Saat aku menerobos masuk ke gua tempat Kak Cheng Qing, air mataku sudah kering tapi matanya masih merah menyala menakutkan.
Beruntungnya Kak Cheng Qing seolah sudah menanti. Dia duduk tegak di depan meja kecil dalam gua itu, lentera minyaknya menyala terang bagai menyambut kedatanganku.
“Sebenarnya aku tahu kebiasaannya. Karena sudah lama tersiksa oleh insomnia dan memiliki ‘gangguan obsesif kompulsif ringan’, dia biasanya memaksa diri untuk naik ke tempat tidur tepat waktu, mengosongkan pikiran meski hanya dengan menghitung domba dengan membosankan, dan sama sekali tidak mengizinkan gangguan selama proses ini.”
Malam ini, waktu yang ditetapkannya sudah lama lewat, tapi dari penampilannya jelas dia sedang menungguku.
“Tahukah kau?” Kak Cheng Qing masih dengan ekspresi datarnya, memainkan tiga koin tembaga yang sudah licin mengilap di atas meja, berkata perlahan, “Mereka yang lama bergelut dengan ramalan takdir, pasti memiliki firasat tertentu. Malam ini, karena kegelisahan hati, kubuat ramalan kecil yang menunjukkan perubahan. Tapi karena semua orang di sekitarku adalah orang dekat, aku tak berani menebak siapa yang akan terkena dampaknya. Akhirnya kutunggu saja, ternyata yang datang adalah kau. Sepertinya memang hanya kau.”
Sudut bibir Kak Cheng Qing mengembang senyum tipis, sebenarnya sedang mencoba menenangkanku. Aku tahu penampilanku yang masuk tergopoh-gopoi pasti terlihat menakutkan.
Dia bercanda menyebutku tukang cari masalah, mungkin ingin meredakan ketegangan.
Mungkin sikap tenang Kak Cheng Qing seperti ini selalu mampu membawa seembusan angin sepoi-sepoi ke dalam hati. Perlahan aku mulai tenang, bersandar di ambang pintunya, menarik napas panjang. Tak perlu terburu-buru berbicara, aku memang butuh ketenangan.
“Waktu tidak banyak lagi.” Kak Cheng Qing menyimpan tiga koin tembaga di atas meja, mengingatkanku, namun tidak mendesakku.
Aku mengerti bahwa pertemuanku dengan Lin Chen telah menghabiskan waktu, saat ini juga tidak bertele-tele lagi. Langsung kusampaikan pada Kak Cheng Qing: "Ada kabar terpercaya, guru setengah dariku... ada di desa dalam."
'Ding dong', suara koin tembaga jatuh ke lantai. Kak Cheng Qing membeku seketika, ketenangannya yang awalnya seperti awan tipis dan angin sepoi-sepoi telah sirna. Dalam hening beberapa detik, tiba-tiba dia "Huo!" bangkit berdiri dan berkata padaku: "Cari Ruyue!"
Usai bicara, dia bergegas menuju pintu sambil mendekatiku, menarik tanganku keluar. Namun setelah beberapa langkah, dia kembali berkata: "Tidak, kita disisir miring untuk memberi tahu."
Ruyue adalah orang terjauh dari tempat perkumpulan. Kak Cheng Qing baru menyadari hal ini, sehingga berpikir pemberitahuan terpisah mungkin cara paling efisien menghemat waktu.
Dia juga panik, tapi tidak separah kekacauanku.
Mungkin kabar ini begitu merangsang kami. Saat berkumpul kembali di tanah lapang yang relatif aman, kami hanya membutuhkan waktu hampir setengah jam.
"Jika hari ini, terlalu terburu-buru. Sungguh kusarankan kalian menunggu beberapa hari lagi, tunggu peluang lebih besar sebelum masuk ke desa dalam." Menghadapi sekumpulan orang yang sudah mengamuk, hanya Lushan dan Tao Bai yang tetap sadar. Yang menasihati kami adalah Lushan.
Sebenarnya ini tidak bisa disalahkan padanya. Bagaimanapun, berkumpul dengan kami karena berbagai alasan unik dan takdir. Namun pada esensinya, Lushan tidak kehilangan orang penting seperti kami. Seperti pepatah "orang luar lebih objektif", dia tidak merasakan gejolak perasaan kami, sehingga secara alami menggunakan pemikiran rasional untuk menghentikan kami.
"Aku tidak tahu harus bagaimana menanggung ini." Kak Cheng Xin yang biasanya lebih tenang dariku, ternyata juga terprovokasi oleh perkataan setengah Guru itu. Reaksinya bahkan lebih impulsif dibandingkan aku.
Bagaimanapun, pertemuanku dengan Lin Chen untuk mengetahui kabar ini, sedikit lebih awal dari mereka. Kami sempat mendapat jeda, sehingga bisa tetap tenang dengan susah payah.
Melihat Kak Cheng Xin yang sudah tidak elegan lagi, Lushan pun tak bisa menahan diri. Dia berlari menarik bahuku: "Cheng Yi, apapun yang terjadi, malam ini benar-benar tidak mungkin. Meski kau tidak mau informasi tambahan, setidaknya di mana letak desa dalam? Bagaimana cara ke sana? Di posisi mana Gurumu berada di desa dalam? Kau lupa dengan si Kakek Taois aneh itu..." Ekspresi Lushan panik, lalu buru-buru menambahkan: "Baiklah! Meski semua itu tidak perlu diketahui, tetap harus direncanakan matang. Tidak masalah menunggu satu dua hari lagi kan?"
