Hingga saat ini, semua pekerjaan untuk menyegel Pathel telah kuselesaikan. Yang tersisa hanyalah langkah paling krusial - menghancurkan segel tersebut.
Mengenai cara menghancurkan segel dan memanggil roh Guru Leluhur, sebelumnya kupikir harus menggunakan ilmu Zhongmao. Namun dalam percakapan sebelumnya dengan Pak Johnny, dia memberitahuku bahwa tak perlu demikian. Cukup dengan mengambil potongan kayu pemelihara roh di tengah segel, sisa roh Guru Leluhur akan merasakan napasku dan secara alami pergi ke tempat yang semestinya.
"Tempat apa yang dimaksud?" Saat itu aku sangat bingung dengan pertanyaan ini. Pak Johnny melirik penuh makna ke untaian manik-manik cendana di tanganku, lalu berkata: "Untaian cendana ini pernah menyegel kekuatan jiwa Guru Leluhurmu. Sisa rohnya secara alami akan tertidur di sini. Mengerti?"
Mengingat kembali percakapan dengan Pak Johnny, mengumpulkan sisa roh Guru Leluhur seharusnya hal yang sederhana. Namun kenyataannya, setelah ini aku harus menghadapi hidup dan mati.
Aku juga tidak tahu apakah hal ini sudah mencapai titik seperti ini. Aku merasa agak mati rasa, hanya merunduk melihat melalui celah garis tinta, mulai membuka pakaian yang dikenakan mayat Pathel. Pak Johnny memberitahuku bahwa itu adalah jubah standar warisan Putra Dewa. Menurutku, sangat mewah, namun kancingnya juga luar biasa rumit dan sulit dilepas. Selama bertahun-tahun karena alasan Pathel, pakaian ini tidak membusuk, sekarang benar-benar menguji kesabaranku.
Keringatku menetes satu per satu ke dalam air kotor peti mati, juga menetes di mayat Pathel. Dengan sengaja aku tidak memperhatikan perubahan yang semakin jelas di wajah Pathel, yaitu sudut bibirnya yang semakin terangkat, seolah tahu apa yang akan kulakukan, mulai tersenyum dingin ala yin.
Ini jauh lebih jelas dibandingkan senyuman samar-samarnya saat bersentuhan dengan aura kehidupan Tao Bai sebelumnya!
Apakah 'itu' tahu? Sudah tak bisa menahan rasa puas... Meski aku berusaha mengabaikan, namun dengan posisi berhadapan seperti ini, dari sudut mataku tetap bisa melihat. Hanya ini penilaianku, tapi aku sudah tidak takut lagi. Sebentar lagi mayat itu pasti akan bangkit, apa lagi yang harus kutakutkan?
Mengabaikan senyum aneh dan mengerikan Pathel, tanganku dengan stabil melepas kancing terakhir yang rumit. Sampai di sini seharusnya bisa menarik pakaian tubuh bagian atasnya. Dengan pikiran itu, kusibakkan pakaian di dada Pathel. Setelah sekian lama, untuk pertama kalinya kulihat segel yang ditinggalkan Guru leluhur.
Segel ini terlihat sangat rumit. Berdasarkan pengetahuan dasarku tentang formasi, aku bahkan tidak bisa segera memahami alur pola formasi ini. Tentang kemampuannya, aku benar-benar bingung. Tapi aku bisa melihat keunikan segel ini: Ia tidak digambar di tubuh Pathel, melainkan diukir di kulit Pathel, melukai kulit kecoklatan-merahnya hingga memperlihatkan daging kering berwarna abu-abu yang mengerikan di bawahnya.
Meski alur pola formasinya tidak bisa kupahami, semua pola tersebut berpusat pada kayu di dada Pathel.
Itu adalah sepotong kayu hitam pekat dengan pola unik, diukir menyerupai papan kayu. Di atasnya terukir karakter Li dengan gaya naga menari dan burung phoenix terbang. Dibandingkan gaya mengerikan guruku dalam mengukir, gaya guru leluhurku jauh lebih normal.
