Percakapanku dengan Lin Jianguo pada dasarnya berakhir di sini. Semua yang bisa dijelaskan, telah dijelaskannya padaku.
Sebenarnya aku ingin bertanya: seperti apa wujud Shen itu? Ke mana harus mencarinya saat tiba di Teluk Hantu? Tepat saat itu, seluruh kapal tiba-tiba berguncang. Lin Jianguo langsung berdiri dengan ekspresi wajah agak pucat: “Kita tidak bisa lanjut bicara. Waktunya hampir habis.”
Sambil berkata demikian, Lin Jianguo sudah bergegas keluar. Aku bingung tapi terpaksa mengikuti langkahnya.
“Keterlambatan ini terlalu lama. Makhluk di dalam sudah mulai mengingatkanku.” Lin Jianguo tak lupa memberi penjelasan. Karena dek kapal yang licin, beberapa kali ia hampir terjatuh saat berjalan tergesa-gesa, tapi selalu berhasil kutarik tepat waktu.
“Kau maksud Pikiran itu?” aku menanyakan lebih lanjut.
“Hah, selain Dia, siapa lagi?” Lin Jianguo menjawabku dengan singkat. Saat itu, tangannya sudah mencengkeram tangga tali dan mulai turun.
“Di mana lokasi Pikiran di Teluk Hantu?” Aku juga mulai memegang tangga tali dan turun. Melihat ekspresi Lin Jianguo, waktu sangat mendesak. Aku tidak berani kehilangan waktu, tapi tetap berusaha menanyakan hal yang ingin kuketahui.
“Kalau kau tidak bertanya, sebelum turun dari perahu pun akan kuberitahu.” Lin Jianguo terlihat sangat tergesa-gesa.
“Seperti apa wujud Pikiran itu?” tanyaku lagi.
Tangan Lin Jianguo yang mencengkeram tangga tali tiba-tiba gemetar. “Seperti apa anak laki-lakiku, seperti itulah wujud-Nya,” ujarnya kemudian.
Aku langsung terdiam. Pertanyaanku jelas menyentuh luka hati Lin Jianguo, meski tidak kusengaja.
‘Bruk’ ‘Bruk’ dua suara berat terdengar. Aku dan Lin Jianguo kembali mendarat di perahu. Wajah para praktisi spiritual di perahu itu pucat pasi. Mereka sudah berteriak-teriak lama sebelumnya tapi tidak mendapat respons dari Lin Jianguo, akhirnya menyadari teriakan mereka sia-sia.
Pengalaman mengerikan saat memasuki Teluk Hantu membuat mereka tidak berani bertindak gegabah. Sebesar itu gangguan yang terjadi, hanya orang bodoh yang percaya di bawah air bah semuanya baik-baik saja.
“Sudah waktunya pergi.” Lin Jianguo menghela napas, lalu bersiul. Perahu darah itu pun mulai bergerak lagi.
“Lin Jianguo berdiri di dek berkata padaku: "Jangan penasaran, orang yang mendayung perahu ini juga sama dengan kapal besar itu."
Aku mengangguk, memperhatikan saat perahu kecil mulai didayung, kapal besar juga mulai bergerak bersamaan... Lin Jianguo ingin memberitahuku bahwa para pendayung ini pastinya sejenis mayat hidup.
"Kau harus jelaskan pada kami, sebenarnya mau membawa kami ke mana? Kalau tidak, kami tidak akan turun. Kami akan terus mengikutimu." Percakapan sederhana antara aku dan Lin Jianguo rupanya menarik perhatian Ji Qing. Dia melangkah maju dan mulai kembali mendesak Lin Jianguo.
Dibandingkan sikap sebelumnya, meski nada bicaranya masih kurang baik, setidaknya tidak lagi sesombong tadi. Ucapannya terasa lebih rasional, mungkin hasil musyawarah mereka berempat.
