Jelas terlihat, setelah terperangkap lama di sungai yang dipenuhi aura jahat ini, hantu-hantu ini bukan lagi hantu biasa. Meski belum mencapai tingkat Hantu Jahat, setiap satu saja dari mereka yang bertabrakan dengan orang biasa bisa menyebabkan akibat fatal - mulai dari penyakit berat dan nasib sial yang menempel, hingga kematian.
Sebagian besar masih mempertahankan penampilan masa hidupnya, jelas-jelas orang India klasik. Dari pakaiannya, mereka mungkin awak kapal. Tapi busana mereka juga mengungkap rentang waktu yang panjang, setidaknya lebih dari dua puluh tahun.
Saat nyanyian bergema, raut wajah mereka tampak mabuk kepayang, namun di balik sorot matanya tersembunyi penderitaan tak terucapkan, ketakutan, serta kebuasan yang dipaksakan.
Mereka melayang-layang di atas sungai, tubuh ilusif mereka dalam kabut terlihat begitu rapuh. Tanpa tubuh yang hidup yang dipenuhi uap darah, wajah mereka sama mengerikannya dengan hantu lain - pucat menyeramkan.
Sebagai orang yang sudah biasa melihat hantu, wajah mereka yang beringas ini tak terlalu menakutkan bagiku. Tapi bagi Singh dan Wolma, ini jelas merupakan ujian nyali terberat seumur hidup.
Dibandingkan Wolma, penampilan orang biasa Singh lebih baik. Ia masih bisa berdiri di dekat Johnny, meski terus menutupi dahinya sambil bergumam, "Ya Tuhan, semoga ini semua hanya halusinasiku."
Namun Wolma sudah merangkul punggung Huigen sambil menangis histeris: "Tidak, petualangan sama sekali tidak menyenangkan! Aku benci ikan bergigi tajam itu, juga bayangan-bayangan ini. Ini bayangan, kan? Hmm, mereka benar-benar bayangan."
"Tenanglah, setidaknya kita aman sekarang," aku berkerut dahi dan berkata dengan suara berat. Aku mulai menyadari kemungkinan adanya variabel dalam misi kali ini. Tepatnya, selain target kita, ada entitas lain - hantu perempuan itu! Ternyata legenda itu benar. Hanya sulit kubayangkan betapa kebetulannya sebuah tempat bisa menyimpan dua entitas mengerikan sekaligus.
Kuncinya, bagaimana mereka bisa hidup berdampingan?
Dalam perenunganku, seekor hantu telah mendekati Kapal Penglai kami. Melihat pemandangan ini, Singh sudah tak bisa diam sementara Wolma yang pengecut itu mulai berteriak ketakutan. Dengan tenang aku berdiri di pinggir geladak, sementara Huigen berusaha membujuk Wolma: "Kau tak perlu takut. Di sini, siapapun yang turun tangan bisa dengan mudah menghajar hantu semacam ini. Gua rasa teriakanmu jauh lebih menakutkan."
“Apa yang dikatakan Huigen memang benar. Dengan kemampuan kami saat ini, kami sama sekali tidak perlu takut pada Hantu-Hantu ini. Itulah mengapa kami bisa begitu tenang, tidak ada yang perlu dikuatirkan. Anehnya, Hantu yang mendekati Kapal Penglai itu seolah tidak melihat keberadaan kapal tersebut. Ia berkeliling di sekitar teluk tempat kami berlabuh, lalu pergi ke tempat lain.
Alat ritual peninggalan Guru Leluhur benar-benar hebat. Setelah menemukan tempat yang penuh vitalitas, ternyata itu benar-benar Tanah Berkah di tengah bahaya. Bahkan orang biasa pun bisa mendapat perlindungan di sini.
"Oh, mereka tidak berani datang ke sini. Kupikir aku sudah jauh lebih baik. Aku berani bertaruh setelah petualangan ini, keberananku akan sebesar langit!" Wolma akhirnya bisa berdiri tegak, menghentikan 'teriakan' mengerikannya.
Wajah Singh masih pucat, terus bergumam: "Ternyata legenda itu benar."
"Sebenarnya tidak perlu terlalu dipikirkan. Setelah suara merdu itu berhenti, kita akan beristirahat. Atau, sekarang juga bisa istirahat. Tapi Singh, kamu tidur bersamaku. Wolma dan Xiao Chengqian bersama." Aku mengatur karena dengan adanya aku dan Xiao Chengqian dari Aliran 'Gunung' yang berjaga, tidak perlu khawatir mereka terlalu terpengaruh nyanyian.
Selain itu, sepertinya nyanyian itu bukan ditujukan untuk kami. Karena intuisi mengatakan makhluk yang mengeluarkan suara itu kemampuannya jauh melebihi ini.
"Tidurlah." Tanpa disadari, Pak Johnny yang terlihat kelelahan tiba-tiba muncul di sampingku. Ia duduk di geladak dan berkata, seolah membuat keputusan.
Di antara kami, Pak Johnny memiliki keagungan mutlak. Jadi ketika dia membuat keputusan, kami tentu tidak berani menentang. Kami semua pergi tidur, hanya aku yang langkahnya ragu-ragu. Memandang Pak Johnny, aku bertanya, "Pak Johnny, apakah ada cerita di balik ini?"
Kemarahan Pak Johnny yang terlihat siang tadi muncul kembali. Dia membentak, "Tak ada cerita terkutuk! Hanya tumpukan kenangan busuk yang tak menarik, yang tak ingin diingat atau dibicarakan siapapun. Kau lebih baik istirahat!"
Aku tidak berani memancing amarah Pak Johnny. Meski perutku penuh tanya, akhirnya aku pun kembali ke tempat tidur.
