Meski telah menghitung setiap langkah pertempuran dan memaksimalkan keunggulan, pertarungan antara aku dan Pathel tetap menjadi duel sengit. Bagaimanapun juga, kekuatan Roh Sisa Kunlun sungguh mengerikan, tak mudah unggul mutlak meski punya kelebihan strategis.
Hujan turun tak henti-hentinya. Dalam panasnya pertempuran yang saling menghantam ini, aku pun tak tahu berapa lama waktu telah berlalu.
Yang kuketahui hanyalah ular imut dan roh jiao yang suka bertarung sudah tak mampu melanjutkan pertarungan, menyusut kembali ke tubuh asliku. Mereka nyaris hancur jiwanya oleh ledakan kekuatan tiba-tiba Pathel. Bahkan cangkang pertahanan kura-kura bego tingkat dua yang melekat di balik buluku pun nyaris remuk redam, hanya tertahan seadanya di permukaan tubuh.
Mengenai kondisi rubah muda yang sedikit lebih baik, dibandingkan keahlian daya pikatnya, Pathel takkan bisa menyaingi meski mengejar dengan kuda. Ia tak bisa membingungkan rubah muda, namun juga memiliki resistensi besar terhadap daya pikat rubah muda. Hal ini cukup membuat rubah muda 'kelelahan total'. Ironisnya, dalam pertarunganku dengan Pathel, tak sedikit kali kami mengandalkan rubah muda untuk menghilangkan krisis.
Sedangkan tubuh asli si Bodohku juga sudah bertarung sampai batas maksimal. Di tubuhnya tertinggal banyak luka yang tak bisa disembuhkan dengan kekuatan jiwa. Kekuatan dasarnya pun hampir habis total. Berkat racun ular imut, barulah aku bisa meraih sedikit keuntungan dalam 'pertarungan fisik' paling langsung dengan Pathel.
Langit semakin kelabu. Setelah serangkaian pertarungan lagi dengan Pathel, kami pun berpisah kembali.
Saat ini tubuh raksasa Pathel yang asli benar-benar menyusut hingga seukuran manusia normal. Tubuh hitamnya hanya diselimuti lapisan tipis kekuatan ungu, dengan satu lengan yang tersisa... Terlihat sangat memprihatinkan. Ia menatapku dengan mata penuh kebencian, namun akhirnya tak punya keberanian untuk menyerang.
Sementara aku masih perlahan-lahan mengelilingi Pathel sambil mencari sudut serangan terbaik. Aku memaksakan diri mempertahankan ritme ini. Tak boleh kubiarkan ia tahu bahwa dalam kondisiku sekarang, bahkan langkah perlahan ini merupakan beban yang sangat berat.
"Aku sedang menguras habis-habisan potensi diri. Aku tak bisa menghitung hasil pertarungan ini. Meski Pathel terlihat begitu mudah dikalahkan saat ini, tapi bukankah setiap dari kami sudah bertarung sampai batas maksimal? Ini sebenarnya pertempuran kelompok yang sudah ditakdirkan sejak awal. Tidak ada kesempatan bagi individu untuk turun tangan, karena hanya dengan memusatkan kekuatan kita baru punya kualifikasi untuk bertarung setara dengan Pathel."
Perasaan gelisah yang tak terungkap sebelumnya kusingkirkan. Bukan berarti aku mengabaikan perasaan dari dasar hati, tapi dalam pertempuran seperti ini, sama sekali tidak boleh ada kehilangan fokus sedikit pun. Mana sempat memikirkan kegelisahan?
Medan perang sunyi. Konfrontasiku dengan Pathel masih berlanjut. Sebenarnya durasi saling berhadapan kami semakin lama, karena kami sama-sama butuh waktu untuk memulihkan napas. Dalam pertempuran seperti ini, setiap orang begitu tegang. Kemenangan atau kekalahanku menentukan takdir semua orang. Karena itu tak ada yang bicara, hanya memandang dalam hening.
