Orang itu adalah biarawan yang agak gemuk, terutama di bagian perutnya yang terlihat sangat 'berharga' – hanya pola hidup santai dengan arak dan daging bertahun-tahun yang bisa membentuk perut sebesar itu, apalagi usianya terlihat tidak terlalu tua.
Awalnya dia tidak menyadari kami, sambil mengangkat jubah biksu-nya, terburu-buru menuju kamar kecil.
Kulihat Lushan berusaha menahan diri, tapi matanya tetap memancarkan cahaya kebencian. Berbeda dengan Lushan, Tao Bai tampak bingung seolah ingin mengingat sesuatu tapi gagal, kebingungan yang disertai kesakitan.
Menatap orang ini, Lushan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat sebelum akhirnya melontarkan: "Cheng Yi, aku duluan. Kau yang antar semuanya pergi."
Sambil berkata demikian, Lushan menarik Tao Bai keluar. Gadis Tibet itu memandangnya dengan mata penuh kekhawatiran, tapi hanya menutup mulut tanpa bicara.
"Biksu itu melewati gadis Tibet, melihat ekspresi berlebihan di wajahnya, bergumam tak jelas seolah sedang memarahi sesuatu. Gadis itu segera membungkuk, panik menjelaskan sesuatu. Biksu itu melirik kami sambil memaki-maki, lalu melanjutkan langkah ke arah kamar kecil."
"Dia tak melihat Lushan yang berada di belakang kami. Tapi aku menangkap getaran tangan Lushan yang menggenggam Tao Bai, sementara Tao Bai tetap menunjukkan raut kesakitan."
"Entah mengapa, melihat ini hatiku berdesir. Aku melangkah mendekat dan menarik lengan Lushan."
"Lushan memandangku heran. Kupun tersenyum dan berkata, 'Tempat ini sulit dilupakan, ya? Makanya meski tahu risiko bertemu sesuatu, kau tetap tak kuasa menahan diri untuk datang.'"
"Sorot matanya memancarkan gejolak perasaan, terutama rasa haru karena dipahami. Bibirnya bergetar. Setelah terdiam beberapa detik, ia menjawab, 'Memang tak terlupakan. Tapi Cheng Yi, aku tak sengaja mengundang masalah. Mungkin... mungkin aku cuma ingin bernostalgia. Ada juga sedikit harap kosong. Ayo... ayo kita pergi.'"
"Dengan serius kukatakan padanya, 'Aku Chen Cheng Yi memang jagonya cari masalah. Meski punya maksud tersendiri, kau tetap setia mendampingi di situasi sulit begini. Masalah yang kau hadapi pasti lebih besar daripada tujuannya. Apalagi kita sudah melewati hidup-mati bersama. Kalau kau tak anggap aku sahabat, tak perlu sampai segini.'"
“Cheng Yi…” Lu Shan memandangiku dengan kebingungan.
“Bukankah Pak Zheng sudah bilang? Jiang Yi benar-benar mundur dari operasi ini. Jika kau ingin pergi, ingin lepas dari kesulitan ini, ada ribuan alasan! Jika kau Lu Shan menganggapku sahabat, tak perlu menahan diri demi aku. Katakan terus terang, apa kau membenci si brengsek itu?” Kutarik lengan Lu Shan sambil menunjuk ke arah kamar kecil.
Saat itu, biksu gemuk itu kebetulan masuk ke kamar kecil, meninggalkan punggung gemuknya.
Lu Shan menatap punggung itu, matanya seolah menyemburkan api. Dengan suara berat ia bergumam, “Benci. Dia salah satu orang yang kubenci.”
“Baiklah. Meski sedang dalam pelarian, kita tak bisa membunuhnya di toko gadis baik ini. Tapi kita masih bisa memukulinya habis-habisan untuk meluapkan amarahmu! Sudah kukatakan, sahabatku tak perlu menahan diri demi aku. Itu hanya akan membuatku merasa bersalah.” Kataku pada Lu Shan dengan tulus.
Melihat situasi yang mulai panas, semua orang berkerumun. Menanggapi ucapanku, Xiao Da Shao menyilangkan tangan di dada dan berkata, “Tepat! Menyimpan dendam bisa disebut Junzi balas dendam sepuluh tahun tak terlambat. Tapi kalau ketemu musuh tak langsung berlari menggigit dua kali, aliran energi hati jadi tak lancar. Nanti bukan jadi praktisi spiritual, tapi malah jadi psikopat.”
