi kepuasan luar biasa, memandangi gerombolan hantu jenderal yang tak sempat bereaksi ini, tiba-tiba ingin tertawa terbahak-bahak ke langit!
Tapi tak bisa, karena kulihat Yu Cui Zi turun tangan. Ia ingin menyelamatkan, dengan kecepatannya, jika sengaja menyelamatkan, pasti bisa mengurangi banyak kekuatan serangan terakhirku. Bagaimana mungkin kubiar ia berhasil?!
Di saat ini kukumpulkan sisa kekuatan terakhir, tegas kubakar diri dengan kekuatan jiwa, bersandar pada tekad pantang menyerah dalam hati. Saat bayangan Yu Cui Zi menghilang, sepenuhnya mengandalkan Indera spiritual yang selalu kubanggakan sebagai penunjuk arah, kuhantamkan tubuhku dengan dahsyat ke satu titik.
Seperti menabrak tembok baja, kepalaku pusing. Tapi aku bahagia, karena taruhanku tepat. Yu Cui Zi terhempas keras olehku. Lalu kudengar lolongan serigala dan rintihan hantu - apakah beberapa mati? Sayang, Si Bodoh tidak punya ekspresi tertawa.
"Akhirnya... 'Konspirasi' terakhir hanyalah upayaku menyimpan sisa kekuatan jiwa di lengan bawah yang belum dilepaskan. Saat bersilangan dengan hantu yang mengacungkan gada bergigi, dengan sengaja kubiarkan lengan yang sudah 'beraksi' itu terluka."
Saat ini, aku tergeletak lemah di tanah. Sebuah kekuatan menyelimutiku, bahkan peleburan roh pun tak bisa kuhapus. Yu Cui Zi! Ia tak punya waktu untuk berdebat. Aku terkunci sepenuhnya dalam pengaruh kekuatannya, bahkan tak bisa menutup mata. Tatapanku langsung bertabrakan dengan tatapan Yu Cui Zi!
"Hingga harus menguras kekuatan jiwa untuk melawanku?" Itulah pikiran terakhirku sebelum kesadaranku benar-benar hilang.
"Yang masih hidup, dua orang, hajar habis-habisan. Asal tak mati. Sisanya, kendalikan kawanannya. Yang berbahaya, jangan ragu-ragu, bunuh saja." Suara dingin Yu Cui Zi menggema di telingaku. Sayang, aku sudah tak punya emosi lagi. Tatapannya kini seperti telah menyusup ke otakku, memberikan rasa nyaman yang tak pernah kurasakan sebelumnya - seperti orang kelelahan yang berendam di sumber air panas, hanya ingin bertahan dalam kenyamanan ini, tak peduli apapun.
Sementara versiku yang masih melakukan segel tangan juga tak mungkin punya perasaan. Roh sisa seperti itu bisa menggunakan ilmu Zhongmao hanya karena lingkungan khusus ini. Mana ada tenaga lagi untuk merasakan dunia luar?
Aku ingin tidur, tiba-tiba merasa Yu Cui Zi itu tidak begitu menakutkan. Bahkan ia terasa sangat hangat, menjadi keberadaan paling hangat di dunia. Ia memberiku penghiburan yang begitu baik, bagaimana mungkin aku menyakitinya?
Bahkan, haruskah aku mencintainya? Tatapanku tiba-tiba menjadi bingung. Yu Cui Zi di hadapanku bagai manusia tercinta di dunia. Aku tak ingat siapa pun lagi, duniaku berubah menjadi kekacauan. Saat dua Hantu Berjubah Merah mendekatiku, salah satunya menendangku keras. Rasa sakit itu tak mampu mengalihkan pandanganku sedikit pun. Sekalipun nyawa hanya tersisa sesaat, aku hanya ingin memandanginya dengan penuh kekaguman...
Tinju-tendangan penuh amarah menghujam tubuhku seperti air bah. Sakit fisik yang luar biasa tak sebanding dengan penghiburan dan kenyamanan dalam hati. Sekalipun dari sudut mataku kulihat empat Hantu Berjubah Merah menyerbu kerumunan orang, aku tak peduli. Haruskah aku peduli?
Sekejap kemudian, aku terjerat dalam kegelapan. Seluruh duniaku hanya diisi oleh Yu Cui Zi yang berdiri megah bagai dewi. Ia menatapku, lalu tiba-tiba bersabda: "Bersediakah kau melakukan apapun untukku?"
Matanya bagai lentera paling terang dalam kegelapan, menjadi satu-satunya harapanku dalam temaram.
Dalam hati telah ribuan kali aku mengaumkan kesediaan. Tapi ada kehendak lemah yang terus menghalangi: Jangan ucapkan kata "setuju"! Ia memperingatkanku, sekali terucap, aku akan mengalami kehancuran total!
Kehendak ini, tidak, apakah ini? Terasa begitu familiar, seakan telah menyertai sejak aku lahir. Aku terjerat dalam kesakitan, sementara Yu Cui Zi terus mendesak: "Kau mau? Kau mau?"
Perasaan sedih yang begitu menyiksa! Kesedihan ini lebih mencemaskan daripada rasa sakit yang datang dari tubuhku, sampai-sampai suara langkah kaki yang sangat keras di telingaku pun sama sekali kulupakan.
Bagaimana mungkin aku bisa merenung dalam kondisi seperti ini? Dalam kurungan spiritual yang mutlak ini, mengapa ada suara langkah kaki yang masuk ke telingaku?
Yu Cui Zi tampak gelisah, terus-menerus mendesakku. Aku sudah tak ingin melawan. Aku mengangkat kepala hendak mengiyakan, itulah keaslian hatiku yang paling dalam. Namun tiba-tiba di kegelapan ini muncul dua titik cahaya hijau. Apa itu?
Dalam kebingungan, kulihat cahaya hijau itu tiba-tiba membesar, seketika mengoyak dimensi gelap ini. Kegelapan di hadapanku sirna, berbagai suara riuh kembali memenuhi telinga. Pertama yang kulihat adalah sepasang mata hijau bercahaya.
Bahkan kurasakan ada kekuatan yang menghalangi antara aku dan Yu Cui Zi. Semua memori yang hilang, semua perasaan air bah kembali membanjiriku. Lalu suara perempuan lembut menggema: "Kakak Bai, beristirahatlah. Kau lelah."
