Saat Yu Cui Zi menoleh, rasanya detak jantungku hampir terhenti! Padahal saat ini aku dalam kondisi roh yang mustahil memiliki detak jantung.
Sekejap itu kukira segalanya telah berakhir, proses menyatukan roh ini sudah jauh melampaui perkiraanku. Namun ketika pandangan Yu Cui Zi jatuh pada wajah Kak Cheng Xin, perubahan ajaib kembali terjadi.
Kami jelas-jelas berada di aula besar ini, namun tiba-tiba lingkungan sekitar berubah total menjadi pemandangan asing.
Malam yang sunyi dan indah, cahaya bulan samar menyinari sungai kecil yang mengalir tenang. Pohon-pohon kecil di samping kami berdesir lembut diterpa angin...
Sesaat aku linglung, hampir tak bisa membedakan realitas. Tiba-tiba suara Guru leluhur menggema: "Apa kau lupa mantra penenang aliran kita? Cepat batin!"
Aku tersentak bangun, baru sadar ini ulah Kak Cheng Xin! Tak berani menunda, segera kubaca mantra penenang dalam hati. Dalam hati bertanya-tanya: Menyatukan roh macam apa ini? Sampai orang biasa sepertiku pun TERKENA ILMU?
Seiring dengan membatin mantra penenang, perasaanku perlahan menjadi tenang. Melihat saudara seperguruan lainnya juga demikian. Sedangkan Xiao Chengqian dan Lushan, entah apa yang diingatkan Guru leluhur pada mereka, ekspresi mereka pun mulai jernih. Tao Bai yang pingsan tidak menjadi masalah.
Terakhir adalah Huigen. Sejak awal ia hampir tidak terpengaruh. Di antara kami semua, isi hati Huigen-lah yang paling murni, orang yang paling tak tergoyahkan oleh lingkungan palsu.
Berbeda dengan kami yang semakin tenang, Yu Cui Zi akhirnya menunjukkan sedikit ekspresi. Ini pertama kalinya ia menunjukkan reaksi setelah menatap wajah Kak Cheng Xin selama hampir lima detik.
Aku tak bisa menggambarkan seperti apa ekspresi itu. Bahkan sedikit saja emosi yang terpancar, terasa sangat membebani hatiku! Karena terlalu kuat, hingga membuat orang merasa sesak napas.
Bukan cinta, juga bukan kebencian. Lalu apa? Hanya dengan sekali pandang, aku tak berani melihat lagi. Bagaimanapun ini Hantu Rakshasa. Sedikit saja ekspresi aslinya, sangat mempengaruhi perasaan. Aku hampir terjerat emosinya.
Menghadapi Yu Cui Zi seperti ini, pandangan Kak Cheng Xin tetap lembut. Sekilas saja melihatnya, orang akan percaya ia sangat mencintai wanita ini. Ia melangkah beberapa langkah ke depan, lalu memanggil pelan: "Cui Zi?"
"Hehehe..." Yu Cui Zi menyembunyikan ekspresi rumitnya, mulai tersenyum sinis. Sekejap kemudian, tubuhnya menghilang dan tiba-tiba muncul di depan Kak Cheng Xin. Tanpa diduga, tangannya mencekik leher Kak Cheng Xin dan mengangkat tubuhnya.
Kekasaran Yu Cui Zi membuat wajah Kak Cheng Xin dipenuhi kesakitan. Namun yang lebih menyayat hati adalah tatapannya - penderitaan tak terperi seperti dikhianati sang kekasih. Di balik kepedihan itu, tetap terpancar kelembutan yang begitu pekat hingga tak terurai.
Kami semua tegang, terutama aku. Andai bukan karena tatapan peringatan Guru leluhur, nyaris saja aku langsung menerjang. Bagaimanapun, lawan Kak Cheng Xin adalah Hantu Rakshasa. Mustahil dia menang, apalagi proses penyatuan roh-nya memang bukan untuk pertempuran!
Aku tak mengapa Guru leluhur menghentikanku? Hati ini juga diselimuti kekecewaan. Apakah kita sudah gagal? Rupanya Yu Cui Zi tak berhasil dibius.
