Ini sudah termasuk tindakan menekan yang tak peduli nyawa. Bahkan saat menyatukan roh pun, aku tak boleh melepaskan seluruh Hun dan Po-ku. Orang biasa pun tahu pengetahuan umum ini: jika unsur roh terpisah dari tubuh terlalu lama, manusia akan mati!
Situasi di Danau Seribu Hantu memang kondisi khusus. Apalagi saat itu, tubuh kami dijaga oleh penyeberang.
Durasi pasti pemisahan roh sebelum kematian bervariasi antar individu. Pada zaman purba, penganut Taoisme yang telah melatih Yuan Shen bisa bertahan lama. Tapi sebagian orang bisa langsung tewas saat rohnya terpisah. Hal ini tidak ada kepastian, tapi aku pun tak punya pilihan lain.
Suara 'gemuruh' terdengar, pada saat aku memisahkan Hun dan Po untuk menekan, seluruh jiwaku serasa menghantam batu besar, mengirimkan perasaan sedih yang tak terucapkan. Itulah bentrokan jiwaku dengan jiwa Pathel. Namun kekuatan jiwa yang meluap seketika membuatku berhasil mengunci jiwa Pathel dengan kekuatanku sendiri! Cakarnya yang menjulur ke arahku tiba-tiba berhenti pada jarak sekitar 30 cm, tubuhnya condong ke depan, wajahnya semakin mendekat...
Penglihatanku anehnya tidak terpengaruh, sebenarnya itu sudah tidak bisa disebut penglihatan lagi, melainkan persepsi spiritual yang ganjil dari jiwa!
Aku 'melihat' tali merah yang mengikatku dengan Pathel bergetar dahsyat, di situlah kekuatanku dan Pathel saling bentrok.
Terkunci kan? Begitu pikirku... Tapi sebelum sempat bernapas lega, kulihat cakar Pathel tiba-tiba membentuk segel tangan aneh yang bahkan tak bisa kukenali. Tiba-tiba gelombang jiwanya melonjak drastis.
'Peng' kurasakan getaran dahsyat di jiwa, disusul kekuatan masif yang menghantam dan meremukkan sebagian kekuatanku. Sebelum sempat bereaksi, segel tangan aneh Pathel berubah lagi, mengirimkan gelombang kekuatan baru yang kembali merobek pertahananku...
Itu adalah kekuatan jiwa murni yang dihancurkan, namun aku hanya bisa pasif menanggungnya dengan perasaan tertekan. Aku sama sekali tidak tahu berapa lama aku bertahan. Hanya dengan perubahan konstan segel tangan Pathel, kekuatan jiwaku yang menekannya akhirnya hancur berkeping-keping.
Kehilangan seluruh kekuatan jiwa, jiwaku merasakan kelemahan tak tertahankan pada saat itu. Apakah harus menekan langsung dengan seluruh jiwa? Begitu pikiran ini muncul, rasa krisis hidup-mati yang dahsyat langsung memenuhi seluruh jiwaku. Intuisiku kali ini sangat jelas: Jika berani menekan seperti ini, jiwaku akan ditelan Pathel tanpa ragu!
Pathel yang hampir melepaskan diri dari tekananku, dalam persepsiku, kembali menampakkan senyum mengerikan yang suram di wajahnya. Kulihat tenggorokannya bergerak... Sial! Sha mayat... Bagaimana bisa aku lupa ini? Sha mayat yang belum sempat dimuntahkannya! Jika terkena sha mayat zombie tingkat tinggi, kematian justru merupakan akhir terbaik. Tapi kemungkinan lebih buruknya adalah aku akan terinfeksi tanpa alasan, berubah menjadi zombie yang selamanya mengikuti Pathel.
Sama sekali tidak ada waktu yang memungkinkan aku memilih apa pun? Pada saat itu, rohku segera kembali ke tubuh asli, lalu hampir tanpa berpikir aku mencengkeram leher Pathel... Kelemahan roh terus-menerus datang, membuat seluruh tubuhku ingin segera tertidur lelah, tapi kekuatan fisik belum hilang. Saat ini murni kehendak yang menopang semua aktivitasku!
Aku belum pernah segugup ini, juga belum pernah memeras tenaga sendiri habis-habisan seperti ini. Wajah Pathel berjarak kurang dari 30 cm, di dalam mulutnya yang terbuka terlihat beras ketan hitam masih menyumbat tenggorokan. Asap sha mayat menyeruak keluar. Apakah tadi sengaja tidak memuntahkan beras ketannya? Hanya untuk membiusku? Apakah ia ingin mengubahku jadi zombie?
Berbagai pikiran berputar-putar di kepalaku. Kuyakin ekspresi wajahku sudah berkerut, seluruh muka basah oleh keringat panas. Aku tak tahan meneriakkan, memaksa diri sendiri untuk menghentikan semua ini.
Karena leher Pathel kucengkeram, sementara benda di tenggorokannya tak bisa dimuntahkan. Tapi bagian tubuh lain yang sudah lepas dari tekanan masih bisa bergerak. Ia seperti mempermainkanku, seluruh tubuhnya mendorong kekuatan lenganku perlahan mendekat. Tinggal beberapa senti lagi, kedua cakarnya pasti akan mencengkeramku!
