"Lubang hitam apa? Cheng Yi, kau yang paham formasi ini, coba renungkan baik-baik - masak tak tahu arti lubang hitam itu?" Guru leluhur melirikku, tatapannya penuh sindiran. Jelas beliau mencurigai apakah guruku selama ini sungguh-sungguh mengajarkanku sesuai wasiatnya, sekaligus mempertanyakan keseriusanku mempelajari formasi ini.
Aku dengan malu menggaruk-garuk kepala: "Guru leluhur, aku tahu inti formasi ini adalah Mantra penuntun jalan skala besar. Tapi bukankah mantra itu hanya untuk navigasi? Bagaimana bisa sampai membuka dimensi dan menciptakan efek lubang seperti itu?"
"Itu tetaplah Mantra penuntun jalan, hanya saja kekuatan formasi ini luar biasa. Tahukah kau esensi mantra penuntun jalan? Sekilas remeh, tapi sebenarnya ia menunjukkan jalan antardimensi. Kalau tidak, mana mungkin hantu dan manusia bisa berada di alam semesta yang sama? Dunia yang ini pasti bakal kacau!" suara Guru leluhur tiba-ba terdengar sayu, matanya berkaca-kaca seolah teringat kenangan masa lalu.
"Apakah lubang hitam itu gerbang ke neraka?" Ruyue tak tahan menyela.
Guru leluhur mendengar, tiba-tiba tersenyum tipis: "Lubang hitam itu adalah sebuah jalan, penunjuk arah bagi hantu menuju tempat yang seharusnya. Tentang ujung jalan itu apa, apakah neraka? Aku pun tak bisa mengetahuinya."
Hal yang bahkan guru leluhur tak tahu? Ini membuatku merenung, teringat saat guruku menyeberangkan roh preta dengan perahu, pernah menyebutkan dunia Preta, teringat Kunlun yang samar dan tak nyata... Terkadang, sebagai praktisi spiritual, kita memang hanya tahu cara bertindak dan efeknya, namun alasan sejatinya tetap misteri.
Termasuk guru leluhur yang kupikir Mahakuasa pun tak tahu semua rahasia yang tersembunyi di dunia ini, apalagi alam semesta? Mengenai Kunlun, hampir saja kutanyakan langsung pada guru leluhur.
Kukumpulkan pikiran, kutatap guru leluhur. Saat ini, formasi besar telah sepenuhnya tersembunyi. Warna langit ungu kemerahan mulai memudar, memperlihatkan esensi biru langit. Kupikir dengan formasi ini, tempat ini akhirnya akan pulih.
Guru leluhur menghindari tatapanku, berkata pada kami: "Aku akan bawa Xiao Chengqian mengumpulkan roh jiao itu. Setelah Jue Yuan selesai ritual pelepasan arwah, biarkan dia beristirahat. Lakukan ritual khusus untuk nak ini."
"Guru leluhur" merujuk pada Zhu Zhuo. Saat ini Zhu Zhuo telah sadar, hanya saja penampilannya yang tiba-tiba muncul di sini membuatnya sangat bingung. Chengyuan sedang memberikan penjelasan perlahan kepada Zhu Zhuo. Melihat ekspresi Zhu Zhuo yang hampir sepenuhnya membatu, 'itu' mungkin tidak bisa membayangkan bahwa 'taruhan' yang diputuskan dengan mantapnya justru menghasilkan konsekuensi seperti ini.
"Guru leluhur..." Aku memanfaatkan momen ini untuk bicara. Sang Guru leluhur hanya meraba-raba jarinya sekenanya lalu berkata: "Tunggu sebentar, akan ada tamu tak diundang datang ke sini. Lebih baik bantu si nak itu menyelesaikan penangkapan roh jiao terlebih dahulu, baru membahas hal lainnya."
※※※
Proses Xiao Chengqian menyatukan roh jiao berjalan sangat lancar. Dia dan Guru leluhur pergi sendiri untuk menaklukkan roh jiao. Aku kira mereka baru akan kembali setelah beberapa jam, tapi tidak disangka dalam waktu kurang dari satu jam mereka sudah kembali.
Awalnya kukira mereka gagal, tapi melihat ekspresi Xiao Chengqian yang begitu bersemangat, aku sadar tebakanku salah. Seharusnya mereka berhasil.
Di sisi lain, sang Penyeberang terus berbicara sesuatu kepada Huigen. Dari ekspresi serius Huigen, kemungkinan sedang menerima warisan ilmu atau sejenisnya. Bagaimanapun dia adalah Guru leluhur Huigen, wajar jika memanfaatkan waktu untuk membimbingnya di saat seperti ini.