"Ini seharusnya serangan terakhir." Hujan lebat yang turun rintik-rintik tak mengganggu pandanganku. Memandang Pathel yang tak jauh, itulah satu-satunya pikiran di hatiku. Aku sangat paham kekuatan diri. Sekalipun kuras habis potensi, hanya bisa mempertahankan satu serangan terakhir ini. Satu-satunya andalan hanyalah pukulan terakhir dan terkuat yang disebut Pak Johnny. Dalam pertempuranku melawan Pathel, dia tak pernah turun tangan. Aku hanya bisa membayangkan dia menungguku menyelesaikan pukulan terakhir, baru kemudian turun tangan.
Memikirkan hal ini, secara refleks aku menarik kembali cakarku, lalu mengaum rendah sebelum kembali menyerbu Pathel. Inilah serangan terakhir.
Menghadapi siluetku yang melompat seperti harimau, raut kebencian yang mendalam di mata Pathel semakin pekat. Tapi tak ada pilihan lain selain menghadapinya... Kami kembali bertarung, level pertempuran ini sudah sangat memalukan, bagaikan pertarungan dua roh dendam saling berusaha menelan.
Aku yakin jika ada sedikit saja orang suci yang mampir ke sini, pasti bisa membebaskan aku dan Pathel sekaligus!
Kekuatan untuk mengangkat cakar hampir habis, bahkan menggigit pun terasa sulit. Kondisi Pathel tak jauh lebih baik. Setiap pukulan dan hantamannya sekarang - yang dulu mungkin hanya seperti sentuhan gatal - kini sudah menjadi kekuatan terkuatnya.
Kesadaranku mulai buram. Memandang Pathel, aku yakin satu serangan kuat lagi akan membuatnya menguap bagai asap. Tapi tatapannya justru semakin menusuk... Apakah...?
"Apapun jenis monstermu, kau tamat." Suara Pathel serak tiba-tiba menggema.
“Wu…” Yang menjawabnya adalah suara terisak-isakku. Saat ini, gigiku sedang menggigit erat bagian pinggang Pathel. Aku masih mengumpulkan kekuatan. Asalkan giginya bisa menembus di sini, aku yakin Pathel tak punya sisa tenaga untuk mengkonsolidasi diri. Tapi aku harus mengakui, perkataan Pathel membuat hatiku terasa berat.
“Kau pikir aku bercanda?” Tatapan Pathel tiba-tiba menjadi serius. Tangannya berkerenyit, tiba-tiba sebuah pisau berwarna ungu yang terbentuk dari kekuatan muncul di genggamannya. Jantungku langsung mencekam.
Senyum sinis mengembang di wajah Pathel. Memandangku, ia berkata dengan suara kejam: “Kekuatan roh dewa-dewi, mana mungkin bisa dikalahkan oleh manusia biasa seperti kalian? Rahasia yang tak kusampaikan adalah, aku telah menyatu sepenuhnya dengan sebagian kekuatan roh dewa! Mengerti arti penyatuan total? Artinya sebagian rohnya telah menyatu sempurna dengan rohku. Kekuatannya adalah kekuatanku. Bisa juga kau pikir bahwa ia adalah aku!”
Seolah ingin menikmati kemenangan ini, Pathel mengayun-ayunkan 'pisau' di tangannya namun tak kunjung dihunjamkan. Ia terus membanggakan kebesarannya, tapi hatiku semakin mencekam. Bukan tak kusaksikan kekuatan sisa roh Kunlun, seperti pada Yu Cui Zi atau Penguasa Kota yang bisa membuat manusia bermimpi selama sepuluh ribu tahun.
Tapi aku tahu kondisi Pathel saat ini berbeda dengan mereka. Seperti perbedaan antara Yu Cui Zi dan Penguasa Kota, keadaan roh Kunlun yang menyatu dengan mereka lebih mirip parasit di tubuh mereka. Artinya, hampir tidak ada perbedaan dengan keadaan simbiosis antara aku dan Si Bodoh... Karena itu, saat Yu Cui Zi hancur lebur di hari itu, tersisa secercah roh ungu yang menerima hukuman petir... Sedangkan Penguasa Kota dikurung bersama sisa roh Kunlun, sehingga kondisinya tidak terlalu jelas! Tapi saat aku melihatnya hancur menjadi abu di hari itu, kehendaknya sudah lama menghilang. Yang tersisa hanya gumpalan roh ungu yang dihancurkan...
