'Bung...' Suara senar busur yang ditarik lalu dilepas bergetar, tapi tak ada panah tajam yang melesat.
Hanya suara kosong yang menggambarkan situasi kami saat ini. Di bawah gemuruh petir, di ambang ledakan, makhluk-makhluk raksasa bawah air itu diam-diam mundur, bahkan tanpa meninggalkan satu pun ancaman tatapan beringas.
Aku berhenti membentuk segel tangan, Kak Cheng Xin menyimpan botol obatnya, Xiao Chengqian perlahan menghentikan ritual, ulat gemuk menghilang dari tangan Ruyue... Terakhir, Pak Johnny tertawa terbahak sambil menyimpan pisau perambah hutannya!
Hujan berangsur reda, awan hitam tersapu angin hingga bersih. Cahaya samar-samar kembali muncul di atas kepala kami, segala sesuatu kembali tenang tanpa alasan yang jelas.
Pak Johnny menghentikan tawa terbahak-bahaknya, menyeka air hujan yang masih menempel di wajahnya, lalu menoleh sambil tersenyum padaku: "Aku menang, jebakan pertama!"
"Selamat ya." Aku juga tersenyum pada Pak Johnny, tapi mata tetap tertuju pada tulisan di bendera di haluan perahu. Angin sepoi-sepoi berhembus, entah kebetulan atau bukan, tulisan itu tetap jelas terbaca meski baru saja diguyur hujan deras.
"Aku akhirnya akan membuatnya marah. Pertarungan mencekam pasti tak terhindarkan. Tapi rasanya menyenangkan bisa menang satu ronde dulu." Pak Johnny menjawab ucapanku. Kuperhatikan tangannya mencengkeram erat liontin di lehernya. Sebelumnya, saat bertelanjang dada, aku sudah melihat rantai emas mengkilap di lehernya.
Liontin itu berbentuk kotak mahkota yang indah dan unik, dihiasi berlian-berlian cantik. Tapi jelas-jelas itu perhiasan wanita.
Aku tidak berkomentar tentang detail itu. Sudah terbiasa dengan temperamen Pak Johnny, aku tahu dia sangat benci jika orang mencoba mengorek masa lalunya yang tak bisa diceritakan.
Kolam air kembali tenang, tepatnya tidak sepenuhnya tenang, ada angin yang terus bertiup bahkan mendorong rakit kami menuju batu besar itu. Apakah ini kompromi dari Pateir? Kurasa bukan. Makhluk misterius bawah air itu mungkin lebih menginginkan pertarungan selanjutnya, yang diungkapkan dengan cara seperti ini.
Pak Johnny tetap tersenyum memandang bunga merah di atas batu, menggenggam kalung di lehernya, tanpa memberi komentar apa pun.
'Bum' adalah suara lembut rakit yang menabrak batu. Akhirnya, setelah mengalami pemandangan luar biasa yang disebut Pak Johnny, kami berhasil merapat dengan selamat, merasa berkat kedamaian adalah berkah.
Kak Cheng Qing mengulurkan kedua tangannya untuk menarikku ke atas batu. Setiap orang tersenyum bahagia layaknya pemenang, sekelompok nekat yang sama sekali tak punya 'otak', hanya 'mabuk' kemenangan, tanpa kesadaran akan pertarungan mematikan yang menanti.
Tapi aku menyukainya. Hidup memang seperti ini. Jika bisa bahagia saat ini, mengapa harus menyembunyikan kebahagiaan itu dan mulai bersedih untuk detik berikutnya?
Batu itu agak licin. Aku juga mengerahkan tenaga untuk memanjatnya. Berdiri di atas, baru kusadari permukaan batu ini sangat rata, kira-kira seluas ruang tamu besar dan mewah di rumah Pak Johnny!
Di atas batu keras, terhampar jejak-jekak lumut yang seolah sedang bercerita tentang rentang waktu.
Berdiri di atas batu itu, Pak Johnny menghela napas puas. Rasanya seperti seorang penari yang menemukan panggung idaman. Kuperhatikan bunga merah unik di tepi batu itu. Kelopaknya sederhana bagai gambar stik anak kecil, namun keindahannya tak terbantahkan meski terkesan ilusif.
Seketika itu juga aku bingung harus berbuat apa. Apakah harus turun ke air sekarang? Dengan refleks kulihat Pak Johnny. Rupanya kebiasaan bergantung pada orang tua selama ini sudah terbentuk. Benar-benar aku ini pemalas yang selalu mengandalkan generasi lebih tua. Perasaan ini sangat familiar, persis seperti dulu antara aku dan Guruku.
Aku sendiri tak bisa membedakan apakah ini kebetulan atau sengaja... Hanya mencari kehangatan familiar yang selama ini kudambakan.
"Untuk sementara kita di sini dulu. Apapun yang terjadi, ikuti semua instruksiku." Pak Johnny tak mengecewakan. Dengan sigap ia mengeluarkan kantong terbungkus plastik dari kantong belakang jeansnya, mengeluarkan sebuah peta, lalu menyerahkannya kepada Cheng Zhen yang berdiri di sampingnya.