"Penyatuan roh Cheng Xin dan pandangan Cheng Zhen, tidak sepenuhnya berhasil meski sudah mencapai bentuk akhir. Kalian masih terlalu hijau, kurang akumulasi waktu di berbagai aspek. Tidakkah kalian sadar, saat menyatukan roh Cheng Xin tak bisa mengendalikan energi spiritual dengan sempurna, hanya fokus pada Yu Cui Zi saja, sehingga semua orang yang hadir pun terkena pengaruh." Guru leluhur tidak mengambil tindakan apapun terhadap kesulitan Kak Cheng Xin saat ini, malah menjelaskan proses penyatuan rohnya kepada kami.
"Ingin menipuku? Di dunia ini ada roh yang berani menipuku? Sungguh menggelikan! Lihat aku hancurkan ilusi ini." Di sisi lain Yu Cui Zi mulai bersuara, makhluk itu tidak langsung membunuh Kak Cheng Xin, melainkan menyindir dulu. Matanya tiba-tiba bersinar terang, menatap langit dalam ilusi ini - mungkin ini yang disebut memecahkan ilusi dengan kekuatan murni?
Soal tipu-menipu seperti ini memang sama sekali tidak kupahami.
Seiring tatapan Yu Cui Zi yang turun, kurasakan alam semesta bergetar. Perlahan seluruh dunia menjadi samar, seperti lukisan cat air yang mulai memudar - bulan purnama di langit, sungai yang mengalir, hingga pepohonan dalam desau angin...
"Guru leluhur!" Teriakku panik. Jika ilusi sudah hancur, bukankah Yu Cui Zi akan segera sadar? Pasti tak bisa ditipu lagi.
Guru leluhur terdiam sejenak, hanya melambaikan tangan menghentikan kami. Setelah lama baru berkata: "Jangan terburu-buru. Mari kita lihat dulu kelanjutannya."
"Aku sekali lagi ditekan oleh Guru leluhur. Bagaimanapun, di dunia ini masih ada beberapa orang yang perkataannya akan kupercaya tanpa syarat, dan salah satunya adalah Guru leluhur."
Ilusi segera dihancurkan oleh Yu Cui Zi. Malam yang penuh nuansa romantis itu hanya bertahan kurang dari dua menit sebelum menghilang. Kami kembali berada di aula besar ini. Kulihat Cheng Zhen lagi - di sisinya hanya tersisa dua hantu jenderal. Ekspresinya terlihat cukup santai, kemenangan sudah di tangan.
Ternyata ia sama sekali tidak terpengaruh. Kutebak mungkin karena dia sudah menyiapkan formasi sebelumnya, sementara Kak Cheng Xin tidak fokus padanya. Belakangan terbukti memang demikian.
"Hehe, trik kekanak-kanakan," sindir Yu Cui Zi setelah menghancurkan ilusi, nada suaranya penuh kesombongan. Tatapannya ke arah Kak Cheng Xin mulai memancarkan keganasan. Saat itu, aku benar-benar yakin Yu Cui Zi akan menyerang Kak Cheng Xin.
Apa yang akan dilakukan Kak Cheng Xin? Pertanyaan ini terus mengusik pikiranku. Akankah dia melepaskan energi spiritual dan bertarung habis-habisan seperti di perahu dulu? Atau ada jurus baru? Atau menyerah dan menghentikan upaya penipuan dalam permainan ini?
Namun yang tak kusangka sama sekali, Kak Cheng Xin justru tidak melakukan apapun. Bahkan tidak melawan. Dia hanya menatap Yu Cui Zi dengan tatapan sedih yang seakan terpendam ribuan tahun, lalu menutup mata sambil menahan napas dan berkata terputus-putus: "Sekali... lagi... mati... apa... masalahnya?"
Pada saat yang sama, di belakangku, Huigen tiba-tiba memegangi lehernya sambil batuk dengan dahsyat, ekspresinya terlihat sangat polos.
"Huigen, kau...?" Aku khawatir melirik ke arah Huigen, si nak ini biasanya sangat kuat, apalagi dalam kondisi roh, bahkan dalam keadaan tubuh yang hidup pun tak mungkin masuk angin. Kenapa batuknya mirip seperti orang masuk angin?
"Itu cuma Teknik Pemindahan Luka, si nak ini pilih objek yang tepat." Guru leluhur langsung menembus semua ilusi. Rupanya tanpa disadari Kak Cheng Xin sudah menggunakan Teknik Pemindahan Luka, dan membuat Huigen yang paling perkasa menanggung bebannya. Begitu rupanya...
