Menghadapi janjiku, Pak Johnny tidak banyak bicara. Ia menatapku dalam-dalam sebelum mundur ke samping dan duduk. Kemudian memulai ritual atau sihir yang tak kupahami? Mungkin ini praktik khas praktisi spiritual India? Saat prosesnya, kurasakan gelombang roh yang kuat bergemuruh, berlapis-lapis seperti menanti ledakan akhir...
Kulemparkan pandangan terakhir ke Pak Johnny sebelum menarik napas panjang. Kini tak perlu kata-kata lagi antara kami. Kepercayaan yang terpancar dari matanya tadi telah menjelaskan segalanya.
Berdiri di samping peti mati Pathel, kuhindari kontak matanya. Satu per satu kukeluarkan perlengkapan ritual dari sakuku.
Kedua lengan Pathel masih tegak menjulang ke langit, membuat mayat itu terlihat semakin mengerikan.
Hal pertama yang digunakan adalah beras ketan berwarna darah dari Pak Johnny. Aku menggenggam segenggam dan berjongkok. Tak terhindarkan, aku harus berhadapan langsung dengan wajah Pathel. Tatapannya masih mengerikan, sepasang bola mata yang sulit dipercaya sebagai milik mayat, karena mereka mengikuti gerakan tanganku. Jelas sekali mereka mengawasi setiap gerak-gerikku, hanya sayang tubuhnya terkunci oleh segel sehingga tak bisa bergerak.
Aku berusaha menahan getaran tangan, menahan bau busuk dan anyir darah yang menyengat dari peti mati. Segenggam pertama beras ketan kumasukkan ke kedua telinga Pathel... Saat beras masuk, kedua pupil mengerikannya menunjukkan kilasan kesakitan, lalu seluruh tubuhnya mulai bergetar dahsyat. Rasanya seperti seseorang yang memaksa diri untuk bangkit dari posisi duduk.
Jika kubilang tidak takut, itu dusta. Tapi saat itu, kurasakan kekuatan dahsyat yang berasal dari dada Pathel - energi penekanan alam semesta yang dipicu oleh kekuatan jiwa. Tiba-tiba menekan tubuh Pathel, aku mendengar suara 'srr' kesakitan yang keluar dari lehernya. Tubuhnya kembali kaku, diam tak bergerak dalam peti mati yang tergenang air.
Kekuatan jiwa penuntun itu terasa begitu familiar. Seketika aku tahu itu berasal dari sisa roh Guru leluhur... Segelnya ternyata memang berada di dada.
Namun di saat yang sama, aku juga mulai merasakan ‘ketidakberdayaan’ dari segel itu. Kurasakan kekuatan tersebut berusaha memaksa menekan cakar yang tumbuh dari mayat Pathel, namun akhirnya gagal.
Kedua tanganku menjadi dingin akibat pengaruh mayat Pathel itu sendiri, namun kemunculan kekuatan Guru leluhur memberikanku ketenangan. Kuraih segenggam beras ketan lagi, menggigit gigi, lalu langsung menaruhnya di atas bola mata mengerikan Pathel.
Meski menggunakan sarung tangan, sensasi unik dari bola mata itu tetap sampai ke telapak tanganku lalu merambat ke otak. Sebenarnya menyentuh bola mata bukanlah pengalaman yang menyenangkan - elastisitas anehnya membuat seluruh tubuh merinding. Apalagi pasangan bola mata di bawah tanganku ini terasa membeku...
‘Css’ Begitu beras ketan diletakkan di bola mata, tiba-tiba muncul asap hitam disertai rengekan tajam aneh dari leher Pathel. Perasaan asam dan kebas menyergap dari dasar hati - bukan ketakutan, melainkan sensasi seolah bola mataku sendiri yang pecah. Roh Kunlun yang menyatu dengan hun Pathel benar-benar kuat, sampai bisa membuatku merasakan hal seperti ini.