"Kau datang karena ingin mendapatkan sesuatu. Tapi di dunia ini mana ada hal baik yang bisa didapat semudah itu? Turun atau tidak turun perahu sebenarnya sama saja. Silakan renungkan sendiri." Kali ini Lin Jianguo tidak mengabaikan Ji Qing, tapi menjawab singkat.
"Maksudmu, jika aku ingin mendapatkan hasratku, aku harus menanggung konsekuensi berbahaya? Oh, oh, aku mengerti! Haha... Aku pikir tadi apa!" Ji Qing seolah menemukan penafsiran lain dari ucapan Lin Jianguo, wajahnya tiba-tiba berubah cerah.
"Tapi, kau juga tak boleh cuma membantunya. Paling tidak bantu kami juga. Bakatku sebenarnya tak kalah darinya... Bisa jadi Tuanmu lebih puas denganku." Setelah merasa mendapat pencerahan, sikapnya jadi jauh lebih aktif. Dia mulai menjalin hubungan dengan Lin Jianguo sesuai bayangannya sendiri.
Lin Jianguo seolah dikalahkan oleh Ji Qing. Selain menghela napas, dia tak berkata-kata lagi.
Sebenarnya, rasanya seperti ikan di air jernih yang tak takut ditangkap, tapi justru tak tahu cara menghindar karena kebodohannya sendiri...
Aku mulai gelisah. Jika tak mengingatkan Ji Qing dan para praktisi spiritual ini, hati nuraniku takkan tenang. Setelah berpikir sejenak, kukatakan: "Ji Qing, maksudnya bukan memberi tahu tentang ujian atau cobaan untuk mendapatkan warisan. Dia sedang mengingatkanmu bahwa tak ada keberuntungan yang jatuh dari langit, ini..."
Namun sebelum selesai bicara, Ji Qing dengan kasar melambaikan tangan menghentikanku, "Chen Cheng Yi, jangan coba mengelabuiku dengan kata-kata! Warisanmu saja sudah bagus, ngapain datang ke sini? Lihatlah keserakahanmu! Kau sengaja bilang begitu agar aku menyerah? Ketahuilah, kesempatan ini milikku! Aku tak kalah darimu."
Aku terdiam sejenak, lalu reflek bertanya: "Sampai segitunya kau membenciku?"
"Jika seseorang tiba-tiba muncul dan mengubah takdirmu, apa kau tak akan membencinya?" Ji Qing membalikkan pertanyaan padaku.
Aku terdiam, dengan reflek berkata: "Itu namanya takdir. Ada yang sudah ditakdirkan, ada yang tidak. Apa yang memang menjadi milikmu, pasti akan tetap jadi milikmu."
"Hng, munafik!" Ji Qing mengibaskan lengan bajunya, menunjukkan ekspresi seolah aku sedang mengambil untung dengan berpura-pura manja. Tampaknya dia sudah benar-benar tidak mau mendengarkan penjelasanku.
Sikap kerasnya secara alami mempengaruhi para praktisi spiritual itu. Mereka pun mengira ada dendam di antara kami, dan perkataan Ji Qing mungkin benar... Jadi satu per satu mereka mulai tenang dengan sikap santai.
Aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa mengingatkan: "Pokoknya, kalian harus lebih berhati-hati. Di sini sama sekali tidak ada warisan, yang ada hanya bahaya tak berujung."
Tapi, tidak ada yang menggubrisku.
Saat itu perahu telah masuk ke dalam kabut tebal. Seluruh badan perahu seolah ditelan bulat-bulat oleh monster raksasa.
Di dalam kabut, jarak pandang memang buruk. Namun samar-samar kulihat pemandangan tak jauh beda dengan luar kabut. Di kedua tepian masih terlihat hutan lebat primitif. Permukaan air yang diselimuti kabut tetap hening. Langit terlihat lebih biru, kebiruan yang membuat tidak nyaman - seharusnya warna langit seperti ini hanya ada di film animasi.
