Pusaran angin gila menggulung air dari permukaan kolam dalam, membawa suara 'uung... uung...' aneh. Dalam sekejap bertabrakan dengan jurus pukulan ungu Pathel. Pertemuan sesaat itu bagai dua bom kecil bertabrakan. Yang pertama meledak adalah air bah yang terhisap ke udara... Di tengah cuaca suram berangin ini, bagaikan bunga transparan yang mekar.
Kemudian sinar tinju ungu itu terseret ke dalam pusaran angin, bertemu dengan kekuatan tersembunyi di dalamnya. 'Peng' 'peng-peng', pertama terdengar suara pecah tunggal, disusul rentetan suara pecah keras yang meledak bak dentuman paling dahsyat di medan perang, dalam sekejap memenuhi langit kolam dalam!
Tabrakan kekuatan demi kekuatan menimbulkan guncangan hebat. Seluruh kolam dalam bergetar halus. Setiap benturan dan ledakan memunculkan semburan cahaya ungu di bawah langit, bagai bunga-bunga ungu yang mekar satu per satu, helai demi helai di bawah langit suram.
Pertarungan langsung mencapai puncak keganasan! Tapi ini belum cukup... Aku menggeram rendah. Pathel mengira tenagaku sudah habis, tapi ia tak menyangka ritual rahasia warisan leluhur Lao Li pada bentuk terakhirnya pasti jauh lebih dahsyat! Masih ada sisa tenaga, harus kuserang wujud aslinya!
Setelah beberapa babak pertempuran menguras tenaga, kekuatan Pathel pasti telah berkurang setidaknya separuh. Tapi ia tetap sangat hati-hati, enggan mengerahkan seluruh kekuatannya.
Dalam duel kali ini dengan Si Bodoh, mungkin ia mengira ini adalah jurus pamungkas terakhir kami. Setelah beberapa kali benturan, kesabarannya telah mencapai batas. Maka tanpa ragu, ia melepas seluruh kekuatannya untuk menyelesaikan masalah sekaligus!
"Ia telah menebak esensi hal ini, bahwa penyatuan roh ini adalah jurus pamungkas terakhir kami. Tapi ia tidak menebak detailnya, yaitu kemampuan menyatukan roh jauh lebih hebat dari itu. Bagaimanapun ini adalah penggabungan lima siluman besar puncak! Jika hanya bisa sebatas ini melawan Pathel yang setengah lumpur, tentu sangat mempermalukan nama siluman dan lima karakter dalam ritual rahasia warisan leluhur ini!"
Ekspresi puas terpancar di wajah Pathel. Menurut perkiraannya, sinar tinjunya pasti akan menang mutlak. Terbukti dari kecepatan pengurasan energi, sinar tinjunya jelas unggul. Kemenangan hanya masalah waktu.
Aku tetap dingin. Saat Pathel mengira kemenangan sudah di tangan, kukencangkan cakarku, merangkak lalu tiba-tiba menerjang ke arahnya.
"Oh, tidak!" Dalam sorot mata dinginku, ekspresi Pathel membeku dalam ketakutan yang tak terpercaya. Sejenak kemudian, kubuka mulut lebar-lebar dan menggigit lengannya!
Bagi tubuh spiritual, bagian mana yang digigit tidak berbeda - semuanya tersusun dari kekuatan jiwa!
Tapi sebenarnya, kebiasaan aneh Si Bodoh yang melekat dalam diriku membuatku ingin menggigit lehernya! Sayangnya kecepatan menghindar Pathel cukup cepat. Terhalang insting bertahannya yang menggeliat, akhirnya hanya lengannya yang tergigit.
‘Wu...’ Auman menggeram di dasar tenggorokanku. Pathel yang awalnya masih diselimuti energi ungu, kini alirannya menjadi begitu dahsyat, terkumpul di lengannya, menghalangi gigi tajamku!
Kurasakan betapa kuatnya kekuatan itu, tapi ini belum cukup untuk menghentikanku. Aku hanya menggigit Pathel erat-erat, lalu mengeluarkan cakarku. Saat cakar itu menghujam tubuh Pathel, jeritan menyayat terdengar. Cakar harimau runcingku meninggalkan bekas goresan dalam di dada roh Pathel, hampir menembus keluar!
"Sialan!" Pathel meraung liar. Saat itu, gigiku juga menunjukkan performa. Meski tak sehebat saat dalam bentuk taring pedang, namun dengan dukungan lima siluman besar, kemampuannya tetap luar biasa.
Logam! Sifat lima unsur utama Si Bodoh yang melambangkan ketajaman dan penetrasi. Energi ini terus terkumpul di gigi, lalu meledak tiba-tiba saat Pathel baru saja selesai bicara... Seperti pisau pegas yang tiba-tiba terhunus, sret! Gigiku mengoyak pertahanan energi ungu Pathel!
“Tidak！” Saat ini, di bawah panggilan sengaja Pathel, ribuan sinar pukulan ungu telah berkumpul dengan cepat ke arahnya. Kondisinya yang seperti ini jelas bukan tandingan penyatuan roh pamungkas. Tapi yang tak disangkanya, sinar pukulan ungu yang mewakili kekuatannya itu belum sempat kembali, aku sudah menggigit lengannya sampai tembus!
Secara instingtif aku mencabik dengan kasar, sepotong kecil lengan Pathel tercabik olehku. Gas hitam dendam terus menyembur dari bagian yang terputus. Roh semacam ini bahkan dihina oleh Si Bodoh yang langsung memuntahkan potongan lengan itu!