Asap hitam berhamburan di udara, untungnya aku sudah memakai masker khusus sebelumnya... Sedangkan pengaruh dari Pathel sendiri tak bisa kuhilangkan, hanya bisa terus-menerus membatin mantra penenang di dalam hati, memaksakan diri untuk tetap tenang. Meski masih ada sedikit pengaruh samar-samar darinya yang tak mampu kusir.
Aku hanya bisa membiarkan diri mati rasa menyelesaikan semua pekerjaan. Telinga Pathel sudah ditutup, matanya ditutup, hidungnya ditutup, terakhir adalah mulut... Melihat taring tajam yang menjulur, aku tahu itu bagian paling berbahaya, tapi justru titik vital yang harus ditutup untuk semua zombie. Tak ada pilihan lain.
Beras ketan berwarna darah seolah sudah dihitung dosisnya oleh Pak Johnny. Kini tinggal segenggam terakhir. Kulihat Pak Johnny di sana, seluruh tubuhnya terjerat dalam kondisi aneh. Kulitnya mulai memerah secara tidak wajar, lalu kurasakan aliran kekuatan penuh vitalitas mengalir ke totem aneh di dadanya... Ekspresi Pak Johnny sangat unik, meringis kesakitan namun dipenuhi ketenangan dan kekhusyukan dalam penderitaan. Seolah ia sedang melakukan hal terpenting dalam hidupnya.
Kualihkan pandangan, menatap taring tajam Pathel lama-lama. Akhirnya kutetapkan hati, dengan tangan bergetar kuraih dagunya.
Anehnya, aku tidak menemukan perlawanan apa pun. Hanya dengan cubitan ringan, mulut Pathel langsung terbuka sedikit. Dari dalam tenggorokannya, terlihat asap sha mayat berwarna hitam pekat yang membuat orang bergidik ketakutan... Aku meraih segenggam terakhir beras ketan kemerahan, mulai memasukkan perlahan ke mulut Pathel.
Bukan sekadar memasukkan beras ketan ke mulut Pathel. Tanganku harus masuk sampai ke ujung tenggorokannya, menyumbat asap sha mayat itu sekaligus mencegah mayat bangkit menyedot Energi Yang manusia! Jika tenggorokan tersumbat, ia tak bisa menghisap...
Sambil berpikir begitu, kukuatkan genggaman pada dagu Pathel. Mulutnya terbuka lebih lebar. Asap sha mayat itu berputar-putar di dalam mulutnya. Selama belum bangkit, asap takkan keluar. Sha mayat baru akan menyembur saat proses kebangkitan... Meski begitu, keringat dingin menggenang di pelipisku. Tetap harus memasukkan tangan sepenuhnya.
Akhirnya tanganku masuk ke mulut Pathel. Saat memasukkan, seluruh lenganku tak terkendali langsung merinding. Rasanya seperti memasukkan tangan ke mulut buaya yang terbuka lebar, siap mengatupkan rahangnya setiap saat dengan kekuatan gigitan yang menghancurkan.
Yang membuatku pasrah adalah, aku masih harus meraba posisi tenggorokan di dalam mulut Pathel, menyumbatnya dengan beras ketan berwarna darah di sana!
Aku tak bisa menggambarkan betapa dinginnya rongga mulut Pathel, dingin yang lembap dan menjijikkan, karena di dalamnya terdapat cairan tak dikenal, ditambah lagi energi Sha mayat yang nyaris berwujud fisik mengelilingi telapak tanganku... Saat jari-jariku menyentuh bagian tenggorokannya, seolah ada sesuatu yang menyumbat di sana, membuatku tak bisa memasukkan beras ketan... Dengan erat menggenggam beras ketan, menahan rasa mual yang menggumpal, kuulurkan dua jari untuk mencabut gumpalan itu keluar dari tenggorokan Pathel!
