Untuk mencapai sana, cara terbaik tentu dengan menyatukan roh. Menggunakan kecepatan Si Bodoh jelas jauh lebih baik daripada aku berlari konyol ke sana. Penundaan bisa menimbulkan perubahan. Jika terlambat, aku khawatir Cheng Zhen dan yang lain takkan bertahan, dan aku juga takkan bisa mencapai tujuan dengan lancar.
Sambil berpikir begitu, aku hendak menyatukan roh. Namun Guru leluhur tiba-tiba menangkapku dan berkata: "Gunakan penyatuan roh tertinggi, kau pasti bisa."
"Apa?!" Aku nyaris berteriak reflek. Hanya untuk membangunkan Penguasa Kota, perlu menggunakan keadaan penyatuan roh puncak?
"Saat kau menerjang ke sana, situasi akan berubah! Ingat metode rahasia yang kuwariskan padamu. Kupersilakan kau fokus menerjang saja, jangan pedulikan hal lain. Aku tahu kau bingung dengan semua di sini, nanti akan kuberi penjelasan." Guru leluhur berkata padaku.
Penjelasan nanti? Artinya Guru leluhur juga akan tinggal setelah ini? Jika begitu, bukankah Guruku dan yang lain juga akan ditemukan dengan lancar? Hatiku tiba-tiba dipenuhi kegembiraan yang tak nyata.
"Sedangkan Guru leluhur saat itu tetap hening, untuk pertama kalinya duduk. Tangan-Nya tak membuat segel tangan apapun, juga tak menggunakan kekuatan spiritual. Hanya duduk sederhana, namun tiba-tiba tubuh-Nya memancarkan cahaya biru menyilaukan. Seberkas pilar cahaya biru melesat ke angkasa, bagaikan api yang berkobar dahsyat."
"Ini... Ini! Sekalipun awam, aku paham Guru leluhur hendak membakar roh-Nya! Untuk tujuan apa? Ini akan membuat-Nya hancur lebur!"
"Tak mengganggu. Jika kau khawatir, fokuslah pada penyatuan roh pamungkas dan serbu maju." Guru leluhur memberi penjelasan singkat, lalu menutup mata tak mempedulikan diriku lagi.
Pasang surut perasaan khawatir ini kuredam dengan tangan terkepal erat. Jika memang harus melakukan penyatuan roh pamungkas, biarlah! Penyatuan roh pamungkas berarti rohku sepenuhnya menyatu dengan roh Si Bodoh, di mana kesadaranku akan lenyap sementara, menyatu total dengannya. Dalam kondisi tubuh yang hidup, teknik ini membutuhkan tenaga dalam mumpuni sebagai pondasi untuk mempertahankan raga fisik - prinsip yang sama dengan mayat orang sakti yang tak lapuk selama ribuan tahun. Namun dalam kondisi roh, semua kesulitan itu tereliminasi. Tapi... bukan berarti aku sanggup melakukannya.
Jika berhasil, ini hanya sementara, pikirku. Hanya karena kondisi puncak penyatuan roh, cangkang roh Si Bodoh akan pulih ke kondisi puncak di bawah ritualku. Yang disebut cangkang roh adalah kemampuan Si Bodoh sendiri dalam menampung kekuatan jiwa. Jika sebelum kondisi puncak ibarat cangkir, maka kondisi puncak yang aktif adalah tong air besar.
Berbeda dengan kondisi puncak Kak Cheng Xin dan yang lain. Kekuatan jiwa mereka yang lebih lemah tetap bisa bertahan dalam kondisi puncak, menggunakan semua kemampuan kondisi tersebut. Hanya saja kekuatan yang dikeluarkan bervariasi tergantung kuat-lemahnya kekuatan jiwa.
Dari warisan ilmu ini aku tahu, Si Bodoh itu khusus. Begitu mencapai kondisi puncak, pasti langsung yang terkuat. Semua kekuatan mencapai puncak kegarangan, sangat radikal! Tidak mau mundur mempertahankan kemampuan dengan kekuatan terbatas!
