Sejak kecil, aku percaya diri dengan kecepatan lariku. Meski tak menguasai ilmu bela diri ringan, dasar-dasar teknik pergerakan ringan (yang esensinya berbeda dari ilmu bela diri ringan) telah kudapat dari latihan Guruku yang disengaja maupun tidak.
Ditambah 'latihan' menghindari tinju besi Guruku dengan berlari ke sana kemari di gunung, kecepatan lariku sangatlah mumpuni!
Tapi sekarang, mendengar desiran angin yang menderu di telinga, aku justru merasa kecepatanku sangat lambat. Apalagi harus memperhatikan teman di samping, semakin sulit untuk mempercepat lari.
Sebenarnya, semua ini hanya kecemasan berlebihan karena panik!
Realitanya, apa gunanya aku berlari kencang? Meski bisa menguasai ilmu bela diri ringan tingkat puncak seperti "menyeberangi sungai dengan sebatang rumput" atau "melangkah di salju tanpa jejak"... Sebagai manusia, mustahil aku bisa mengalahkan elang. Makhluk itu terbang di langit!
Aku menahan rasa sesak di paru-paru akibat lari kencang, menghampiri Lushan sambil berteriak: "Aku tak akan tanya alasannya dulu. Katakan bagaimana menyelesaikan ini?"
Lushan terus berlari sambil berkata dengan wajah masam: "Elang ini telah dirasuki roh oleh orang sakti dari kuil. Mungkin tak bisa melukai kita, tapi akan terus mengganggu pikiran kita seperti tadi. Yang paling parah, gerakan kita akan selalu diawasi, seperti benalu di tulang!" Karena bicara terburu-buru, napasnya tersengal-sengal sehingga terpaksa berhenti sejenak.
Tapi mendengar itu, aku tidak kaget. Hanya merasa pikiran kacau seperti benang kusut. Aku benar-benar bertemu ritual semacam ini?
Dulu, Guruku pernah menyuruhku mempelajari segel tangan aliran Tantra. Katanya, memahami segel tangan Tantra bisa meningkatkan pemahaman terhadap segel tangan Taoisme.
"Karena sudah menyebut aliran Tantra, Guruku waktu itu juga membahas Buddhisme Tibet, serta beberapa cerita menarik dan ritual sihir di sini. Salah satu teknik yang khusus disebutkan beliau adalah kemampuan biksu dengan energi spiritual kuat untuk melakukan penyatuan roh pada makhluk biologis di sini, mengubah mereka menjadi mata-mata bahkan senjata serangan!"
"Dalam hal interaksi dengan makhluk hidup, biksu Tibet jauh lebih unggul daripada kami orang Taoisme, bahkan melampaui jauh. Sumbernya terletak pada penghormatan dan pemuliaan mereka terhadap nyawa yang jauh lebih besar daripada orang Han! Di Tibet ada daerah yang tidak makan ikan, ada yang pantang hewan berkuku, makhluk bercakar, juga yang tidak menyantap 'burung' langit. Ini bentuk penghargaan yang penuh rasa takjub. Jadi tak heran jika teknik penyatuan roh dengan makhluk hidup mereka jauh lebih hebat dari Taoisme kita."
Saat itu aku sedang terobsesi dengan buku koleksi Guru tentang ilmu sihir Barat. Kuremehkan penjelasannya, hanya berkomentar: "Baguslah, berarti Tiongkok punya Druid juga dong? Itu kan suku yang bisa berkomunikasi dengan alam."
Dulu kukira itu sekadar candaan, baru sekarang mengalami langsung baru tahu kedahsyatannya. Dalam kondisi tak waspada, kami sekelompok ahli dari generasi muda malah TERKENA ILMU semua! Kekuatan macam apa ini? Apalagi dengan ragam makhluk yang digunakan, ini benar-benar sihir yang sulit diantisipasi!
"Membayangkan ini, bukan hanya hatiku seperti benang kusut, kulit kepalaku pun ikut merinding. Tanpa sadar aku berteriak ke Lushan: 'Jangan jelaskan makhluk ini lagi, sebutkan caranya, cara!'"
"Secara singkat, untuk menghancurkan sihir ini hanya satu kalimat: Gunakan energi spiritual untuk menghancurkan energi spiritual! Artinya dengan energi spiritual yang mutlak kuat, hapuskan energi spiritual yang menempel di tubuh elang itu." Lushan berkata terengah-engah.