Bahkan dalam kondisi roh pun tak bisa pulih. Karena gigiku mengandung racun ular imut - racun mematikan yang bekerja pada jiwa. Toksisitasnya luar biasa dahsyat. Meski racun ini mungkin masih agak lemah untuk membunuh jiwa Pathel, tapi cukup untuk mengacaukan kesadarannya beberapa waktu.
Tapi beranikah dia kehilangan kesadaran dalam pertarungan seperti ini? Jadi dia harus menekan racun ini di area luka, artinya meski kekuatan jiwanya cukup, lengannya tak akan bisa tumbuh kembali!
Jangan anggap kehilangan satu lengan dalam bentuk roh adalah hal sepele. Setidaknya dia kehilangan satu tangan yang bisa digunakan untuk menyerang atau bertahan. Area itu pasti akan menjadi titik lemahnya... Sementara racun itu juga membuatnya tertekan sehingga tak bisa berubah wujud lain!
Setelah serangan pertama berhasil, aku mulai berjalan perlahan mengelilingi Pathel. Cahaya jurus ungu yang kembali adalah hal yang tak terelakkan. Aku hanya mencari kesempatan serangan terbaik berikutnya. Ini adalah naluri instingtif Si Bodoh, setiap pukulan diharapkan menjadi serangan mematikan!
Seiring kembalinya cahaya jurus ungu, Pathel tak lagi bisa menghentikan pusaran angin yang menggila. Pengaruh energinya pun terkuras sebagian besar. Saat energi terkumpul kembali, wujudnya terlihat jauh lebih kecil dibanding sebelumnya.
Pusaran angin menderu datang. Pathel meraung keras, jelas ingin bertahan dengan gagah mengandalkan kekuatannya. Bagaimanapun, makhluk ini tidak bodoh. Setelah pertempuran dahsyat tadi, energi pusaran angin juga sudah banyak terkuras! Kekuatannya masih memegang keuntungan...
Tapi maksud terdalamku bukanlah membantainya dengan pusaran angin. Saat pusaran angin dan Pathel bersilangan, aku kembali menerjang!
Seolah telah membentengi diri terhadapku sejak lama, saat aku menerjang, lengan yang tersisa pada Pathel tiba-tiba bergerak. Dari tubuhnya muncul pisau panjang ungu yang dihujamkan ke tubuhku!
Heh... Benar-benar Pathel si jenius. Pembelajaran dalam memanfaatkan kekuatan jiwa memang luar biasa cepat. Di pupil mataku mengambang senyum sinis. Tapi apa gunanya? Aku memang bukan berniat menggigitnya!
Tubuhku melesat ke arah lain, pedang panjang Pathel meleset. Di pusat badai, tubuhnya terus terdengar 'retak-retak' akibat serangan angin pusar. Itu menatapku dengan bingung, lalu tiba-tiba badannya terkunci oleh dua kekuatan yang melilit!
Inilah tujuanku. Saat salah menilai, di detik silangnya nasib kami, kulepaskan total kekuatan roh jiao petarung dan ular imut! Dua makhluk ini menyergapnya saat lengah.
Roh jiao petarung bahkan langsung menghantam Pathel dengan kepala besarnya saat melilit. Sifat dasarnya memang suka bertarung. Mustahil melepaskan kesempatan menyerang.
Meski roh jiao ini berunsur tanah dan ahli menekan serta melilit – kemampuannya 3x lebih unggul dari ular imut dalam hal ini!
Pathel menggeliat gila, tapi mana mungkin lolos? Kukerlingkan mata. Semua taktik terencana terwujud. Tanpa ragu kuterjang Pathel. Pertempuran berdarah dimulai! Kekuatan ungu itu takkan mudah ditaklukkan meski kita unggul.
Tapi saat menerjang Pathel, pemandangan gunung mayat dan lautan darah yang familier itu kembali menyelimutiku! Kali ini, dimensi yang kulihat jauh lebih luas daripada sebelumnya! Sedangkan Pathel yang berdiri di puncak gunung mayat di sini adalah 'monster' raksasa yang memandangku dengan dingin.
Tapi apa aku takut akan ini? Seketika, pupil mataku berubah menjadi hijau pucat, merasakan aliran energi membara di kelopak mata. Dengan tekanan mental yang tak tertahankan, pandanganku langsung tertancap pada Pathel yang berdiri di puncak gunung mayat...
Tubuh Pathel bergetar hebat. Suara gumamnya menggema di dimensi sunyi maut ini: "Xingya... Xingya..." Kemudian di puncak gunung mayat, ia mulai melompat-lompat liar sambil berteriak ke langit gelap: "Akulah yang paling mulia! Akulah, akulah...!"
Inti terdalam hati Pathel dengan mudah dikupas oleh rubah muda. Energi negatifnya dilepaskan sewenang-wenang. Dalam kebingungan, bagaimana mungkin Pathel masih punya kehendak kuat untuk mempertahankan dimensi ilusi ini? Hanya dalam sekejap pertarungan, dimensinya hancur berantakan di hadapanku.
Berani-berainya mengelabui rubah muda... Aku sampai bingung harus tertawa atau menangis!
Sekejap kemudian, wujud asli Pathel kembali muncul di depan mataku, tatapannya masih menunjukkan kebingungan setelah terhipnosis oleh rubah muda... Kali ini, tanpa ragu lagi aku kembali menerjang!
Inikah pertempuran terakhir?! Bukankah segala hal akan segera berakhir? Jika kehilangan roh, meski yang tertidur di dasar kolam dalam itu adalah Mayat Raja Milenium, ia hanya akan menjadi mayat kering belaka, tanpa kekuatan yang semestinya dimilikinya!
Begitulah pikiranku, namun kegelisahan tak terungkap terus menyebar tak terbendung dalam hatiku.