"Penyatuan roh sejati bukan tentang memaksimalkan kekuatan satu pihak, tapi mengintegrasikan kekuatan kedua belah pihak. Dengan memanfaatkan kekuatan jiwa gabungan yang kuat, dalam proses transformasi, kedua pihak bisa mencapai performa maksimal. Inilah kondisi ideal penyatuan roh, bahkan sesuatu yang 1+1>2, mengerti?" Penjelasan Guru leluhur saat mengajarkan ilmu itu kembali mengapung di pikiranku. Benar saja, baik Cheng Zhen maupun Kak Cheng Xin membuktikan hal ini.
Memang benar. Kolaborasi antara aliran pengobatan dan spesialis daya pikat benar-benar luar biasa. Hmm, bahkan bisa buka praktik sebagai dokter psikologi!
Pikiranku melayang-layang, tapi tetap khawatir: apakah dengan sekadar satu tatapan dan satu kalimat, Kak Cheng Xin bisa menyentuh hati Yu Cui Zi?
Melihat Kak Cheng Xin, mendengar perkataannya, Yu Cui Zi tiba-tiba tertawa terbahak-bahak dengan gila. Dari raut wajahnya, seolah ia ingin mencekik Kak Cheng Xin saat itu juga. Namun meski wajah Kak Cheng Xin menampakkan ekspresi kesakitan, ia tetap hidup. Batuk-batuk Huigen juga tak menunjukkan tanda-tanda memburuk.
Akhirnya, setelah kebuntuan ini berlangsung beberapa detik, Yu Cui Zi melepaskan Kak Cheng Xin. Tapi tangannya masih menempel di leher Kak Cheng Xin. Dengan suara membeku, ia berkata pada Kak Cheng Xin: "Buka matamu."
Raut wajah Kak Cheng Xin perlahan pulih ke tenang. Tanpa ragu, ia membuka mata sesuai perintah. Tatapannya yang masih lembut tertuju pada wajah Yu Cui Zi - kelembutan tulus yang bisa mencairkan segalanya. Hanya anak laki-laki yang sedang jatuh cinta yang mungkin memiliki tatapan seperti itu.
Tapi Yu Cui Zi sama sekali tak tenggelam dalam kelembutan itu. Seketika, matanya bertatapan langsung dengan mata Kak Cheng Xin. Dari sudut pandangku, bahkan terlihat cahaya aneh berkilau di mata Yu Cui Zi. Ia langsung menggunakan daya pikatnya.
Guru leluhur yang selama ini hening akhirnya melangkah ke depan dengan tangan tergenggam di punggung. Suaranya lirih: "Inilah langkah paling berbahaya! Jika penyatuan roh Cheng Xin lebih kuat dari Yu Cui Zi, pada detik ini juga kemenangan bisa ditentukan."
“Guru leluhur, apa maksudnya ini?” Aku tidak merasa Kak Cheng Xin melakukan apapun. Semua ini meskipun menggetarkan, tapi terasa terlalu biasa, terlalu sederhana. Masih belum sebanding dengan pertarungan ilmu antara Kak Cheng Xin dan Yu Cui Zi di haluan kapal, dimana energi spiritual langsung berubah menjadi berbagai ilusi yang bertarung habis-habisan!
“Tingkat daya pikat rubah bermata hijau mana mungkin bisa kau pahami saat ini nak? Daya pikat sejati tingkat tertinggi itu seperti hujan musim semi yang meresap pelan-pelan, memikat tanpa disadari! Sama seperti dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang konsisten melakukan hal mengharukan untukmu, membuatmu menerimanya. Saat melakukan itu, dia pasti benar-benar tulus dan total. Mana mungkin sejak awal kau diberi tahu bahwa sebenarnya kau sedang dipikat? Memaksa memikat dengan kesadaran mungkin akan membuatmu tenggelam, tapi tetap menyisakan celah dalam hati yang suatu hari akan terbongkar.” Guru leluhur menjelaskan dengan singkat.
Tapi kurasakan diriku tak sepenuhnya paham. Hanya tahu bahwa Kak Cheng Xin kini berada di momen paling berbahaya. Siapa yang lebih kuat akan segera terlihat di sini!