“Gua…” Jelas Lu Shan dibuat tak bisa bicara oleh ucapan Xiao Da Shao.
“Orang yang menghalangimu demi dirinya sendiri bukan sahabat. Ayo!” Xiao Da Shao bahkan lebih antusias dariku. Tanpa memberi kesempatan Lu Shan membela diri, ia menariknya masuk ke dalam toko.
Gadis Tibet itu buru-buru maju melihat kejadian ini, berbicara dalam bahasa Tibet kepada Lushan seolah berusaha menghentikannya. Namun Lushan menjawab: "Orang-orang ini sahabat, sahabat yang sangat bisa diandalkan. Kau boleh bicara pakai bahasa Han."
“Jangan pergi, masih ada beberapa orang hebat di dalam.” Bahasa Han gadis itu tidak terlalu lancar, tapi tetap menyampaikan makna yang ingin ia sampaikan.
“Apakah ini akan memberimu masalah?” Aku bertanya pada gadis itu dengan penuh kekhawatiran.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala, berkata: “Tidak, tidak akan. Di sini kami dilindungi Sang Suci, tak ada yang berani mengganggu.”
Saat menyebut Sang Suci, mata gadis itu memancarkan cahaya berbeda penuh takzim, begitu khusyuk. Tapi aku merasakan seluruh tubuh Lushan di sampingku bergetar, ketika kuamati, duka di matanya bagai es keras di gunung salju yang tak pernah mencair selama ribuan tahun.
"Kali ini, tanpa perlu ditarik oleh Xiao Chengqian, Dia sendiri melangkah besar menuju toko itu. Dia berkata: 'Zhuoga, tak perlu takut! Sahabat-sahabatku sangat hebat. Penjahat sejati akan menerima hukuman. Sementara ini aku hanya menarik kembali sedikit bunga. Aku harus makan di sini! Nanti aku akan kembali lagi. Saat itu, api dendam akan menerangi Tanah di sini, membakar kejahatan di tempat ini, dan kilau spiritual suci akan kembali menyinari area ini.'"
"Hmm." Gadis Tibet yang cantik itu tak lagi berusaha menghentikan kami, membiarkan kami memasuki restoran.
Restoran ini dihias dengan ciri khas bangsa yang kuat. Lukisan dinding di sekelilingnya memancarkan kilauan pelangi, bagaikan kuil-kuil megah. Namun hanya sedikit pengunjung yang ada, kecuali suara riuh yang sesekali terdengar dari kamar VIP di sebelah sana.
Ekspresi wajah Lushan sudah kembali tenang. Dengan cekatan ia memesan makanan ke pelayan yang mengikuti kami sejak pintu gerbang restoran. Aku bersandar malas di tembok, di hati hanya memikirkan satu hal nekat: kenyang dulu baru berkelahi.
Tak lama Lushan selesai memesan. Seperti mengambil keputusan berat, ia berkata padaku: "Cheng Yi, identitas kelompok ini untuk sementara belum bisa kubicarakan. Tapi mereka bukan orang baik, dan sihirnya sangat aneh dan unik. Jika ada hubungan dengan empat pengaruh besar, mungkin keberadaan kita akan cepat terendus setelah kita balas dendam."
Aku menguap tak acuh: "Bagaimanapun juga akan ketahuan. Demi sahabat aku rela. Lagipula, seaneh apa pun sihir mereka sampai bisa menyampaikan kabir sejauh ribuan li secepat kilat, mana mungkin melebihi ponsel? Yang tak beralas kaki tak takut yang bersepatu. Aku memang pencinta petualangan, takkan ada yang bisa menghentikanku."
"Ponsel, bruk..." Kak Cheng Xin yang sedang menyeruput teh mentega tiba-tiba memuntahkan minumannya. Setelah mengelap mulut, ia bergumam: "Ilmu Pengetahuan ini sih juga sakti. Dengan 'alat ritual' bernama ponsel di setiap tangan, langsung mengalahkan teknik Tao 'suara mengarungi ribuan li' yang dulu dianggap sangat mistis. Benar-benar..."
“Makanya guruku bilang harus saling membuktikan antara ilmu pengetahuan dan ilmu metafisika. Mungkin kunci untuk membuka rahasia hal-hal mendalam dalam ilmu metafisika justru ada di ilmu pengetahuan...” Aku juga ikut mengoceh omong kosong bersama Kak Cheng Xin.