Ketika Guru leluhur kembali, sang Penyeberang baru menghentikan bimbingannya. Ditopang Huigen, dia berdiri dan berkata: "Urusan di sini telah selesai. Melalui formasi besar, tempat ini akhirnya benar-benar menjadi dunia para hantu - dunia yang baik. Kami manusia dunia yang seharusnya segera meninggalkan tempat ini."
Guru leluhur terdiam sejenak, berkata: "Oke, mari ke luar Batu Tapal Batas. Di luar tapal batas itulah persilangan antara dunia fana dengan dunia ini."
Penyeberang mengangguk: "Biarkan aku terakhir kali menyeberangkan di sini."
Huigen memandang penyeberang dengan khawatir, tatapannya jelas menunjukkan rasa tidak tega melihat penyeberang melakukan pekerjaan yang melelahkan ini. Tapi penyeberang tak menoleh, langsung berjalan mendahului menuju perahu tua itu.
10 menit kemudian, kami semua sudah berada di perahu. Tinggal menunggu Jue Yuan menyelesaikan ritual pelepasan arwah Zhu Zhuo sebelum benar-benar meninggalkan tempat ini.
Memandang danau yang tenang bagai cermin ini, melihat pemandangan yang sudah sedikit berubah, hatiku bergejolak. Pertempuran ini sebenarnya sangat mengerikan. Kak Cheng Xin dan Tao Bai masih pingsan, semua orang kelelahan sampai batas maksimal. Jika bukan karena dunia mimpi yang bebas dari hukum Langit, kuasa besar spektakuler itu pasti akan meminta nyawa kami sebagai konsekuensi.
Seperti teknik meminjam umur Kak Cheng Qing! Untung hanya terjadi dalam mimpi. Jika tidak, konsekuensinya pasti akan membuatku hidup dalam rasa bersalah dan kegelisahan seumur hidup...
Yang paling menderita seharusnya aku, rohku terluka parah! Ini sebenarnya berbeda secara esensial dengan kekuatan jiwa yang terkuras. Sama sekali bukan sesuatu yang bisa dipulihkan oleh Ginseng Jing. Ini adalah luka pada roh itu sendiri. Awalnya aku tak sempat merenung banyak, baru sekarang terpikir. Kali ini sepertinya bahkan jika Kakak Sulung Jenny muncul lagi, tak ada cara apapun bukan?
Tapi, aku tak merasakan kesakitan seperti terakhir kali. Pikiranku tetap sama seperti semula. Ini adalah perintah dari guru. Tak peduli roh terluka, bahkan mempertaruhkan nyawa pun tak masalah. Setidaknya... setidaknya telah menukarnya dengan kedamaian dunia di sini.
Saat aku melamun, Jue Yuan telah menyelesaikan ritual pelepasan arwah Zhu Zhuo, lalu melayang mendatangiku.
Setelah menerima warisan ilmu dari Master Hongren, aura Jue Yuan berubah total. Meski terlihat lemah, kesan sucinya semakin kuat. Ada nuansa kemurnian yang melampaui dunia fana, namun belas kasihnya masih kalah dibanding Master Hongren.
Jue Yuan melompat ke perahu penyeberang. Si penyeberang mengambil tongkat pendayung, menyentuh air perlahan. Perahu pun mulai meninggalkan tepi sungai, bergerak menuju danau.
Di dalam kabin perahu sunyi, hanya terdengar suara air terbelah. Semua mata tertuju ke tempat yang telah berubah total itu dengan tatapan kompleks. Tempat dimana kami bertarung dengan nyawa, meninggalkan lebih dari sekedar kenangan...
“Cahaya Buddha sebagai dasar, kekuatan pikiran mengambang di udara, ditambah kekuatan penekanan dari formasi besar, dan jalan reinkarnasi yang tersembunyi. Hanya arwah penasaran dan hantu jahat yang berniat bertobat yang bisa mendapatkan jalan keluar yang layak. Yang keras kepala akan ditekan oleh formasi besar, mengikis energi jahat mereka. Tempat ini benar-benar menjadi terminal transit bagi arwah tak bertuan di dunia fana. Bagus sekali.” Penyeberang di depan mendayung perahu, tiba-tiba berbicara dalam keheningan.
“Benar. Sebenarnya aku tidak yakin bisa memanggil proyeksi Empat Makhluk Suci melalui Pusat Inti Formasi terakhir. Awalnya hanya memperkirakan bisa meminjam sebagian kekuatan mereka. Tak disangka Langit berbelas kasih, menurunkan keempat makhluk suci. Dengan Empat Makhluk Suci menjaga formasi, formasi besar ini bisa beroperasi dengan damai selama ribuan tahun tanpa masalah.” Guru leluhur menyambung.
