Pertarungan antara Huigen dan Xiao Chengqian sungguh mengerikan. Pada saat pewarisan ilmu selesai, dengan insting aku melirik sejenak—dua hantu jenderal termasuk Li Hao telah terbunuh, tersisa empat hantu jenderal.
Namun otakku masih belum sepenuhnya sadar, terbenam dalam misteri pewarisan ilmu Guru leluhur. Untuk sementara waktu, aku sulit merespon segala sesuatu di luar.
"Masih enggan bangun? Tak takutkah keadaan buruk ini tak terbalikkan?" Ucapan Guru leluhur menyadarkanku sepenuhnya. Kurasakan tekanan energi spiritual dalam suaranya, namun perkataan itu ditujukan ke singgasana yang tetap membisu.
Tak ada respons dari singgasana. Hanya tirai di depannya bergetar ringan, seolah mengisyaratkan kegelisahan sang penguasa di baliknya. Hanya itu.
"Hng." Guru leluhur menyeringai dingin, tangannya terlipat di punggung. Tapi siluetnya tampak memudar—hatiku berdesir. Apakah pewarisan ilmu terlalu membebaninya?
Bukan hanya aku yang khawatir. Kami semua memandangnya dengan perasaan sama. Tapi Guru leluhur hanya berkata datar: "Pewarisan selesai. Lakukan tugas masing-masing! Tanggung konsekuensinya—apapun pengorbanan, apapun hasilnya. Tak ada yang bisa dihindari."
Kalimat yang sangat sederhana, prinsip yang jelas dan mudah dipahami, tapi aku tidak mengerti apa yang dimaksud Guru leluhur?
Kalau begitu, mari kita bertindak!
Aku menutup mata menarik napas dalam-dalam. Konten yang baru saja Guru leluhur wariskan padaku masih tersaring di otak. Setelah merenung, yang paling harus kulakukan sekarang adalah hal ini.
Dengan pikiran ini, aku meraih Kuas Fu dari kantong kain kuning di belakang. Kuas ini jarang kugunakan kecuali saat menggambar jimat ungu. Saat Guruku mewariskannya padaku, dia pernah bilang jangan sembarangan memakainya. Ini kuas terbaik warisan Guru leluhur, juga barang kesayangannya. Dulu Guru leluhur pernah bertempur hebat, dan kuas ini berhasil menggambar tiga jimat emas berturut-turut dalam pertempuran itu.
Saat itu, kudengar ceritanya dengan penuh kekaguman! Apakah Guru leluhur adalah dewa turun ke bumi? Masih bisa menggambar jimat saat bertempur, itupun tiga jimat emas sekaligus!
Tapi Guruku berkata: "Gurumu pernah bilang, pertempuran itu hampir melebihi batas kemampuannya. Kalau bukan karena kuas ini, dia tidak akan bisa menyelesaikan tiga jimat emas dalam pertempuran."
Jadi wajar saja kuas sehebat ini memiliki roh senjata. Dan untuk hal yang akan kita lakukan, menggunakan kuas ini adalah pilihan paling tepat, bukan?
Sambil berpikir begitu, kuas di tangan, aku mendekati Kak Cheng Xin. Aksi berikutnya sebenarnya adalah persiapan matang untuk pertarungan ilmu Kak Cheng Xin.
Persis saat itu, siluet melintas di depan mataku. Seorang perempuan tiba-tiba menerobos masuk ke arena pertarungan - Cheng Zhen!
Ternyata ada orang yang lebih gegabah daripada aku! Aku tersenyum tipis. Meski tak tahu persis apa yang Guru leluhur wariskan kepada Cheng Zhen, kini penampilannya di mataku telah berubah drastis.
Inikah bentuk akhir penyatuan roh Cheng Zhen? Lengan bajunya yang berlengan lebar telah menghilang. Ular imut itu berubah menjadi benda mirip cambuk yang melilit lengan Cheng Zhen. Di lengan satunya terdapat tato ular utuh dengan kepala ular yang tersenyum sinis, memancarkan aura horor dan misteri.
Di kemudian hari, aku pernah bertanya: "Cheng Zhen, kenapa waktu itu lengan bajumu hilang?"
Cheng Zhen menjawab dengan santai: "Oh, pertama kali merasakan penyatuan roh sempurna, harus sedikit pamer dong. Lengan bajunya kusobek."
Jawabannya membuatku terdiam lama. Sungguh sulit bagi pria memahami isi hati wanita.
Namun saat itu, Cheng Zhen berseru penuh semangat: "Ternyata menyatu dengan ular ini bukan cuma soal menyerang! Harus manfaatkan keunggulan ilmu firasat juga! Oke, Huigen, Xiao Chengqian, kalian istirahat saja. Aku yang akan menghadapi mereka sendirian."
Sendirian melawan empat hantu jenderal? Senyum tipis mengembang di sudut bibirku. Ini bukan hal mengejutkan. Jika penyatuan roh sempurna tak bisa mengalahkan empat hantu jenderal, itu akan mempermalukan nama keturunan Lao Li. Darahku pun mendidih, meski kini tak perlu turun tangan.
Pertarungan puncak sesungguhnya baru saja dimulai.