Jadi ketika Pathel mengucapkan kalimat ini, aku benar-benar tak bisa membayangkan seperti apa keadaan penyatuan total yang dia maksud. Seperti penyatuan antara aku dan Si Bodoh yang membuatku tak percaya, apakah ini mirip dengan proses menyatukan roh antara kami berdua?
“Raga fisikku harus hidup kembali, karena itu aku selalu enggan menggunakan kekuatan seperti ini... Hun yang telah menyatu tak akan bisa kau bayangkan! Kau hebat, memaksaku menggunakan sisa kekuatan terakhir. Awalnya aku ingin menyatu dengan lebih banyak kekuatan semacam ini.” Suara serak Pathel masih menggema di telinga, tapi pisau di tangannya sudah menghunjam keras. Belati yang terkonsolidasi dari kekuatan jiwa Roh Kunlun itu dengan mudah menusuk tubuhku yang sudah lemah tak berdaya. Kuperhatikan lapisan tipis kekuatan ungu yang sebelumnya menyelimuti tubuhnya telah lenyap. Pisau inilah wujud terakhir dari kekuatan ungu yang terkonsolidasi.
Dan Pathel sendiri masih menyimpan kartu as, yaitu kekuatan ungu yang telah menyatu dengannya! Kekuatan jiwa yang digunakan selama bertarung melawan kami hanyalah kekuatan yang belum terintegrasi...
Setelah memahami hal ini, aku segera menoleh ke atas. Senyuman kejam Pathel... Jantungku perlahan membeku. Kupalingkan pandangan ke Pak Johnny, di wajahnya terpancar ekspresi kesakitan dan keraguan. Tapi mengapa dia masih belum turun tangan?
“Biarkan kau melihat esensi sebenarnya!” Pathel tertawa dengan kegilaan, angin berhembus kencang seakan menghempas lapisan aura hitam yang membelit tubuhnya. Di balik aura itu, kulihat kilatan warna ungu pucat. Pathel yang merasuki punggung harimau ku berbisik dingin: “Inilah penyatuan sejati, mewariskan kekuatan tak wajar. Sayang harus melalui daging untuk mengoptimalkannya. Sihirmu tak berarti di hadapan kekuatan ini! Kau tak tahu betapa mulianya warisan ini! Tinggal menunggu hari ketika segel terpecahkan, saat itulah Pathel akan hidup kembali. Sayang, aku masih ingin menghidupkan kembali Xingya melalui ritual rahasia.”
Saat mengucapkan ini, pisau di tangan Pathel tak lupa menyayat tubuhku. Luka panjang terbentuk di sisi tubuhku. Rasa sakit dahsyat dari roh membuatku mengaum kesakitan. Masih adakah kekuatan? Masih adakah tenaga yang bisa kugunakan?! Asalkan bisa mengalahkan kekuatan ungu terakhir ini, aku masih bisa mencegah beberapa hal...
Setidaknya dari perkataan Pathel, kusadari satu hal: Hun yang menyatu membutuhkan tubuh untuk mencapai kekuatan penuh. Dalam wujud roh, mungkin tak sekuat itu, hanya sedikit lebih perkasa dari roh biasa... Meski tak mengerti mengapa perlu daging untuk kekuatan maksimal, sebab bagi kami praktisi spiritual, justru tanpa raga sihirlah yang seharusnya lebih kuat...
Sayang, tak ada yang memberi aku jawaban... Bagaimana cara mengubah situasi pertempuran saat ini? Tak ada lagi kekuatan yang bisa melawan Pathel dalam kondisi seperti ini. Mungkinkah kegelisahanku menunjukkan akhir dari pertempuran ini? Akankah kami akhirnya kalah?
Hujan turun dengan sendu. Kekalahan jelas berarti kematian, namun jantungku mati rasa. Tak ada kesadaran akan kematian yang mendekat, malah merasa awan hitam di atas kepala semakin pekat... Ataukah alam semesta sedang memberiku pertanda?
Tapi yang tak terduga, awan hitam ini sama sekali bukan muncul tanpa alasan.