Saat itu makanan belum dihidangkan, tapi biarawan gemuk yang tadi ke kamar kecil sudah kembali.
Menghadapi meja kami, pertama-tama dia melontarkan tatapan penuh kebencian. Aku pun balas menatapnya. Karakter seseorang bisa terlihat dari detail-detail kecil. Orang yang berani memandang orang asing dengan tatapan seperti itu, sudah pasti sehari-harinya suka berkuasa sewenang-wenang.
Tatapanku jelas tidak dia hiraukan. Namun tak lama kemudian, matanya tertuju pada Lushan yang duduk di sampingku. Dia terlihat jelas terkejut! Lalu dengan seenaknya dia mengamati Lushan beberapa kali, tatapannya mulai dipenuhi keraguan. Tapi akhirnya dia tidak berkata apa-apa, masuk ke kamar VIP-nya.
“Dia sudah mengenaliku.” Setelah biarawan gemuk itu masuk, Lushan berkata padaku.
“Kau takut?” Aku santai meneguk teh mentega. Awalnya memang tidak terbiasa, tapi semakin diminum semakin terasa nikmat.
“Tidak, hanya agak gugup.” Lushan biasanya ahli menyembunyikan perasaan. Tapi di sini, terkadang aku lihat dia panik seperti anak kecil.
Aku tidak berkata apa-apa, hanya meletakkan mangkok teh lalu menepuk bahunya!
Lushan tersenyum tipis padaku, ekspresinya akhirnya sedikit mengendur.
Tak sampai lima menit, hidangan pesanan kami akhirnya tiba. Aroma harum semerbak dari Sup Ikan Salmon Liar dengan Jamur yang manis segar, daging ikannya lembut, kuahnya bening dan lezat. Aku langsung menyantapnya dengan lahap, meneguk semangkok besar berisik.
"Kuah dasarnya sudah direbus sejak lama. Begitu tamu datang, cukup tambahkan daging ikan segar ini, sebentar saja langsung matang," Lushan menjelaskan padaku.
Aku mengunyah dengan gembira, mengangguk-angguk sambil berseru "Hmm-hmm" tanda setuju.
Hidangan berikutnya adalah Empat Rasa Daging Sapi yang 'liar' - rupanya ramuan obat Tibet misterius dicampur dengan daging sapi mentah segar lalu diulek hingga menyatu.
Setelah satu gigitan, terasa sensasi primal seperti darah segar mengalir deras, tapi ajaibnya tak ada bau amis. Aromanya menyengat seperti saus wasabi favorit orang Jepang, namun berbeda. Jika ditemani kendi arak, bahkan aku yang asli Sichuan ini bisa menitikkan air mata.
Tapi setelah ditelan, mungkin ramuan Tibet mulai bekerja. Perutku tiba-tiba terasa seperti bola api meledak, menghangatkan seluruh tubuh hingga aku ingin memicingkan mata nikmat.
Sementara aku sibuk melahap, Kak Cheng Xin sudah bersemangat mulai meneliti ramuan Tibet apa saja dalam Empat Rasa Daging Sapi ini!
Saat rombongan kami asyik makan dan bercengkerama, pintu kamar VIP di sebelah tiba-tiba terbuka keras hingga berderit nyaring!
Beberapa biksu keluar dari kamar VIP itu, yang terdepan adalah biksu gemuk itu.
Ekspresi wajah Lushan langsung menjadi suram, sementara tanganku di bawah meja memukul-mukul betisnya sebagai isyarat agar dia tetap tenang.
Lushan menarik napas dalam-dalam untuk sementara meredakan perasaannya, sementara biksu gemuk itu sudah berjalan cepat mendekati kami dan berhenti di depan meja kami.
Tak ada yang menghiraukannya. Xiao Da Shao dengan senyuman sombong mengangkat cawan araknya dan berteriak dramatis padaku: "Cheng Yi, bersulang!"
Aku tersenyum mengangkat cawan menjawab Xiao Chengqian.
Saat itu, wajah biksu gemuk yang diabaikan itu memerah marah. Dengan 'plak!' dia mengempaskan cakar beruang gemuknya ke meja kami, jari tangan satunya menuding Lushan sambil berkata kaku dalam bahasa Han: "Orang ini di antara kalian adalah pendosa, harus ikut kami!"