Karena di luar kondisi puncak, semua kemampuan Si Bodoh tidak bisa aktif. Inilah keistimewaannya.
Kekuatan jiwaku tampak besar, tapi... aku menghela napas getir sambil membentuk segel tangan. Kurasa kekuatan jiwaku hanya bisa mempertahankan kondisi puncak kurang dari sepuluh detik. Aku paham Si Bodoh, juga diriku sendiri. Hanya tak mengerti kenapa Guru leluhur memilih ini.
Saat segel tangan terbentuk, Si Bodoh mulai mengaum dalam jiwaku. Suara auman semakin keras, sejenak kemudian telah bergema dari dasar hati menyelimuti seluruh aula.
Pada saat itu, aula yang awalnya terjerat dalam pertempuran sengit tiba-tiba diam. Semua yang hadir, kecuali Guru leluhur, ternyata menunjukkan ketundukan terhadap tekanan dahsyat Si Bodoh, termasuk aku sebagai majikannya. Aku merasakan itulah sosok raja, sang raja yang sesungguhnya telah muncul.
Untunglah ada tambahan energi biru yang dibawa Guru leluhur, membuatku dan Si Bodoh pulih ke kondisi puncak bersamaan. Juga berkat penjelasan detail Guru leluhur tentang sihir menyatukan roh saat mewariskan ilmunya, kalau tidak, bisa saja gagal memanggil Si Bodoh dalam bentuk akhir sejati kali ini.
"Graaawrr!" Dengan raungan yang mengguncang langit, Si Bodoh akhirnya muncul di dalam aula. Ini pertama kalinya aku memanggilnya dalam wujud pamungkas. Mataku tak bisa lepas dari tubuhnya.
Dibandingkan dengan penampilannya yang meledak-ledak sebelumnya, ukuran Si Bodoh kini justru lebih normal, hanya sedikit lebih besar dari Harimau Timur Laut biasa, seperti harimau yang lebih perkasa.
Tapi keistimewaannya mana bisa diukur dari ukuran? Bulu putih keemasan memancarkan kilauan pelangi, diselingi garis-garis hitam sebening batu permata. Di punggungnya terdapat dua sayap raksasa yang bila diamati ternyata terdiri dari pusaran angin yang terus mengalir.
Tubuhnya dikelilingi api emas. Sebenarnya aku tahu api itu sama sekali tak mematikan saat ini. Itu bukan api sungguhan, melainkan energi logam yang merembes membentuk sesuatu seperti nyala api, semacam 'perlindungan' Si Bodoh yang sesungguhnya bisa menyerang sekaligus bertahan.
Karena saat ini tidak ada injeksi kekuatan jiwaku, api-api ini hanyalah bentuk semu. Hanya ketika kekuatan jiwaku diinjeksikan, barulah ia dapat benar-benar berfungsi.
Cakar dan gigi Si Bodoh yang paling mematikan justru terlihat biasa saat ini. Cakarnya menyusut, giginya hanya seperti gigi harimau bertaring biasa. Tapi aku tahu, dalam bentuk akhir Si Bodoh, serangan baik cakar maupun gigi akan mencapai tingkat yang tak terbayangkan.
Penyatuan rohku begitu khusus. Harus memanggil Si Bodoh dalam bentuk akhir dulu, baru aku bisa menyatu dengannya. Tidak seperti penyatuan roh mereka yang bisa dilakukan diam-diam.
Usai auman Si Bodoh, seluruh aula yang semula diam kembali bergolak. Namun semua titik fokus kini tertuju pada tubuh Si Bodoh.
"Cheng Qing, mulai ritual! Cheng Yi, satukan roh!" Terdengar teriakan Guru leluhur. Kulihat kekuatan yang terbakar dari Guru leluhur itu menembus lubang di dinding, membentuk semacam jembatan sempit di kejauhan.
Tak ada waktu untuk ragu. Aku pun tak paham mengapa Guru leluhur mengorbankan begitu banyak. Dengan segel tangan terkepal, kurasakan seluruh kekuatan tubuhku mengalir deras ke Si Bodoh. Tanpa kusadari, tubuhku sendiri mulai melesat ke arahnya...
