Apa itu ‘jebakan sudah pasti’? Penyeberang ini berbicara pada kami? Baru sadar, otakku masih lambat menangkap ritme, tapi tiba-tiba aku teringat satu hal. Aku langsung melompat sambil terengah: “Ruyue, celaka... Ruyue!”
Aku ingat sebelum masuk ke kota dalam, kami menyuruh Ruyue menunggu di luar pintu gerbang kota dalam. Sekarang kami sudah kembali ke dunia hidup, Ruyue...
“Kakak San...” Suara familiar terdengar di belakangku. Tanpa menoleh, napasku langsung lega. Keringat dingin di tubuhku juga berhenti. Ruyue baik-baik saja, dia juga sudah kembali.
Ruyue tampak ingin mengatakan sesuatu, tapi tiba-tiba kurasakan energi yang mengejutkan menerjang ke arah kami!
Kulihat ke atas. Baru kusadari kami masih berada di atas karang itu. Bedanya, karang itu kini memanjang hingga ke pulau besar yang diselimuti kabut kelabu...
Bagaimana dengan Kota Baru? Apakah pulau besar itu wajah aslinya? Belum sempat kupikir, tangan raksasa kelabu membentuk tinju muncul dari kabut, menghantam kami dengan kecepatan tinggi. Energi mengejutkan itu berasal dari tinju raksasa itu.
"Bagaimana ini?" Sebutir keringat dingin menetes dari dahiku. Meski jaraknya jauh, dengan kecepatan ini, kurang dari 5 detik pasti akan menghantam kami. Tubuhku terasa hampa, kekuatan jiwa dan tenaga dalam sudah terkuras habis dalam pertempuran besar tadi. Bahkan andai kugunakan sihir itu...
Sebuah tangan menarik lengan bajuku diam-diam. Itu Cheng Zhen. Kupalingkan kepala, semua yang sadar menatapku. Ya, di saat seperti ini akulah yang harus mencari cara. Bahkan Cheng Zhen, wanita sekuat itu, tanpa sadar mulai tegang.
Yang lebih buruk, kami sekarang bukan dalam kondisi roh lagi! Baik kecepatan ritual maupun kekuatannya akan jauh melemah!
"Hng!" Desahan kesakitan terdengar. Ternyata si penyeberang. Baru kusadari, saat aku linglung tadi, penyeberang telah melepas baju atasnya. Tangannya terangkat - betapa menakjubkan lengan itu! Ototnya bukan jenis bonggol yang kekar, tapi ramping aliran aerodinamis. Sekilas tak sekuat otot berbelit Huigen, namun bahkan aku bisa merasakan ledakan kekuatan di baliknya.
Yang lebih menggetarkan: di lengan itu tergambar tato naga utuh berwarna darah. Semakin jelas seiring terkumpulnya kekuatan, seolah hendak hidup kembali.
"Sepuluh pukulan, nak. Aku bisa menahan sepuluh pukulannya. Selanjutnya, sebelum formasi besar berfungsi sepenuhnya, nyawa kalian hanya bergantung pada diri sendiri." Suara Penyeberang penuh kenangan mengharukan, juga nuansa pembebasan.
Sambil berbicara, tinju raksasa itu telah menghantam keras. Penyeberang meneriakkan mantra, lalu mengayunkan tinjunya dari kejauhan.
Sungguh pemandangan ironis. Tinju itu begitu besar, mungkin puluhan kali ukuran Penyeberang. Tinju Penyeberang terlihat konyol... Tapi saat ayunannya meluncur, kudengar gemuruh naga bergema.
Lalu kulihat jelas kekuatan keemasan berbentuk tinju serupa melesat menuju tinju abu-abu raksasa.
Sekejap, mereka bersilangan. Alam semesta mendadak hening... Hanya desau angin sepoi dan suara sujud keras, disusul gemetar suara Huigen: "Guru Leluhur!"