Sekilas melihat papan kayu itu, langsung kurasakan energi Yin murni di dalamnya. Sangat langka bisa tetap tidak tercemar meski telah lama berada di tubuh zombie. Perlu diketahui, ia tidak sekadar ditempatkan di dada Pathel, tapi tertanam dalam daging dan kulitnya.
Selain itu, tidak ada kayu pemelihara roh alami di dunia ini. Yang disebut kayu pemelihara roh adalah kayu pilihan yang cocok untuk menyerap energi Yin, bisa dikembangkan melalui pelatihan. Tentu saja aku bisa menilai bahwa kayu pemelihara roh di dada Pathel ini adalah kualitas tertinggi. Guru leluhur pasti telah mencurahkan banyak usaha untuknya.
Hanya dengan melihat segel ini selama beberapa detik, berbagai pikiran ini muncul di benakku. Sepanjang proses ini, Pathel terdiam sangat hening. Kurasa ia sangat berharap aku segera, bahkan lebih cepat lagi, menghancurkan segel ini.
Aku pun tidak lagi ragu. Kurentangkan tangan dan mencengkeram papan kayu ukiran kayu pemelihara roh itu. Letaknya yang tertanam rapat dalam kulit dan daging Pathel membuatku merasakan kekokohan jaringan tubuhnya - seperti karet premium... Hingga jari-jariku harus mencengkram masuk ke dalam kulit dan daging Pathel sebelum akhirnya dengan tarikan keras, papan kayu itu berhasil kukeluarkan.
Begitu papan kayu menyentuh telapak tangan, kurasakan semburan kekuatan jiwa yang familiar tiba-tiba meninggalkan papan itu. Kekuatan itu berputar-putar mengelilingi pergelangan tanganku sebentar, lalu lenyap dengan cepat tanpa bisa kudeteksi lagi.
Tidak seperti yang kuduga, siluet Guru Leluhur tidak muncul. Bahkan komunikasi pikiran pun tidak terjadi. Kemunculan sisa roh Guru Leluhur terasa begitu sederhana, namun sama sekali tidak membuatku kecewa. Malah ada rasa tenang... Meski kini tak bisa kurasakan, tapi kuyakini sepenuh hati: Pada momen tertentu, ia telah memasuki untaian manik-manik cendana di pergelangan tanganku. Akhirnya terkumpullah helaian pertama sisa roh Guru Leluhur.
Tapi tak ada waktu untuk berbahagia. Begitu papan kayu menyentuh tangan, perubahan pada Pathel sudah dimulai. Pertama-tama, suara lolongan panjang keluar dari mulutnya, sama sekali bukan suara manusia, lebih mirip auman binatang buas dari hutan yang baru terbangun dan melepaskan geram yang terpendam lama...
Aku menyimpan kayu pemelihara roh di tangan. Semua yang harus dilakukan sudah selesai. Jika kebangkitan mayat memang tak terhindarkan, aku harus menghadapinya.
Tapi sebelumnya, kulihat Pak Johnny. Seolah merasakan Pathel telah 'bangkit', aura energi kuat tiba-tiba menyembur dari seluruh tubuh pria tua itu. Bagian atas tubuhnya yang tadinya memerah perlahan memudar, warna merah itu kini terkumpul cepat di totem di dadanya.
Suara 'Glekuk' dari peti mati menarik perhatianku dari Pak Johnny. Kulihat sumber suara itu ternyata beras ketan. Butiran yang kumasukkan ke tujuh lubang Pathel kini terlontar keluar oleh kekuatan tak dikenal, seperti hujan peluru kecil yang menyembur dari peti...
Apakah... ini proses penghancuran segelku satu per satu? Raut wajahku tegang, begitu juga dengan orang-orang di atas batu... Tak boleh ada penundaan. Segera kududukkan diri bersila, jari-jari membentuk segel tangan, siap mengerahkan seluruh kekuatan roh untuk menekan Pathel.