Dari awal hingga akhir, Pathel tetap diam membiarkanku mengotak-atik mulutnya. Namun saat gumpalan itu tercabut, bau busuk yang menyengat langsung menusuk hidung. Baru sekali melirik, perutku langsung mual dan memuntahkan isinya... Itu adalah segumpal jantung yang membusuk. Sebagai zombie, suhu tubuh Pathel yang beku berfungsi sebagai pengawet alami, sehingga jantung itu tidak sepenuhnya hancur menjadi debu, masih tersangkut di tenggorokannya.
Dari ukurannya, jelas ini adalah separuh jantung manusia... Adapun separuhnya yang lain!
Aku tidak berani membayangkan lebih jauh. Tiba-tiba ada pencerahan, mengerti asal bekas darah di tangan Pathel. Juga tahu materi hitam di kuku-kukunya. Pastinya darah dan daging manusia? Dengan erat menggenggam beras ketan, hampir dalam kondisi gila aku meraba-raba di dalam peti mati.
Cairan keruh keabuan dalam peti mati berceceran kemana-mana akibat gerakanku. Akhirnya di bawah tubuh Pathel kudapati sebuah lubang... Tidak terlalu besar, hanya seukuran setengah tinju! Tertutup tubuhnya sehingga tak terlihat. Dalam kegelapan bawah air, lubang di dasar peti mati itu memang sulit ditemukan... Setelah naik ke darat, kami langsung menarik peti mati itu...
Air dalam peti mati tidak mengalir keluar karena lubang itu tersumbat tubuh Pathel untuk sementara waktu...
Setelah menemukan lubang itu, aku tak kuasa menahan diri lagi. Langsung bersujud di samping peti mati, muntah sampai pusing... Bahkan saat yang keluar hanya cairan asam bening, gelora dalam hatiku tetap tak tertahankan!
Pathel lebih mengerikan dari yang diantisipasi guru leluhurku! Segel sama sekali tidak berhasil mengurungnya sepenuhnya!! Selama ini dia tetap zombie 'hidup'! Kekuatannya yang bisa bertarung sengit dengan kami setelah bertahun-tahun tersegel, berasal dari... memakan manusia, memakan jantung manusia, menyedot tetes darah esensial dari jantung korban!
Aku awalnya mengira, itu hanya mengendalikan ikan-ikan itu untuk menyiramkan darah di peti matinya sendiri, menggunakan sedikit darah untuk melembabkan diri... Peti mati ini sama sekali tidak menutupnya dengan sempurna, tidak tahu cara apa yang digunakannya untuk mengorek lubang di peti mati.
Jika benar seperti itu, cara yang kusiapkan untuk mencegah mayat bangkit sama sekali tidak bisa digunakan, aku harus bertaruh dengan nyawaku sendiri...!
Setelah menenangkan perasaan, dengan susah payah kutekan lambung yang masih mual-mual, membawa kemarahan yang tak terucapkan, aku kembali menghadap peti mati berbau busuk itu, lalu mencengkeram dagu Pathel erat-erat, dan kembali memasukkan tangan yang menggenggam beras ketan ke dalamnya!
Kemarahan kali ini menghilangkan semua ketakutanku, dengan sangat langsung aku mengaduk-aduk di mulut Pathel... lalu meraba sampai leher!
Saat hendak melepaskan beras ketan, tiba-tiba kurasakan rasa krisis yang kuat. Dengan persiapan mental yang sudah kusiapkan, di saat itu juga kukumpulkan semua kekuatan tubuhku di tangan yang mencengkeram dagu Pathel... tenaganya begitu besar sampai jari-jariku memucat kebiruan karena tekanan berlebihan yang terlihat aneh!
Tapi gemeretak gigi yang menusuk itu tetap terdengar, suara tulang rahang diremas yang tetap dipaksa menutup... Pada saat itu, barulah aku menyadari betapa dahsyatnya kekuatan Pathel. Aku hampir menekan dagunya, tapi tak lupa menyumpal kerongkongannya dengan segenggam beras ketan!