Tapi penjelasan ini sama dengan tidak menjelaskan. Andai makhluk yang dirasuki adalah babi atau sejenisnya, berada kurang dari 50 meter dari kami, menggunakan energi spiritual untuk menghapus energi spiritual di tubuhnya pasti bukan hal sulit. Aku pun bisa melakukannya.
Masalahnya, elang ini di langit. Bagaimana caraku? Apa aku harus terbang ke langit? Meski energi spiritual adalah kekuatan tak kasat mata, dibandingkan kekuatan jiwa batasannya jauh lebih besar. Jiwa adalah entitas abstrak, sedangkan energi spiritual adalah kekuatan yang terikat pada raga fisik manusia, memiliki batasan konkret. Seperti pasien vegetatif yang tak punya energi spiritual, tapi jika masih ada sisa jiwa dalam tubuhnya, tidak bisa dikatakan tak punya kekuatan jiwa!
"Lalu bisakah menggunakan kekuatan jiwa untuk membantai?" Terlintas ide ini, aku bertanya keras.
"Tentu bisa! Jika kekuatan jiwamu bisa membunuh elang itu, energi spiritual yang menempel otomatis akan bubar." Lushan membalas teriakku.
Jika memang begitu, bukan berarti tidak ada cara sama sekali. Si Bodoh bisa menjelajah langit dan bumi, aku bisa menyuruhnya melakukan hal ini.
Memikirkan ini, hatiku sedikit lega. Namun Lushan sepertinya membaca pikiranku, "Kau memanggil Si Bodoh juga butuh pemfokus pikiran dan merapal mantra. Bisakah kau bertahan dari gangguan makhluk itu?"
Mengenai pertanyaan Lushan ini, aku pun tak tahu jawabannya. Jadi kuberhenti. Dalam kondisi waspada, elang tua ini tak bisa mempengaruhiku seperti tadi. Tapi begitu kucoba masuk ke kondisi Konsentrasi Pikiran, rengekan elang itu langsung memenuhi seluruh kesadaranku. Mustahil berhasil!
Dahsyat! Kutarik napas panjang. Hanya dengan menyisipkan sedikit energi spiritual pada elang ini, kami sudah terpengaruh sampai segini. Jika biksu itu benar-benar muncul, bukankah kami takkan bisa melawan?
Semakin jauh melangkah, semakin banyak pengalaman, semakin kusadari diri ini bagai katak dalam tempurung. Pengetahuanku terlalu sedikit!
Tapi jelas sekarang bukan waktu untuk merenung, tapi saatnya bertindak!
Seperti sekarang, saat aku berhenti, semua ikut berhenti. Elang itu pun berhenti, berputar-putar di atas kami. Meski Lushan tak mengatakannya, aku tahu: Jika tak segera diselesaikan, sang tuan akan datang. Untuk apa diawasi kalau bukan karena situasi genting?
Keringat dingin berjejal memenuhi dahiku. Jika tak bisa memasuki keadaan Konsentrasi Pikiran, aku hanyalah 'orang cacat'—selain mengandalkan jimat, tak ada Sihir yang bisa kugunakan. Harus bagaimana?
Yang lain tak tahu apa yang terjadi, saling memandang bingung. Tiba-tiba, Kak Cheng Xin yang berlari di samping kami dan mungkin mendengar percakapan kami, mendekat dengan langkah aneh. Dengan suara yang Aneh dan Mengerikan, dia berseru: "Elang kecil? Biar aku coba."
Nada lembut penuh daya pikat, diselingi kecupan dan sikap meremehkan—ditambah sebutan "elang kecil"? Aku melirik Kak Cheng Xin. Apa dia ingin keringat dinginku bertambah? Saat kuperhatikan, matanya memancarkan kilau hijau pucat!
Ini bukan Kak Cheng Xin, tapi Rubah Muda! Makhluk itu muncul lagi. Seolah terbiasa, ia selalu datang saat kami—termasuk tuannya Cheng Xin—tak siap sama sekali.
Mengingat situasi di Danau Seribu Hantu sebelumnya, kusadari satu sifat menonjol Rubah Muda ini: kompetitifnya luar biasa.