"Mengerti kan? Kalian adalah cucu murid Li, pergi selesaikan ini bersama!" Sambil berkata demikian, Pak Johnny mengambil pisau gunungnya, mendekati bunga merah kecil itu, lalu berhenti dan menggores garis di atas batu. Kemudian melanjutkan: "Dua pesan. Pertama, apapun yang terjadi, yang punya tugas kerjakan tugasnya, yang tidak ada tugas tetap menunggu. Kedua, salin semua yang ada di peta di luar garis ini."
Saat mengucapkan ini, sorot mata Pak Johnny memancarkan kelembutan. Dengan suara berat ia berbisik: "Aku tak ingin mengganggu kedamaiannya. Ksatria kecilku yang manis, Hsin-Ya."
Hsin-Ya? Aku masih tidak menanyakan lebih detail. Seperti yang dinilai Pak Johnny, ketenangan ini hanya sementara. Setelah itu, permukaan air kembali bergolak. Makhluk-makhluk ganas yang tadinya menyelam muncul kembali ke permukaan, bahkan lebih banyak dari sebelumnya...
Yang lebih membuat tidak tenang adalah di pintu masuk kolam dalam, area dimana kabut paling pekat, aliran air begitu tidak stabil. Sebenarnya, dari siluet yang sesekali melompat di permukaan, terlihat banyak makhluk ganas sedang berduyun-duyun menuju kolam dalam ini.
Mereka berenang mendekati batu ini, dengan cepat mengepung kami rapat-rapat. Inikah yang disebut pemusnahan total? Jika berbagai cara kita gunakan tetap tidak bisa membunuh semua mereka, kita akan terkepung mati di sini, atau dibantai oleh mereka!
Mereka menjaga setiap sudut, mengubah tempat ini sepenuhnya menjadi pulau terisolasi.
"Bahkan ada beberapa makhluk jahat yang ingin mencoba, siluet besar mereka melompat ke atas permukaan kolam dalam, memamerkan kekuatan."
Aku sangat ingin mengatakan, sebenarnya pemandangan ini sangat mengerikan, siluet besar yang menyeramkan melintasi permukaan air membentuk garis lengkung... tekanan psikologis yang ditimbulkannya tak terucapkan.
"Sebenarnya Pater sama sekali tidak takut kita membunuh ikan-ikan ini kan? Jangan lupa kejadian di saluran masuk air, mayat ikan yang dikendalikan hampir membunuh Cheng Yi." Kak Cheng Xin tiba-tiba memandang permukaan air dengan cemas, "Sebenarnya ia membiarkan kita lewat bukan berarti menyerah, justru lebih terasa aroma konspirasi. Entah mengapa Pak Johnny sengaja memanfaatkan hal ini."
Tapi Pak Johnny sekarang hanya memegang kalung di lehernya, duduk lima meter dari bunga merah kecil itu, bersenandung lembut lagu sedih dan menyedihkan. Garis wajahnya yang keras tiba-tiba berubah lembut dan penuh kehangatan.
"Jangan terlalu dipikirkan, lihatlah ini. Sungguh luar biasa." Cheng Zhen membuka peta yang diberikan Pak Johnny padanya.
Di atasnya jelas terlihat sebuah formasi. Setiap garis formasi digambar dengan tegas. Di sudut peta, tertulis sebuah karakter '' (Li) dengan kaligrafi indah! Inilah formasi peninggalan Guru leluhur. Sekilas pandang, berdasarkan pengetahuanku tentang formasi, langsung kumengerti ini adalah formasi peleburan!
"Sebuah formasi yang menyatukan kekuatan jiwa semua orang, namun dengan cerdik tidak melukai jiwa... Sepertinya ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya, sayangnya bukan hanya aku, bahkan Cheng Zhen dari aliran ilmu firasat yang seharusnya mahir dalam formasi pun tidak bisa melihatnya."
"Barang peninggalan Guru leluhur memang bukan sesuatu yang bisa kita tebak-tebak."
"Ada kesulitan?" Suara Pak Johnny terdengar sangat tenang. Di tengah kepungan makhluk jahat, hanya dialah yang bisa tetap setenang ini.
"Tidak! Lagipula ini hanya mengikuti peta. Beberapa titik krusial menggunakan metode formasi warisan keturunan Lao Li, kami pasti bisa." Meski tidak sepenuhnya memahami seluruh fungsi formasi ini, menyusun formasi di batu besar sesuai peta masih dalam kemampuan kami.
"Bahkan alat ritual penopang formasi pun tidak masalah. Setiap dari kami membawa beberapa alat ritual warisan Guru leluhur!"
Maka dengan lugas Cheng Zhen menjawab Pak Johnny!
"Kalau begitu laksanakanlah." Suara Pak Johnny terdengar luar biasa tenang dan lembut. Sejak tiba di sini, semua kegelisahannya lenyap. Perubahan ini membuatku resah, Singh ternyata telah menanam benih keraguan dalam hatiku.
Karena itu kami pun mulai mempersiapkan segalanya. Tapi lingkungan di sini sama sekali tidak sepi, sementara "itu" yang ada di bawah air jelas bukan sekadar hiasan.
Saat itulah, kami semua merasakan getaran pikiran kuat yang bergema di batu. Itu memberitahu kami untuk menunggu di bawah air—tidak, lebih tepatnya menungguku di bawah air!