Penyatuan total ini adalah sensasi yang menakjubkan. Aku tak tahu dalam kondisi apa diriku berada, tiba-tiba memiliki penglihatan Si Bodoh. Kurasakan dua kekuatan yang terbagi jelas namun saling dipendam, terus mengisi tubuh kosong Si Bodoh...
'Wah' adalah suara kepakan halus sepasang sayap angin. Angin di sana akhirnya mulai mengalir. Sayap ini kini benar-benar menjadi sayap angin, seperti api di luar tubuh yang sebelumnya hanyalah sekadar bentuk kosong.
'Gemuruh' adalah suara api yang akhirnya menyala di sekitar tubuh. Tanpa panas, justru terasa dingin menusuk seperti tajamnya pisau - dingin khas senjata tajam.
Tak ada waktu untuk ragu. Kurasakan seluruh penyatuanku dengan Si Bodoh. Roh terus merasakan kekosongan, tak bisa terisi sempurna. Mempertahankan bentuk puncak ini pun nyaris mustahil, sepuluh detik pun mungkin terlalu optimis.
Melirik singgasana kabur di kejauhan, kusadari harus segera berlari ke sana.
Dalam kesunyian, kaki belakangku mulai mengencang. Sayap di punggung mengepak serentak. Seluruh aula bergema dengan deru angin. Dalam sekejap, tubuhku melesat seperti peluru menuju singgasana itu.
Jarak tidak terlalu jauh, seharusnya tidak masalah? Ini satu-satunya pikiran di kepalaku.
Tapi setelah menerjang keluar, aku merasakan begitu banyak hambatan yang terus-menerus menabrak dan memperlambat kecepatanku! Pada kecepatan awal yang sangat tinggi, aku sama sekali tidak bisa melihat asal-usul hambatan ini. Rasanya seperti ribuan kilatan merah melintas di sekitarku. Saat kecepatanku mulai melambat, barulah kusadari fakta yang membuatku merinding: tanpa kusadari, sekelilingku telah dipenuhi oleh ribuan hantu jenderal berjubah merah!
Berjejal tak berujung!
Mereka menggunakan tubuh mereka untuk menghalangi jalanku. Tak peduli jika tidak bisa menyaingi kecepatanku, karena mereka memenuhi setiap ruang di jalur ini - di langit maupun bawah tanah, ada di mana-mana, menyumbat semua jalan!
Dengan rela menggunakan energi tubuh untuk menghalangiku, mereka secara alami memperlambat kecepatanku meskipun sudah mendekati kecepatan suara!
Bagaimana ini bisa terjadi? Hatiku bergetar hebat. Di jarak ratusan meter ini, terkumpul ribuan hantu jenderal berjubah merah. Dari mana asalnya mereka? Tidak heran kematian belasan hantu jenderal sebelumnya sama sekali tidak menggoyahkan Tuan Walikota, ternyata...
Kelemahan rohku memberi tahu bahwa kondisi puncak tak bisa dipertahankan lama. Tabrakan tadi tanpa sengaja telah menguras banyak energi. Aku tidak punya waktu untuk takut atau ragu, hanya bisa terus menerjang maju.
Hantu jenderal berjubah merah di langit lebih banyak daripada yang di tanah. Aku menunduk, menggigit gigi, dan tanpa pikir panjang memilih terus menerjang ke depan melalui darat!
Masih dengan semangat tanpa peduli keselamatan diri, para hantu jenderal berjubah merah itu berduyun-duyun mendekatiku, tidak hanya menggunakan tubuh untuk menghalangiku, tetapi juga disertai berbagai serangan!
Saat ini, api di sekeliling tubuhku akhirnya menunjukkan fungsinya. Sifat logam yang tajam bagai pisau pemotong, dengan mudah membelah segala sesuatu yang mendekati tubuhku... Tapi itu juga terkuras dengan cepat.
Apa yang harus kulakukan? Ini benar-benar di luar bayanganku, kurang dari satu detik, kurasakan penyatuan roh terakhirku akan terlepas.
Padahal baru maju puluhan meter!