Sejujurnya, malam itu tidurku tidak nyenyak. Dari kabin kapal, kudengar Pak Johnny menyanyi dan menangis hingga larut malam. Nyanyian itu terdengar sangat familiar, karena melodinya menyambut nyanyian misterius perempuan di permukaan kali - jelas itu lagu yang sama. Kuyakin di hati Pak Johnny tersimpan kenangan yang sangat menyakitkan.
※※※
Esok harinya, aku malas bangun hingga pukul 8 pagi. Kukira aku yang terakhir bangun, tapi saat sampai di dek kapal, semua tampak baru saja bangun. Bahkan masih ada dua-tiga orang yang belum turun dari tempat tidur.
Yang paling bersemangat tetap si Wolma, dia bercerita dengan narasi hidup bahwa kemarin muncul hantu laki-laki yang menyanyikan lagu sama seperti hantu perempuan. Dia bersumpah dengan indera spiritualnya bahwa semua ini nyata, dan suara hantu laki-laki itu sangat mirip dengan Pak Johnny.
Cerita Wolma membuat ekspresi semua orang agak aneh. Jelas terlihat, selain si bodoh Wolma, semua orang paham bahwa yang bernyanyi dan menangis kemarin malam sebenarnya adalah Pak Johnny sendiri.
Setidaknya beberapa botol arak yang tergeletak di tepi dek membuktikan hal ini. Tapi Wolma tetap mengabaikannya dan terus bercerita dengan gaya dramatis. Sementara Pak Johnny di sampingnya tetap tenang, kami sebagai pengamat pun tak bisa berkata apa-apa.
Siapa pun bisa melihat Pak Johnny tak ingin membahas masalah ini. Meski semua orang selain Wolma sudah paham, beliau tetap tak mau menembus lapisan kertas itu.
Setelah sarapan yang disiapkan Singh dan persiapan singkat, Pak Johnny yang sudah mulai minum sejak pagi berseru penuh semangat: "Berangkat!", seolah orang yang kemarin begadang sampai larut bukan dirinya.
Kapal Penglai berlayar keluar dari pelabuhan aman, melanjutkan perjalanan di aliran sungai berbahaya ini. Belajar dari pelajaran kemarin, Penglai tetap melaju kencang. Dengan kecepatan ini, kecuali sesekali makhluk air yang menyergap di jalur sempit, perjalanan Penglai bisa dibilang cukup damai.
Di perjalanan, sesekali aku menyentuh 'bendera pemanggil roh' untuk merasakan informasi yang ditransmisikan. Kuperhatikan paling lama satu jam lagi, Kapal Penglai kami akan mencapai tujuan akhir.
Pukul 10 pagi.
Sinar matahari musim panas mulai menunjukkan kekuatan sebenarnya. Kapal Penglai akhirnya tiba di ujung permukaan sungai yang tenang ini. Setelah melewati belokan, kami melihat kolam dalam legenda tempat arus sungai terkumpul.
Di sini, cahaya menyengat seolah takut dan menjadi lesu. Saat Kapal Penglai memasuki tepi kolam dalam ini, aku seakan tak lagi merasakan kehangatan matahari, yang ada hanyalah dingin yang menusuk tulang.
"Aku tidak bisa melihat apa-apa. Aku tidak bisa mengemudikan Kapal Penglai melewati ini." Suara panik Singh bergema dari ruang kemudi.
Kami semua merasa heran. Jelas-jelas terlihat jelas, bagaimana bisa dikatakan tidak melihat? Mendengar ini, akulah yang pertama berlari ke ruang kemudi. Selama berhari-hari berlayar, aku sering mengobrol dengan Singh di sana. Untuk pengemudian dasar kapal masih kukuasai. Jika Singh benar-benar terkena pengaruh tertentu, setidaknya aku bisa mengambil alih kemudi Kapal Penglai.
Masuk ke ruang kemudi, kusengaja melihat ke depan. Kaca ruang kemudi sangat bersih, semua terlihat jelas. Bagaimana mungkin tidak bisa melihat?
Saat itu Singh sedang memegang kemudi, tiba-tiba kebutaan membuatnya sangat menderita. Aku segera menopangnya ke samping, sambil menghiburnya bahwa ini mungkin pengaruh tempat khusus ini, dengan natural tanganku menggantikan memegang kemudi!
Tapi hal aneh terjadi. Pemandangan luar yang tadinya jelas tiba-tiba menjadi buram, diselimuti lapisan kabut ungu yang mengaburkan pandangan, seperti orang rabun yang melepas kacamata. Hatiku mulai panik, aku mengedip-ngedipkan mata berusaha melihat, tapi yang tertangkap hanya hamparan ungu kabur.
"Aku bisa melihat lagi." Suara Singh tiba-tiba terdengar di telingaku.
Kuhela napas, "Sayangnya, aku justru tak bisa melihat." Saat ini aku sudah paham: ada kekuatan yang mempengaruhi roh sedang menghentikan kapal Penglai masuk, memutus koneksi spiritual. Mata pun tak berguna, persis seperti korban luka jiwa yang buta tanpa sebab - bahkan ilmu medis modern pun tak mampu menjelaskannya.
Meski sudah menyadari ini, kami tetap tak rela. Berulang kali melakukan eksperimen, membuktikan bahwa Kapal Penglai benar-benar tak bisa memasuki kolam dalam ini.
“Singh tetap di kapal, di sini seharusnya tidak ada ikan ganas menyerang Kapal Penglai lagi. Mari kita berjalan kaki. Mengingat Pater ingin menghabisi sampai ke akar-akarnya.” Pak Johnny terlihat semakin tua, tiba-tiba membuat keputusan.