Ternyata, memasukkan Si Bodoh dan yang lain sejak awal bukan untuk meminjam kekuatan mereka, melainkan menggunakan ikatan darah mereka untuk memanggil kekuatan Empat Makhluk Suci. Namun, alisku berkerut sedikit saat bertanya pada Guru leluhur: “Lalu setelah seribu tahun?”
“Hehe.” Guru leluhur tersenyum, lalu menatapku: “Setiap generasi punya orang berbakat. Saat itu pasti ada orang seperti kita yang bekerja untuk kedamaian tempat ini. Kecuali jika dalam seribu tahun, sifat dasar manusia bukannya berkembang malah merosot, sepenuhnya menyimpang. Tapi aku tak percaya itu akan terjadi!”
Aku mengangguk. Sebenarnya bukan hanya kita dan Guru leluhur. Kekuatan roh yang disegel, kekuatan pikiran yang tiba-tiba muncul... Perjalanan tak panjang. Tanpa terasa perahu telah sampai di tepian.
Kami turun dari perahu satu per satu. Penyeberang itu menyentuh dayung di tangannya dengan ekspresi kompleks, lalu melemparkannya sambil menghela napas. "Selama bertahun-tahun, perahuku telah menyeberangkan banyak biksu dan praktisi spiritual. Akhirnya ada yang bisa kembali dengan perahu ini. Aku sangat bahagia. Di akhir pengabdianku sebagai penyeberang, bisa meraih keutuhan."
Tiba-tiba penyeberang itu memuntahkan darah dari mulutnya, mungkin lukanya kambuh! Huigen segera menyangga tubuhnya. Dengan gerakan gagah, penyeberang itu mengusap darah di sudut bibirnya. "Tak apa. Aku sudah cukup hidup. Di akhir hayat masih bisa menyelesaikan beban pikiran dan berbuat kebajikan. Apa lagi yang kurang?"
Huigen tercekat tak bisa bicara. Namun penyeberang itu tersenyum bahagia: "Ayo pergi. Di luar Batu Tapal Batas itulah tempat dunia yang layak bagi kita."
Guru leluhur mengangguk, melayang berjalan di depan. Huigen memapah penyeberang mengikuti di belakang, sementara kami membawa Kak Cheng Xin dan Tao Bai yang pingsan di punggung.
Bunga manjusaka merah menyala memenuhi lereng gunung, berpadu dengan cahaya matahari terbenam di ufuk. Seluruh alam semesta bagai terbakar dalam keheningan yang mencekam sekaligus memesona.
Ruang angkasa yang awalnya dipenuhi aura kematian aneh ini, kini memancarkan keindahan baru. Bukan vitalitas, tapi kemegahan terakhir nyawa yang terbakar tanpa penyesalan.
Lereng bukit tidak tinggi, setelah lebih dari dua puluh menit, kami pun tiba di Batu Tapal Batas.
Batu tapal ini masih memancarkan aura kuno yang penuh kenangan mengharukan. Kali ini akhirnya aku menemukan analoginya: seperti ambang batas yang kujumpai dalam ritual hukuman petir, atau energi yang dibawa lubang hitam berputar itu.
Anehnya mereka adalah entitas yang sama. Memandangnya, aku bertanya-tanya: Apakah formasi besar alami di sini benar-benar karya tangan alam semesta? Jika tidak, bagaimana mungkin ada Batu Tapal Batas seperti ini?
Telapak tangan mengusap permukaan batu. Kini telah hilang perasaan keakraban yang dulu membuatku terikat, berganti dengan kesakralan yang tenang dan khidmat. Di hati aku sangat paham, keakraban di hari itu muncul karena roh Guru leluhur ternyata tersembunyi dalam batu ini.
Aku sedang melamun ketika Kak Cheng Qing menarik tanganku melangkahi batu tapal. Di seberang batu itu, pemandangan berubah total menjadi jalan yang kami lalui saat datang. Yang berbeda, rumput-rumput kering itu kini memiliki semburat kehijauan tanpa alasan jelas, sementara roh-roh yang menempel di atasnya telah menghilang. Dengan adanya jalan penunjuk arah di sini, mereka tak perlu lagi menempel seperti itu.
Guru leluhur berdiri di luar Batu Tapal Batas, tangan terkunci di punggung, memandang ke kejauhan. Tiba-tiba beliau berkata: "Tempat ini... anggap saja sebagai lokasi perpisahan kita, ya?"