Otot di lenganku bergetar dahsyat, aku tak menyangka tenaga makhluk ini begitu besar. Hanya dalam sekejap, aku sudah hampir tak mampu menahan. Belum lagi, jarak yang begitu dekat membuat memandang wajah Pathel menjadi siksaan. Wajah zombie yang mengerikan, terutama di bola matanya dan lubang hidung yang dipenuhi bintik-bintik hitam seperti luka remah, membuat seluruh tubuhku merinding. Itu adalah efek luka dari beras ketan berwarna darah.
Seandainya hanya itu mungkin masih bisa kutahan. Masalahnya, ekspresinya begitu hidup: senyuman kejam yang dingin, tatapan mata gila penuh emosi, bagai batu shi besar yang menindih jantungku. Melihatnya sedetik pun adalah siksaan.
Lengan semakin gemetar tak terkendali. Aku sudah di ambang batas. Kuku panjang Pathel hampir menyentuh kulit leherku. Meski belum menyentuh, aku sudah merasakan halusinasi panas membara seperti akan tercakar, dan lagi-lagi merinding tak terhindarkan.
Tak ada yang sempat membantuku. Semua konfrontasi ini terjadi dalam sekejap cahaya redup, persis seperti kata Pak Johnny: benar-benar hanya sesaat.
Dan tak ada yang berani mendekat. Sebab semakin banyak konsentrasi populasi manusia, hanya akan membuat Pathel semakin kuat!
Aku seolah-olah sedang menghadapi hal yang paling membuat pasrah di dunia ini, karena mayat Pathel sama sekali tidak bisa dimusnahkan dengan cara pintas. Jika dibakar, akan merusak papan kayu yang menyegelnya... Bahkan di masa lalu pun tidak bisa, karena hanya papan Guru leluhur yang mampu sepenuhnya menekan kegilaan Pathel. Sebelum mayat perkasanya terbakar, papan itu pasti sudah hancur... Menghancurkan mayat dengan kekerasan juga tidak mungkin, karena di dalamnya masih tersimpan roh Kunlun... Jika mayat Pathel dihancurkan, rohnya yang telah menyatu dengan roh Kunlun benar-benar akan melarikan diri. Alasan dia membiarkan kami menemukannya hanyalah karena masih sayang dengan tubuh yang telah ditapabratkan dengan banyak darah ini... Tanpa tubuh ini, dia tidak akan punya ikatan atau pertimbangan lagi. Kalau dia kabur, ke mana kami harus mencarinya? Selama roh jahat itu masih ada, semua usaha kami sia-sia... Mungkin ini juga alasan Guru leluhur memilih untuk menyegel mayatnya dulu? Tidak bisa memusnahkan roh Kunlun secara langsung, hanya bisa mengurungnya dengan menyegel mayat...
Tidak ada cara lain selain bertahan dengan gagah! Memikirkan ini, tanpa alasan jelas kemarahanku membara, dan sekali lagi aku berteriak dengan penuh kegilaan. Sebentar kemudian, ujung lidahku menekan rahang atas, dengan cepat aku melakukan jimat pengumpul energi Yang dari tubuh, lalu dengan hati yang membatu, menggigit bagian khusus ujung lidah. Energi Yang milikku sendiri beserta darah esensial ujung lidah yang merah segar dan penuh energi Yang langsung memuntahkan ke wajah Pathel.
Di tempat darah itu jatuh, kembali terdengar suara 'ciit-ciit' yang tidak enak didengar. Namun energi Yang milikku yang cukup berarti, serta darah ujung lidah yang berharga ini memiliki efek penghambat tertentu padanya. Saat aku mencengkeram erat tenggorokannya, dia tidak bisa berteriak. Dari tatapan matanya terlihat jelas bahwa dia mengalami cedera tertentu dan sangat kesakitan!
Tubuhnya yang semula mendekatiku dengan kekuatan penuh, kini sedikit terhenti.
Sebelumnya, aku sudah mengambil setetes darah esensial untuk mengaktifkan formasi. Sekarang setelah menggigit bagian khusus dan memuntahkan darah esensial ujung lidah lagi, setelah berhasil menghambat Pathel ini, energi seluruh tubuhku langsung layu. Kekuatan sudah mencapai batas, siapa pun bisa melihat lenganku gemetar seperti penderita epilepsi.
Sudah hampir tidak ada cara lagi? Pak Johnny... Dalam hati aku berteriak. Cara terakhir ini hanya bisa menghentikan gerakan Pathel kurang dari dua detik. Tanpa sengaja kulihat jam tangan di pergelangan tanganku - total waktu menghambat Pathel hanya sekitar setengah menit, tapi sudah menghabiskan seluruh tenaga dan pikiranku!
Saat sekejap yang disebutkan Pak Johnny benar-benar merupakan sekejap yang terasa sangat lama.
Tak ada cara lain, Pathel kembali bergerak... Kali ini sepertinya ia tak ingin bermain-main lagi, cakar itu menyentuh lengan bawahku, sensasi sentuhan yang membeku membuat mataku melotak lebar, bulu halus di lengan langsung berdiri tegak. Apakah ini akan langsung menarik lenganku hingga putus?
Aku sendiri tak sempat menarik kembali, juga tak punya tenaga lagi. Senyum getir terukir di wajahku.
Namun saat itu, kekuatan dahsyat bagaikan bola api yang membara meledak dari belakangku, disusul teriakan menggelegar yang seakan hendak mengguncang alam semesta dari belakang: "Pathel!"