"Kau pasti pernah bertemu shixiong-ku. Akhirnya tahu juga identitasku yang terlupakan ini. Tapi jangan sebut nama Dharma-ku. Sejak hari itu, aku telah mencabut sendiri nama Dharma-ku. Tak layak lagi memilikinya." Penyeberang tak menoleh, suaranya masih sarat kepedihan yang tak terungkap.
Huigen tak menjawab. Suaranya tersedu-sedu saat kembali bersujud dalam-dalam...
Saat itu juga, alam semesta yang awalnya tenang tiba-tiba meledakkan kekuatan mengejutkan di area persilangan tinju. Air danau di bawah terhempas ke atas, membawa serpihan bangkai kapal yang tak terhitung ke langit sebelum jatuh menghujam keras.
"Oke, lagi!" Wajah penyeberang memerah bersemangat, teriaknya penuh semangat heroik menggema.
Tiba-tiba, titik abu-abu kecil muncul dari kabut tebal di pulau itu, berkedip-kedip mendekati kami. Saat hendak kupelajari lebih detail, air danau yang terhempas tadi tumpah deras 'Wah!' membasahi kepala dan wajah kami.
Setelah kuhapus air dari wajah, kabut abu-abu di pulau bergulung-gulung. Delapan belas pilar cahaya ramping menyembur ke langit, disusul empat pilar emas raksasa yang mulai naik perlahan.
Tetesan danau masih jatuh dari wajahku ketika titik abu-abu itu tiba-tiba membesar tak terkira. Di pupil mataku terpantul siluet Guru leluhur yang menggendong seorang anak kecil di lengannya - tak lain adalah Zhu Zhuo!
Melihat kedatangan Guru leluhur, penyeberang tiba-tiba membungkuk dalam-dalam melakukan sembahyang Buddha. Matanya berkaca-kaca saat menatap. Guru leluhur mengerutkan alis: "Sudahlah. Hati manusia sulit ditebak. Walau Langit adil dan karmamu telah terhitung, sesungguhnya ini bukan kesalahanmu."
Guru leluhur melayang jatuh di hadapanku. Saat itu, tinju abu-abu itu kembali terkonsolidasi dan menghantam kami dengan keras. Penyeberang segera bangkit, mengangkat lengannya untuk menghadang tinju itu dengan garang.
"Aku tak percaya! Dalam sepuluh pukulan, wujud aslimu pasti terungkap. Kau meremehkanku! Hari ini, bahkan dengan mempertaruhkan nyawa, aku harus melukai tubuh aslimu!" Tinju-tinju kembali bersilangan sementara penyeberang berteriak histeris. Kali ini, raungan naga terdengar semakin jelas dalam pukulannya.
Usai tinju-tinju bersilangan, suara dengusan hng terdengar dari pulau. Penyeberang pun mundur tiga langkah berturut-turut.
Kedatangan Guru leluhur membuat hatiku agak tenang. Namun saat kumemandang beliau, siluetnya terlihat memudar, tak lagi memiliki kehadiran nyata seperti saat pertama muncul.
Dadaku sesak, perasaan ini seperti kehilangan keluarga sendiri. Chengyuan yang berhati lembut langsung terisak: "Guru leluhur..."
Guru leluhur melambaikan tangan dan meletakkan Zhu Zhuo yang sedang tidur lelap. Baru kusadari keberadaannya. Beliau berkata: "Saat keluar, kutemukan anak ini. Masih ada satu buah karma yang belum kalian lunasi padanya. Jadi kubawa bersama."
Benar. Zhu Zhuo yang memandu kami, masih ada satu buah karma yang belum terbayar. Menghadapi situasi ini, Guru leluhur tak banyak bicara. Beliau mulai memandang sekeliling dengan cermat.
Pandanganku mengikuti arah mata Guru leluhur. Saat itulah, baru kusadari ada aliran energi biru yang menyambungkan Batu Tapal Batas dengan pulau kabut abu-abu. Di atas aliran energi itu, siluet-siluet biru terus mengalir deras menerjang pulau tersebut.