Beras ketan yang disemburkan dengan kecepatan luar biasa, yang awalnya berwarna merah darah, tiba-tiba berubah menjadi hitam. Kurang dari dua detik sudah berhamburan di tanah... Untung jarak antara aku dan Pathel tetap dua meter. Cukup satu butir beras ketan yang telah menyerap virus kematian ini mengenai tubuhku, akibatnya akan sangat fatal. Racun mayat itu akan langsung menjalar dalam sekejap.
"Bertahan sebentar saja, kan?" Telingaku terus mendengar suara 'tok-tok-tok' pecahnya simpul. Itu suara Simpul Pengunci Jiwa yang membelenggu tubuh Pathel satu per satu kehilangan efektivitasnya, dipaksa hancur oleh kekuatan jiwa Pathel. Begitu rohnya terbebas dari belenggu di dalam tubuh, maka tubuhnya akan sepenuhnya mengikuti kebebasan roh tersebut...
Aku sudah lupa ini kali keberapa keringat dinginku keluar. Jari-jari yang membentuk mudra pun mulai gemetar ringan. Padahal baru sepuluh detik sejak aku mengambil papan kayu, perubahan drastis sudah terjadi. Dentuman pecahnya Simpul Pengunci Jiwa bergema di telinga bagai pukulan di hati. Dari sembilan simpul pengunci roh total, jika tak salah ingat, sudah lima yang meledak... Mampukah aku bertahan seperti janji Pak Johnny "sebentar saja" ini?
Tekanan dahsyat justru memberiku dorongan semangat. Di bawah tekanan tinggi, kekuatan jiwaku mulai berdenyut-denyut, lebih perkasa dari biasanya, siap siaga untuk dikerahkan seluruhnya guna menekan Pathel.
‘peng’ Simpul Pengunci Jiwa terus meledak, sekali, dua kali, tiga kali, empat kali... Tepat pada saat itu, cakar Pathel yang semula terkaku di udara tiba-tiba bergerak. Cakar itu ditarik mundur hingga menimbulkan hembusan angin, dan seketika itu juga, cakar kering itu menyambar tali tinta yang mengikat mulut peti mati.
‘Ssss’ seperti air beku yang menyiram perapian yang redup, suara itu keluar saat cakar Pathel bersentuhan dengan tali tinta. Namun Pathel tampaknya tak peduli, malah mengaum seperti binatang buas. Seketika, tali tinta yang menyegel mulut peti mati terkoyak dan terbelah...
Jika belum pernah mendengar auman zombie, kau takkan tahu betapa mengerikannya suara ini. Ini adalah auman Pathel setelah menembus Simpul Pengunci Jiwa, lebih menggetarkan jiwa daripada sebelumnya. Saat itu, hampir saja pikiranku goyah dan ingin lari terbirit-birit.
Tapi akhirnya aku bertahan. Telapak tangan yang membentuk mudra basah oleh keringat, tapi aku harus menghadapinya!
‘Wah!’ Tali tinta benar-benar terkoyak. Mataku tak berkedip memandang peti mati. Detik ini terasa sangat panjang namun juga singkat. Dengan suara ‘krak-krak-krak’, sesosok siluet tiba-tiba bangkit duduk!
Pathel akhirnya benar-benar bangkit sebagai zombie!
Aku menelan air liur, tak berani menunda sedikit pun. Kekuatan jiwa mulai mengalir tanpa peduli nyawa. Dari sisi Pak Johnny belum ada reaksi sama sekali. Menghadapi Pathel yang ganas ini, aku sama sekali tidak berani bersikap sembrono.
Tapi, saat Pathel duduk tegak, bahkan bentuk tubuhnya pun belum sempat kulihat jelas, tiba-tiba kurasakan hembusan angin menyapu pipiku.
Tiba-tiba muncul sepasang cakar tajam di bidang pandanganku, membesar dengan cepat dalam mataku!
Seketika, Pathel sudah berada di hadapanku. Bagaimana dia bisa bergerak secepat ini? Cakar itu hampir saja mencengkeram leherku... Di saat itu, aku sama sekali tak berani menyimpan cadangan. Semua kekuatan dikerahkan habis-habisan!
Kali ini, bukan hanya kekuatan jiwa, bahkan seluruh rohku kuhantamkan untuk menekan Pathel!
