Di bawah undangan hangat Guru Ge, aku menginap semalam di sini.
Sepanjang siang hari, kami menghabiskan waktu dengan mengobrol. Dari penuturan Guru Ge, aku mendapatkan banyak informasi berguna. Setelah disusun, yang terkait denganku terutama adalah poin-poin berikut:
Pertama, kuota 10 orang Guru Ge tahun ini sebenarnya belum terpenuhi - masih tersisa 4 slot. Namun sejak kejadian yang menimpaku bulan lalu menyebar luas di komunitas, Guru Ge mulai mengumumkan bahwa semua kuota telah habis. Pasalnya, terlalu banyak orang yang ingin membeli informasi tentangku dan saudara seperguruanku darinya.
Kedua, mengenai status hidup-matiku, Guru Ge sendiri pun tidak tahu sebelum aku muncul di hadapannya. Dia hanya bisa menduga dengan kemungkinan 30-40% bahwa aku masih hidup, mengingat informasi internal yang dia terima menyebutkan bahwa yang mencoba membunuhku adalah Makhluk Agung (dia tidak tahu itu Jiang Yi), dan kekuatan yang menargetkanku sangat besar. Alasan utama spekulasi ini adalah karena jenazahku tidak pernah ditemukan.
Ketiga, tentang yang disebut Pasar Besar. Pasar ini memang bisa dikategorikan sebagai pasar hantu, tapi tidak sepenuhnya sama dengan pasar hantu yang biasa kuhadiri setiap enam bulan. Pasar Besar adalah 'acara besar' sesungguhnya di komunitas, di mana transaksi antar manusia menjadi fokus utama! Diadakan setiap lima tahun sekali, hampir semua kekuatan besar - bahkan dari luar negeri - akan hadir. Acara ini berlangsung 10 hari, sehingga dianggap sebagai pengalaman yang wajib dikunjungi setidaknya sekali seumur hidup oleh anggota komunitas.
Selain pesan ketiga, dari dua pesan sebelumnya, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan bagi saya. Kelebihannya adalah tidak ada yang benar-benar yakin bahwa aku masih hidup, kemungkinan diriku hidup dianggap kecil, sehingga memudahkan aku untuk bergerak.
Kekurangannya adalah, rekan-rekanku sedang diawasi, dan kematianku sendiri masih dipertanyakan, sehingga aku menjadi 'sangat populer'. Baik yang berniat baik maupun jahat, semua ingin menemukanku. Setidaknya, menemukanku bisa dijadikan 'prestasi' bagi pihak yang menargetkanku, belum lagi kepentingan lain. Bahkan aku sendiri tidak tahu peristiwa apa yang membuatku menjadi figur penting bagi kekuatan besar ini. Jika misteri ini terpecahkan, mungkin seseorang bisa melesat ke puncak karir.
Hasil analisis informasi ini akhirnya membuatku menghela napas getir. Tidak kusangka, aku yang tak pernah peduli urusan komunitas, tiba-tiba menjadi 'figur populer' karena pembunuhan misterius dengan senjata api. Sayangnya, aku sendiri tak tahu alasannya.
Keesokan paginya, aku meninggalkan rumah Guru Ge. Dia mengatakan sesuatu yang membingungkan, intinya karena dia tahu aku masih hidup, dia tak bisa membiarkannya begitu saja. Dia menyuruhku tenang melakukan hal yang kuinginkan, karena aku masih memiliki perlindungan dari anggota seperguruan.
Tapi siapa yang akan melindungiku? Ini membuatku kembali menghela napas getir, namun Guru Ge tidak menjelaskan lebih lanjut.
Satu jam kemudian, aku sudah berada di kereta menuju Kota C. Setiba di sana, aku akan transit ke Provinsi X. Sekarang, tugas utamaku yang tak boleh kulupakan adalah menemukan saudara-saudara seperguruanku.
Setelah membeli tiket soft sleeper kereta kali ini, uangku benar-benar sudah sangat terbatas. Setelah memiliki hubungan spesial dengan Guru Ge, tentu aku malu untuk menjual bahan-bahan herbal kepadanya. Aku hanya bisa merencanakan untuk mencari apotek besar di Kota C setelah tiba nanti, lalu menjual sebagian bahan herbal yang kubawa. Tentang harga, sudah pasti tak bisa mengharapkan keuntungan, tapi itu satu-satunya jalan.
Sambil merenungkan ini, kususun kembali tas ranselku. Kantong kecil berisi bahan herbal kukeluarkan. Saat hendak memilah bahan yang akan dijual, aku terpana menemukan persediaan herbalku tidak berkurang, malah bertambah banyak.
Selain itu, di dalam kantong kecil itu terdapat dua amplop. Salah satunya sangat tebal. Setelah kubuka, ternyata berisi setumpuk uang kertas yang jumlahnya mencapai 20 juta setelah kuhitung.
Amplop kedua berisi surat dari Guru Ge. Isinya singkat: sebagai orang tua, memberikan hadiah pertemuan setelah bertahun-tahun tak berjumpa adalah hal wajar. Dia memintaku menerimanya dengan lapang, karena ini hanya bentuk perlindungan kecil dari generasi yang lebih tua.
Kusimpan surat itu dengan hati berdebar. Perasaan haru tak perlu diungkapkan lagi - inilah sahabat Guruku, bahkan hanya seorang "sekutu baik" menurut penilaian Guru Liu... Kebaikan sebesar lautan ini tentu kurekam dalam hati.
Pertemuan besar akan diadakan tiga hari kemudian. Sebagian besar pasukan dari berbagai pihak sudah berkumpul lebih awal di sana. Menurut jadwal perjalananku, pasti tidak bisa menyambut hari pertama pertemuan, bahkan hari kedua pun bermasalah. Namun meski punya uang, aku tidak berani naik pesawat karena memerlukan identitas. Jadi aku hanya bisa berdoa agar saudara seperguruanku tidak pergi lebih awal.