Delapan belas pilar cahaya kecil mulai berputar, sementara empat pilar energi raksasa perlahan menyelesaikan proses pengangkatan ke udara. Hanya dengan sekali pandang pada pilar energi emas raksasa itu, aku langsung terpaku!
Tiba-tiba, seluruh permukaan danau mulai bergoyang. Di empat atau lima titik, air danau mendidih lalu menyembur ke langit... Aku sangat paham, ini adalah efek tabrakan pukulan kedua yang jauh lebih dahsyat daripada pukulan pertama.
Guncangan hebat ini membuat kami hampir tak bisa berdiri tegak, namun mataku tak bisa lepas dari empat pilar cahaya keemasan itu.
Di dalam empat pilar emas itu, pertama kulihat Si Bodoh sedang mengaum di salah satu pilar. Pilar lainnya menampilkan wujud sempurna ular imut dan kura-kura bego tingkat dua yang saling melilit. Penampilan mereka persis mengingatkanku pada satu entitas - Xuanwu/Kura-Kura Hitam.
Situasi di pilar keempat agak mengerikan. Terdapat siluet Zhu Que yang samar-samar. Di area jantung burung mitologi ini, terdapat titik hitam kecil yang samar. Dengan mata biasa tak bisa terlihat, tapi setelah kugunakan Mata Ketiga sambil memejamkan mata, jelas kulihat titik hitam itu ternyata Tao Bai yang sedang tertidur lelap.
“Tao Bai…” aku terdiam, sementara di belakangku terdengar suara Lushan yang berhela napas: “Akhirnya tetap…” Apa yang dimaksud ‘akhirnya tetap’, Lushan tidak melanjutkan. Rahasia ini sampai sekarang masih belum ingin ia ungkap.
Adapun pilar cahaya terakhir, dibandingkan ketiga pilar lainnya terlihat lebih redup. Nampak jelas roh jiao yang suka bertarung milik Chengyuan berenang mati-matian di dalamnya, namun tetap terasa agak kesulitan menopang.
“Formasi besar masih kurang sempurna, sulit dioperasikan! Hanya bisa memojokkan Penguasa Kota itu,” Guru leluhur berkata singkat.
Tapi bagaimana cara memojokkan Penguasa Kota itu? Guru leluhur seolah membaca pikiranku, “Pasti bisa dipojokkan, karena ia ingin kalian mati! Ia melihat sebagian besar pseudo-empat simbol dalam pilar cahaya yang disegel adalah roh gabungan kalian. Ia tak punya kemampuan menghancurkan formasi besar, tapi jika kalian mati, roh gabungan itu akan menerima karma balasan hebat sehingga formasi besar tak bisa lagi bertahan.”
“Inilah pertarungan terakhir. Penguasa Kota Tua sudah terjepit, kini telah menggabungkan kekuatan dengan Penguasa Kota Baru…” Guru leluhur menambahkan penjelasan.
Di saat yang sama, untuk ketiga kalinya, tinju abu-abu itu kembali menghantam kami dengan keras. Kali ini, tinju tersebut memiliki energi yang lebih berwujud fisik dibanding sebelumnya, terlihat semakin dahsyat.
“Cheng Yi, bertarunglah! Berperang tanpa rasa takut, inilah yang harus ditanggung oleh Aliran 'Gunung'! Tidakkah kau dengar ucapannya? Sepuluh pukulan, dalam sepuluh pukulan ini dia pasti bisa memojokkan Penguasa Kota. Bersiaplah.” Suara Guru Leluhur tetap tenang, seolah sedang menceritakan hal yang sudah sewajarnya.
Bertarungkah? Pertempuran terakhir! Persatuan Penguasa Kota Baru dan Penguasa Kota Tua... Mari bertarung!
Aku menatap langit ungu kemerahan, akhirnya membentuk mantra terlarang itu dengan jari!