Kutatap Lushan. Pikiranku masih kacau, tapi perlahan mulai tenang. Aku tahu semua yang dikatakan Lushan benar. Hanya saja, mengetahui orang yang selama ini dicari ternyata sangat dekat - separuh dirinya... Pikiran seperti ini membuatku membayangkan penderitaannya, sehingga memicu keinginan untuk menjadi gila. Jika manusia bisa sepenuhnya rasional, mungkin kita sudah berevolusi menjadi spesies yang berbeda.
“Cheng Yi, dan semua yang lain, aku tidak takut menemani kalian hidup mati bersama. Meskipun orang yang paling penting bagiku tidak ada di desa dalam itu, melainkan terkurung dalam sebuah drum. Begitulah perjalanan kami selama ini. Tapi, aku benar-benar berharap kalian bisa sedikit lebih tenang. Inilah nasihat terakhirku. Terserah keputusan kalian, pokoknya apapun yang diputuskan.” Lushan juga terlihat tersentuh, kedua tangan menopang pinggangnya, kelopak matanya kemerahan. “Aku, Lushan, akan tetap menemani.”
“Aku juga.” Tao Bai masih dengan sikap pemalunya yang khas.
Hatiku tergetar. Kak Cheng Qing sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi di saat seperti ini, akulah kakak senior sejati yang selalu dihormatinya. Ia hanya menggerakkan bibir, akhirnya memilih diam.
Kukepalkan tinjuku sekali lagi, kali ini tanpa keraguan. Dengan suara serak kukatakan: “Tahan dulu. Sekarang bubarlah. Mulai hari ini, kita berkumpul setiap dua hari sekali.”
Sebenarnya aku tak ingin memanfaatkan celah ini terlalu sering. Tapi setelah beberapa hal menjadi jelas, terpaksa kulakukan. Aku yang memikul tanggung jawab ini harus tetap tenang dalam setiap keputusan.
Baru saja aku selesai bicara, Lushan menghela nafas lega. Tak satu pun dari mereka yang menentangku. Dimulai dari Kak Cheng Qing, satu per satu mereka membubarkan diri dalam keheningan. Ini adalah bentuk keselarasan - setiap orang telah tersentuh perasaan. Andai harus diungkapkan, terlalu banyak yang harus diceritakan. Lebih baik pergi dalam diam, menyelinap ke dimensi malam yang menjadi milik masing-masing, sunyi... sunyi...
Terlalu banyak hal yang tak kuketahui. Kukira kami hanya berkumpul dan bubar tanpa suara. Tapi di dunia ini, selalu ada tatapan penuh rasa ingin tahu, mata-mata yang mengintip diam-diam.
※※※
Malam itu, seolah kembali menjadi 'medan perang' tempat kita membuka tutup kenangan, lalu dengan paksa menutupnya kembali sendiri.
Pikiranku selalu melayang ke tengah hari itu. Di bawah sinar matahari, mata Guruku seolah berkaca-kaca. Kudengar nyanyian itu: "Adik, berjalanlah maju dengan berani, jangan pernah menoleh..." Lalu malam sunyi di Pondok Bambu, dan seharian penuh duduk menunggu tanpa harap di serambi panjang.
Rasa sakit ini memaksaku terbaring kesakitan di atas kang*, tubuh meringkuk bisu, kedua tangan menutup rapat telinga sendiri...
Semalam tak bisa tidur, tapi hidup harus terus berjalan. Namun hari-hariku kini diliputi kegelisahan.
Kami mulai berkumpul setiap dua hari sekali, bahkan karena kecemasan tertentu, berubah menjadi berkumpul setiap hari. Tapi tak seorang pun bisa membawa kabar berharga. Aku mencoba mencari informasi di ruang rekreasi, ingin menanyakan lebih banyak, bahkan ingin menemui Lin Chen. Namun ternyata di tubuhku sama sekali tak ada cukup kertas skor yang disebut-sebut itu.
Apakah langkah selanjutnya aku harus melepaskan keteguhan prinsip, lalu mencari kertas skor itu? Di tengah kegelisahan, ada lebih banyak pergumulan dalam diriku!
Setiap orang sama sepertiku. Pertemuan kami mulai diwarnai pertengkaran. Beberapa kali, orang yang saling menyindir nyaris berkelahi, tapi kemudian menyesal. Kami sekelompok orang ini, karena kabar setengah Guru, bagai diletakkan di perapian untuk dipanggang - dipanggang hidup-hidup.
Hari-hari seperti ini sama sekali tak punya konsep waktu. Sekejap mata, tiga hari telah berlalu. Terasa begitu cepat, tapi juga terasa sangat-sangat panjang.
Dalam kondisi seperti ini, bagaimana mungkin kami menyadari bahwa Desa Sheng akan segera mengadakan peristiwa besar?
'Pengantin baru' akan dinikahkan dengan yang disebut dewa. Inilah acara tak boleh diganggu gugat, nomor satu di Desa Sheng!
Pagi itu, udara terasa dingin luar biasa. Sekilas, musim telah berganti dari akhir musim gugur ke musim dingin... Mungkin untuk menyambut musim dingin, langit mulai menurunkan salju tipis.
Aku tak terbangun oleh musik senam pagi SD yang sudah kudengar setiap hari. Hari itu, yang membangunkanku adalah suara genderang dan gong yang riuh.