Kereta tiba di Kota C sudah tengah malam hari itu. Aku langsung buru-buru membeli tiket bus dan sangat beruntung mendapatkan tiket bus malam menuju Provinsi X.
Di dalam bus, aku praktis tidur setengah sadar. Saat terbangun, bus sudah memasuki wilayah Provinsi X.
Aku turun di Kota L. Di kota suci dan legendaris ini, aku tak punya waktu untuk merasakan atmosfernya. Aku tidak mengalami reaksi apapun terhadap dataran tinggi, hanya merasa napas kota ini jauh lebih murni dibanding tempat lain - ini intuisi seorang praktisi spiritual. Tempat ini memang ideal untuk pemurnian diri.
Setelah bertanya-tanya, aku menemukan tempat sewa mobil. Tapi prosesnya tidak lancar karena tujuanku adalah zona terlarang yang ditakuti banyak orang, wilayah luas tak berpenghuni itu.
Untungnya uang dari Guru Liu sangat melimpah. Seperti peribahasa "di bawah imbalan besar pasti ada pemberani", akhirnya aku berhasil menyewa sebuah mobil plus sopir pria Tibet yang terlihat sangat tangguh dan bersemangat. Bersama mereka, aku memulai ekspedisi ini.
“Apa kau mau menyebrangi zona terlarang dengan berjalan kaki? Dulu banyak prajurit yang mencoba, tapi sedikit yang berhasil kembali.” Dalam keheningan perjalanan, saat aku sedang berkonsentrasi merasakan alam semesta ini, sopir Tibet itu berbicara. Dia bisa bahasa Mandarin, meski tidak terlalu lancar.
Menyebrangi zona terlarang? Kedengarannya menggiurkan, tapi jelas bukan itu tujuanku. Dengan senyum kujawab: "Bukan menyebrangi, cuma ingin merasakan diri sendiri di antara langit dan bumi."
"Dengarkan nasihatku, itu sangat berbahaya! Jika kau ingin menikmati pemandangan, kita bisa ubah aliran ke tempat lain yang tak kalah memukau." Sopir itu sangat antusias dan tulus.
Pasrah, bagaimana mungkin menjelaskan urusan komunitas praktisi spiritual pada orang biasa? Bahkan banyak praktisi, terutama yang mandiri, belum tentu tahu keberadaan pasar besar ini.
Aku tersenyum tanpa bicara, menolak baik-baik niatnya.
"Aku benar-benar tak ingin kau meregang nyawa. Perlengkapanmu seadanya, bahkan bisa dibilang tak ada persiapan sama sekali." Saat mengatakannya, sudut bibirnya menyeringai. Jelas-jelas bukan sekadar 'seadanya', bahkan tak ada peralatan apapun padaku.
Akhirnya kami tak melanjutkan topik ini. Dibandingkan semangat sopir itu, sikapku terasa dingin. Meski harus kukui, cerita-cerita uniknya tentang tempat ini memicu rasa penasaranku.
Di suatu tempat, aku akhirnya turun dari gerbong kereta. Setelah empat hari perjalanan, akhirnya aku mendekati lokasi perhelatan akbar komunitas praktisi spiritual - tempat diselenggarakannya Pasar Besar.
Untuk menjaga kerahasiaan sisa perjalanan, aku memutuskan melanjutkan sendiri menuju lokasi penyelenggaraan Pasar Besar.
"Kau yakin tak mau kutunggu beberapa hari di sini? Rasakan zona terlarang ini, bertahan beberapa hari saja. Jangan pergi terlalu jauh, jangan sampai tersesat." Sopir tetap bersemangat membujukku, atau mungkin sedang berusaha mendapatkan pelanggan.
"Tidak perlu. Aku hanya ingin lebih dulu. Dalam beberapa hari, sahabatku akan menyetir ke sini. Yang perlu kulakukan hanyalah menunggu. Sebelum itu, aku ingin merasakan bagaimana rasanya menyatu dengan alam semesta sendirian." Aku menolak, terpaksa menolak.
"Kurasa kau takkan bisa merasakannya. Mengapa belakangan ini banyak orang tergila-gila pada zona terlarang, terutama akhir-akhir ini? Semoga kau mendapat perlindungan." Melihat keteguhanku, sopir itu pun pergi dengan pasrah.
Ucapannya yang terakhir bukan tanpa alasan. Di area yang seharusnya menjadi zona terlarang ini, tiba-tiba banyak bermunculan gerbong-gerbong kereta, kebanyakan mobil off-road mewah. Menurut pemahamannya, ini pasti karena banyak pengunjung yang datang merasakan zona terlarang. Tak mungkin ia mengira ini terkait perhelatan akbar para praktisi spiritual.
Setelah berpamitan dengan sopir, aku terus berjalan menyusuri jalan. Seperti yang dilihat sopir tadi, tiba-tiba banyak orang yang tertarik pada zona terlarang. Di sepanjang jalan ini, aku bertemu beberapa kelompok - ada yang sendirian sepertiku, ada juga yang berombongan.
Penampilan mereka mirip pejalan kaki biasa, namun melalui koneksi khusus energi spiritual, kusadari mereka semua adalah praktisi spiritual.
Dalam periode ini, terkadang gerbong kereta juga masih melintas! Di bagian jalan ini, masih memungkinkan untuk menyetir, hanya saja gerbong yang menyewa sopir orang biasa tidak bisa melanjutkan perjalanan.
Inilah adat pasar besar, dan semua aturan ini tercatat di sebuah kartu undangan.