Berbeda dengan kesunyian di luar, di sini penuh dengan berbagai suara. Gemericik air seolah ada makhluk besar berenang di bawah permukaan. Suara aneh dari hutan lebat membuat kita tak bisa menilai sumbernya.
Semua ini memaksa kita menghadapinya dengan perasaan tegang.
"Tahu kenapa aku masih menyimpan sedikit harapan padamu?" Lin Jianguo tiba-tiba bicara lagi.
“Mengapa?” Aku tak mengerti Lin Jianguo yang seharusnya memberitahuku, sudah memberitahuku, mengapa tiba-tiba menyinggung hal ini lagi.
“Sebenarnya tadi di luar tersembunyi keberadaan yang mengerikan, makanya di sana sunyi senyap. Teluk Hantu ini sama sekali tidak tertutup sepenuhnya, mungkin saja keberadaan di dalam sini bisa keluar kapanpun. Karena keberadaan itu menguasai pintu masuk di luar, jadi…” Lin Jianguo berkata dengan suara rendah.
“Ada apa di luar?” Entah mengapa, saat Lin Jianguo menyinggung ini, sekujur tubuhku merinding. Indera spiritualku memberitahu bahwa keberadaan di luar ini pasti sangat kuat, sampai membuatku bereaksi seperti ini.
“Kau lebih baik tidak melihatnya, jangan banyak bertanya. Aku hanya ingin memberitahumu, keberadaan ini sangat tersembunyi, orang biasa sama sekali tak bisa mendeteksinya. Tapi saat itu, ketika aku mengamatimu, kau justru sangat sensitif menyadari kehadirannya. Saat itu aku memandangmu dengan penuh kekaguman.” Lin Jianguo berkata dengan datar.
“Cuma indera yang lebih tajam saja.” Ji Qing menyela dengan tidak puas.
Tapi Lin Jianguo sama sekali mengabaikannya, dan melanjutkan padaku: “Yang lain tak kuketahui, tapi kurasa para dewa sangat menjaga harga diri terhadap orang sepertimu. Mengapa? Aku pun tak tahu.”
“Hmm.” Aku mengangguk, padahal sama sekali tak paham arti semua ini.
Tiba-tiba perahu bergoyang, merapat ke karang di tepi sungai. Lin Jianguo berkata pada kami: “Kita sampai. Kalian bisa turun.”
"Di sini sudah sampai? Melihat tempat ini, selain kabut yang lebih banyak, sebenarnya tidak terlihat ada hal khusus apa pun ya?"
"Setelah turun dari perahu, kalian cukup berjalan menuju lereng bukit di sebelah selatan. Di sana ada sekumpulan gubuk kayu yang menjadi tujuan akhir kalian." Lin Jianguo memberikan instruksi singkat kepada kami.
Para praktisi spiritual saling memandang bingung, jelas tidak puas dengan penjelasan yang terlalu sederhana ini. Namun Lin Jianguo mengabaikan mereka dan justru memanggilku: "Di sini, tidak ada yang mustahil. Ingatlah, legenda Sungai Kuning sangat banyak. Bukan satu dua orang yang pernah melihat monster air aneh di sini. Pernahkah kau bertanya dari mana asal mereka? Tidak perlu panjang lebar, kau tahu harus berhati-hati terhadap apa?"
"Monster air?" Tanyaku reflek.
"Tidak selalu. Sungai Kuning dipenuhi roh penasaran dan makhluk aneh yang tidak hanya ada di dalam air. Mungkin langit sengaja menciptakan tempat ini untuk menampung mereka semua." Lin Jianguo menjelaskan dengan serius.
"Aku mengerti." Jawabku pada Lin Jianguo, meski sampai sekarang aku belum paham mengapa perahu ini bisa berubah merah oleh darah.
Saat hendak berpamitan dan turun dari perahu, tiba-tiba terdengar suara gaduh tidak wajar - suara drum yang sangat primitif.