Tapi selama dia sudah muncul, elang abu-abu ini pasti bukan masalah lagi!
Namun tak kusangka, pandanganku tertumbuk pada pemandangan Kak Cheng Xin yang sedang dengan elegan merapikan kuku menggunakan pemotong kuku di gantungan kuncinya, jari kelingkingnya melengkung anggun... Elegan memang, tapi...
Aku memutuskan tidak menceritakan sosok seperti Kak Cheng Xin padanya, takut setelah sadar nanti dia akan memanggil rubah muda, lalu mencekiknya sampai mati!
"Si Elang kecil sangat hebat ya? Lihat kalian berdua dalam keadaan memalukan seperti ini." Setelah merapikan kuku, Kak Cheng Xin mengangkat tangannya ke arah sinar matahari, memeriktti kukunya. Tapi saat itu, kurasakan udara di sekitar Kak Cheng Xin mulai mengental - pertanda energi spiritual telah mencapai level tertentu yang bocor keluar tubuh dan mulai berwujud fisik, seperti melihat seseorang melalui riak-riak air.
Matanya yang hijau semakin pekat, sementara bagian hitamnya mencapai tingkat kejernihan kristal yang tak terdefinisi, memberi kesan aneh dan mengerikan.
Seolah sedang asyik merapikan kuku, ternyata rubah muda itu sudah lama mempersiapkan diri dengan diam-diam, terus meningkatkan dan mengumpulkan energi spiritualnya tanpa henti!
Waktu seolah membeku di detik ini. Di bawah sinar mentari, Kak Cheng Xin masih memeriksa jarinya. Hanya dua detik jeda itu, tiba-tiba tangan yang diterangi matahari itu mengepal keras lalu ditarik cepat-cepat. Di momen inilah Kak Cheng Xin akhirnya meledak.
Sorot matanya menancap tajam ke burung elang tua itu. Tangan masuk kantong, alisnya berkerut membentuk aliran energi, sudut bibirnya menyungging senyum menggoda yang penuh daya pikat, membuat seluruh penampilannya memancarkan aura magnetis sekaligus mistis.
Pada saat itu, suara rengekan tajam elang tua di langit jelas-jelas tidak beres. Di dalam suatu dimensi, ia terbang naik turun berulang kali, sudah tidak bisa bergerak ke kiri-kanan lagi. Terlihat seperti terjebak.
Melihat ekspresi Kak Cheng Xin yang santai, pertarungan ilmu kali ini tidak terlalu membebaninya. Bahkan telinga rubah dan ekor rubahnya tidak terlihat. Tapi sebenarnya aku tahu, dari ribuan jenis pertarungan ilmu, duel energi spiritual-lah yang paling berbahaya. Sedikit lengah bisa jadi orang bodoh total. Tanpa energi spiritual, hun dalam roh akan terluka bahkan bubar.
Tapi justru saat tidak mengkonsolidasi ilusi, 'itu' terlihat begitu tenang tanpa kehebohan sama sekali...
Waktu berlahan. Ekspresi Kak Cheng Xin tetap sama, membuat Xiao Da Shao gelisah. Ia terus berbisik di telingaku: "Berapa lama lagi Su Cheng Xin ini akan berpura-pura jadi pria jahat dan gila?"
Aku menanti dengan tak bisa bicara. Sekitar lima enam menit kemudian, elang itu tiba-tiba mengeluarkan rengekan melengking yang menyakitkan, lalu terjun cepat. Kejang-kejang beberapa kali sebelum terbang kembali ke langit menjauh...
"Ini...?" Aku belum sepenuhnya bereaksi.
Lushan mengacungkan tinjunya, berkata: "Cheng Xin berhasil!"
Berhasilkah? Kulihat Kak Cheng Xin yang kini sedang cemberut, bergumam: "Apa-apaan sih Su Cheng Xin ini? Di seluruh tubuhnya tidak ada sepotong cermin pun."
Aku menggigil kedinginan, sekali lagi bersumpah pasti tidak akan menceritakan penampilan Kak Cheng Xin yang sekarang kepada dirinya sendiri.
Sementara Lushan tiba-tiba seperti tersadar, berteriak: "Cepat, lari lagi! Dendam sudah mengakar dalam-dalam sekarang. Manfaatkan waktu sementara aman ini, kita harus segera pergi!"