Antar teman harus saling percaya. Dengan satu ucapan heroik Cheng Zhen, Huigen dan Xiao Chengqian hanya saling pandang sejenak, lalu segera mundur dari pertempuran tanpa setengah kata tanya.
Kuas Fu di tanganku yang sudah siap menulis tiba-tiba berhenti. Aku ingin melihat bagaimana penampilan terakhir Cheng Zhen saat menyatukan roh mencapai bentuk puncaknya.
Semua orang terdiam, hanya Chengyuan yang berbisik pelan: "Aku juga ingin turun tangan?" Aku tersenyum tipis sambil memeluk Chengyuan di sampingku: "Sabarlah, masih banyak kesempatan. Kaurah getaran di bawah kaki? Percayalah, pasti ada perubahan di kota luar dan dalam. Indera spiritualku mengatakan perubahan ini tak biasa. Pertempuran besar menanti."
Chengyuan mengangguk patuh. Guru leluhur melirikku dan bergumam: "Dari mana Lichun menemukan bocah ini? Indera spiritualnya..."
Guru leluhur tak melanjutkan, namun gumamannya membuatku linglung! Dari mana? Dari rumah kami! Saat itu, bayi lemah yang nyaris tak bertahan dikepung ratusan hantu.
Selang percakapan, Cheng Zhen tiba-tiba bergerak. Dengan kecepatan sekejap cahaya redup, cambuknya sudah melesat menyerang di udara. Hantu jenderal yang mendekat langsung dililit dan dihalangi...
Sosok Cheng Zhen sendiri samar-samar terlihat, membuat orang luar bingung apa sebenarnya yang sedang dilakukannya.
Tapi, kami sudah sama-sama paham, dan tergetar!
Penjelasan singkatnya: cambuk itu adalah jelmaan ular imut, serangan otomatis berasal dari ular imut. Dari penampilannya yang mampu menghadapi empat hantu jenderal sekaligus, bisa dikatakan ular imut ini setidaknya sudah pulih 60% kekuatannya, belum lagi ia belum menggunakan racun.
Mengenai Cheng Zhen, sederhananya: karakteristik gerakan meliuk ular dan kepekaan ular terhadap perubahan fengshui serta medan perang tetap melekat padanya. Dimanapun pasti ada fengshui, tak peduli seberapa terhalang oleh penghalang eksternal, ahli fengshui sejati akan mampu melihat esensinya! Cheng Zhen sedang menyusun formasi fengshui!
Meski penghalang kali ini adalah mimpi, dengan memanfaatkan sifat sensitif ular imut, bahkan tanpa bantuan Kak Cheng Qing, ia bisa menangkap secercah kebenaran.
Inilah yang disebut Cheng Zhen sebagai kombinasi serangan dan pertahanan. Dirinya dan ular imut akhirnya mencapai puncak sinergi melalui penyatuan roh. Cheng Zhen bisa menyusun formasi berkat ular imut, sementara ular imut memperoleh keunggulan tempur dari formasi yang terbentuk!
Aku menarik napas dalam, teringat kisah tentang penyatuan roh yang pernah diceritakan Xiao Chengqian di hutan tua dulu. Pada puncaknya, penyatuan roh bisa membuat kita melakukan ritual seperti diri sendiri – betapa dahsyatnya kekuatan itu?
Analogi sederhana: bayangkan binatang buas yang kuat tiba-tiba menguasai ilmu bela diri manusia. Bisa dibayangkan?
"Cheng Zhen benar-benar menunjukkan adegan seperti ini kepada kami!"
"Hmm, dalam mimpi ini baru ada enam persen aura dari penyatuan roh yang sempurna." Guru leluhur hanya memberikan komentar singkat setelah melihatnya.
Aku tertegun memandang Guru leluhur. Baru enam persen? Bagaimana kalau sepuluh persen? Jika Guru leluhur sendiri dengan kemampuan sejatinya menyatukan roh dengan aura penuh, apakah kekuatan itu bisa menyaingi pertarungan dewa?
Melihat ekspresiku, Guru leluhur berkata dengan lembut: "Generasi gurumu seharusnya bisa mengeluarkan sembilan persen aura saat menyatukan roh dengan siluman-siluman ini. Sayangnya..." Matanya berbinar sendu mengenang, lalu melanjutkan: "Generasimu justru beruntung mendapat peluang! Takdir tetap takdir. Hanya sayang, roh-roh siluman ini belum cukup terpelihara. Kecuali ada kondisi khusus untuk memulihkan kejayaannya, hanya waktu yang bisa merawatnya perlahan."
Setelah itu, Guru leluhur kembali hening. Sebenarnya tanpa diucapkan, aku pun paham. Penyatuan roh membuat generasi kami terlihat perkasa. Tapi jika bertarung tanpa roh gabungan, kami masih jauh tertinggal dari generasi guru.
Sayang, mereka... Aku menunduk, tak ingin merenung lebih jauh. Cheng Zhen hampir pasti menang. Tinggal lihat reaksi Penguasa Kota.
"Kak Cheng Xin, lepas bajumu." Kupegang Kuas Fu sambil berbisik penuh konsentrasi.
Aku juga akan membantu Kak Cheng Xin turun tangan!
